artikel-2024-09-10T110207.290.png

Orthopoxvirus adalah penyebab penyakit menular cacar air. Virus cacar monyet ditemukan pertama kali pada tahun 1958 ketika lesi vesikular bernanah dari monyet yang dipenjara di Kopenhagen diisolasi. Cacar paling umum ditemukan di hutan hujan tropis di Afrika Tengah dan Barat. Orang-orang yang tinggal di dekat hutan berisiko terpapar infeksi subklinis. Namun, cacar monyet baru-baru ini muncul kembali, dan salah satunya terjadi di Indonesia. Monkeypox ini dapat menyebar dari hewan ke manusia atau dari manusia ke hewan ke manusia.

Penyakit cacar monyet berlangsung antara 6 hingga 13 hari, atau 5 hingga 21 hari. Hewan dapat menular ke manusia melalui gigitan atau cakaran hewan yang tertular, bersentuhan dengan darah dan cairan tubuh hewan yang tertular, berurusan dengan produk hewan yang tertular, atau memakan daging liar yang tertular. Proses masuknya virus bergantung pada jenis sel dan karakteristik virus. Ini terjadi setelah virus menempel pada permukaan sel dan berinteraksi dengan berbagai ligan virus dan reseptor seluler, seperti kondroitin sulfat dan heparan sulfat.

Fusi virus atau makropinositosis memungkinkan jalan masuk tambahan melalui membran sel. Infeksi virus Monkeypox pertama kali menyerang epitel mukosa faring dan saluran pernapasan setelah masuk ke dalam tubuh. Virus kemudian akan menyebar ke saluran limfatik, menyebabkan viremia primer. Kemudian virus akan menginfeksi organ limfoid lain dan kelenjar getah bening, seperti limpa, dan kemudian terjadi replikasi virus dan infeksi virus sekunder, yang menyebabkan kerusakan kulit dan organ tersier.

 

Gejala Cacar Monyet

Setelah masa inkubasi, gejala pertama dapat muncul secara umum, sistemik, atau nonspesifik. Demam, sakit kepala yang parah, nyeri punggung, nyeri otot, lemas, sakit tenggorokan, masalah bernapas, batuk berdahak atau tanpa dahak, kehilangan nafsu makan, dan menggigil adalah gejalanya. Ketika inang memasuki tahap invasi, gejala yang paling umum adalah demam. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di area leher, diikuti oleh ketiak dan selangkangan, muncul setelah penderita mengalami demam selama empat hingga lima hari. Pembengkakan ini dapat menjadi tanda khas infeksi virus MPX.

 

Diagnosis Cacar Monyet

Diagnosis banding klinis termasuk penyakit lain yang menunjukkan tanda-tanda ruam, seperti cacar, cacar air, campak, infeksi bakteri pada kulit, kudis, sifilis, dan alergi obat. Salah satu gejala klinis yang membedakan cacar monyet dari jenis cacar lainnya adalah limfadenopati pada stadium prodromal. Monkeypox hanya dapat didiagnosis jika virusnya dapat dideteksi melalui berbagai tes yang dilakukan di laboratorium khusus.

Petugas medis harus mengumpulkan sampel yang tepat dan membawanya dengan aman ke laboratorium yang tepat jika dicurigai adanya monkeypox. Eksudat luka atau kasa berkrusta yang disimpan dalam tabung kering dan steril dan disimpan pada suhu dingin adalah sample yang ideal untuk diagnosis. Baik darah maupun serum dapat digunakan, tetapi seringkali tidak dapat disimpulkan karena waktu bertahan hidup virus yang singkat dalam darah dan faktor-faktor yang ada saat pengambilan sampel. Untuk menafsirkan hasil tes, sampel harus disertakan dengan data pasien seperti berikut:

  • Perkiraan tanggal timbulnya demam.
  • Tanggal timbulnya ruam.
  • Tanggal pengambilan sampel.
  • Kondisi orang tersebut saat ini (tahap ruam).
  • Umur

 

Pencegahan Cacar Monyet

Faktor risiko penularan yang paling signifikan selama epidemi cacar monyet pada manusia adalah kontak dekat dengan pasien. Satu-satunya cara untuk mengurangi infeksi pada manusia adalah dengan meningkatkan kesadaran akan faktor risiko dan memberi tahu orang apa yang harus dilakukan untuk mengurangi paparan terhadap virus, karena tidak ada pengobatan atau vaksin khusus. Untuk menghentikan epidemi ini, pengawasan dan identifikasi kasus baru harus dilakukan dengan cepat:

  • Mengurangi Kemungkinan Transmisi dari Hewan ke Manusia
    Untuk mencegah penularan di wilayah endemis, upaya terbaik adalah menghindari tikus dan primata, menghindari kontak langsung dengan darah dan daging, dan memastikan daging matang sebelum dimakan. Saat menangani hewan yang sakit atau memiliki jaringan yang terinfeksi, serta saat menyembelih hewan, sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya yang sesuai harus dipakai. Menjaga kebersihan tangan, seperti mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan sabun tangan beralkohol.
  • Mencegah Penularan dari Manusia ke Manusia
    Hindari berhubungan dengan penderita cacar monyet atau bahan yang terkontaminasi. Saat merawat orang yang terkena dampak, harus dipakai sarung tangan dan peralatan pelindung. Mencuci tangan setelah menjenguk orang sakit adalah kebiasaan. Pasien harus dikarantina di rumah mereka atau di fasilitas medis.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-09-09T092336.560.png

Infeksi hidung (rinogen) atau gigi (odontogen) dapat menyebabkan sinusitis. Infeksi gigi dapat mempengaruhi sinus maksilaris karena antrum maksila dan gigi rahang atas terhubung secara anatomi. Anatomi molar pertama, molar ketiga, premolar pertama dan kedua, dan caninus adalah yang paling dekat dengan sinus maksilaris. Infeksi odontogenik dapat menyebar melalui jaringan fasial, meningkatkan risiko sepsis, komplikasi saluran napas (seperti angina Ludwig dan abses retropharyngeal), dan infeksi abses leher yang 49,1% disebabkan oleh infeksi ini, meskipun biasanya tidak mengancam nyawa.

Infeksi biasanya dimulai di permukaan gigi karena karies gigi yang telah mendekati ruang pulpa. Kemudian proses ini dapat berkembang menjadi pulpitis dan akhirnya nekrosis pulpa gigi. Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau cepat menyebar. Bakteri dapat masuk ke dalam ruang pulpa gigi ketika gigi menjadi nekrosis dan mencapai apeksnya. Foramen apikalis pada pulpa gigi dapat memungkinkan pulpa yang terinfeksi untuk drainase. Selanjutnya, infeksi dapat menyebar secara bertahap ke area yang mengalami nekrosis atau jaringan lain yang dekat dengan gigi. Abses dapat terbentuk karena infeksi odontogen yang disebabkan oleh gigi yang nekrosis.

Abses ini terbagi menjadi dua kategori: infeksi ringan, yang biasanya memiliki hasil yang baik, dan infeksi berat, yang biasanya memiliki hasil yang buruk. Infeksi ini dapat fatal jika tidak ditangani. Penjalaran infeksi berat termasuk osteomielitis, abses perimandibular, dan phlegmon dasar mulut. Di sisi lain, serous periostitis, abses subperiosteal, abses submukosa, abses subgingiva, dan abses subpalatal adalah contoh penjalaran infeksi ringan. Infeksi pada jaringan periodontal atau perikoronal disebut infeksi odontogenik. Ini dapat terjadi sebagai infeksi primer atau sekunder, dan dapat disebabkan oleh trauma atau infeksi setelah prosedur bedah.

Karies gigi, proses demineralisasi email, biasanya menyebabkan infeksi odontogenik. Infeksi karies dapat dengan mudah menembus dentin yang memiliki pori-pori mikro. Sinus paranasalis meliputi sinus maxillaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, dan sinus sfenoidalis. Sinus maxillaris adalah salah satu dari sinus paranasalis yang berbentuk rongga, celah, atau saluran di antara tulang-tulang di sekitar area hidung.

 

Penyebab Sinusitis

Ketika aliran udara ke sinus terganggu, infeksi sinus terjadi. Hal ini bisa disebabkan oleh pembengkakan pada lapisan jaringan hidung atau jaringan di sekitarnya. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang menyebabkan alergi atau iritasi, seperti paparan asap rokok, penggunaan semprotan hidung yang berlebihan, atau kokain. Selain itu, tumor atau pertumbuhan abnormal yang terletak dekat dengan pembukaan sinus juga dapat menyebabkan sinus tersumbat. Peradangan dan pembengkakan yang terjadi pada lapisan hidung dan sinus dikenal sebagai sinusitis. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh reaksi alergi atau infeksi virus, yang menyebabkan sinus mengeluarkan lebih banyak lendir.Ketika lendir berlebihan, ia dapat menumpuk dan menyumbat saluran hidung. Ini menciptakan lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme lain, yang pada akhirnya akan menyebabkan infeksi.

Virus flu sering menyebabkan sinusitis akut, tetapi beberapa faktor dapat menyebabkan sinusitis kronis, seperti:

  • Alergi, seperti rhinitis alergi, dapat menyumbat saluran sinus.
  • Polip hidung adalah pertumbuhan massa atau jaringan di hidung yang dapat menyumbat saluran sinus.
  • Infeksi virus dan bakteri di saluran pernapasan dapat menyebabkan lapisan sinus menebal dan menghambat saluran hidung.
  • Cystic fibrosis adalah kelainan genetik yang menyebabkan lendir menjadi mengental, menumpuk, dan menyumbat saluran tubuh, terutama yang terletak di saluran pernapasan dan pencernaan.
  • Kondisi medis tambahan, seperti gangguan sistem kekebalan tubuh.

 

Odontogen pada Sinusitis Maxillaris

Sinus, “ruang udara” di sekitar tulangan tengkorak di pipi, belakang, dan atas mata dan hidung. Sinus ini memiliki selaput lendir yang menghasilkan cairan yang membersihkan udara yang kita hirup dari kuman dan benda asing lainnya. Antara ujung akar gigi rahang atas dan bagian dalam sinus hanya terpisah oleh lapisan tulang yang tipis. Saraf yang membawa sinyal nyeri dari gigi ke otak terhubung dengan saraf yang mengalir melalui sinus dan melewati akar gigi. Di bagian atas rahang atas, di belakang gigi belakang di setiap sisi, terletak sinus maxillaris, rongga piramida berisi udara.

Sinus ini ditampilkan pada radiografi sebagai area yang tidak terlihat (radiolusent) yang dikelilingi oleh garis-garis tipis yang lebih jelas. Dinding atas, bawah, depan, dan belakang sinus maxillaris dapat dengan jelas diamati melalui radiografi cephalometric. Secara anatomis, gigi premolar dan molar atas berhubungan dengan sinus maksilaris, yang meningkatkan risiko perforasi sinus. Ini karena dasar sinus maksilaris terletak dekat dengan lokasi tumbuhnya gigi premolar kedua dan gigi molar pertama dan kedua, dan dalam beberapa kasus, gigi tersebut dapat tumbuh ke dalam rongga sinus dan hanya tertutup oleh mukosa.

Infeksi dapat menyebar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe. Infeksi yang berasal dari gigi seperti karies, granuloma, impaksi, periodontitis apikalis, abses periapikal, gangren radix, dan kista radikuler dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Biasanya, area radiolusen yang berbentuk konveks (bulat) dengan batas yang jelas dan homogen menunjukkan infeksi odontogen ini pada radiograf panoramik. Akibat pembesaran dan penyebaran massa jaringan lunak, infeksi ini dapat menekan, menyebabkan atrofi, dan erosi pada tulang. Ini dapat menyebabkan penurunan densitas tulang dan kadang-kadang pengapuran pada perifer.

 

Sumber: kemenkes


artikel-2024-09-06T132934.957.png

Infeksi atau peradangan di area tenggorokan disebut faringitis. Mulut dan hidung terhubung ke paru-paru melalui tenggorokan. Faringitis adalah salah satu jenis infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang mencakup infeksi pada tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang gejalanya tidak berlangsung lebih dari empat belas hari. Faringitis biasanya meningkat pada musim dingin atau musim hujan. Penyakit ini dapat menular melalui sekret pernapasan dan memerlukan waktu inkubasi antara dua hingga lima hari. Infeksi paling umum terjadi selama fase akut. Kontak langsung dengan penderita, paparan terhadap polusi dan asap rokok, dan riwayat alergi terhadap debu, bulu binatang, dan suhu dingin adalah beberapa risiko terkena faringitis.

Selain itu, memiliki riwayat sinusitis dan sering berada di tempat yang kering juga dapat menyebabkan faringitis. Virus biasanya menyebabkan faringitis akut, yang memiliki gejala yang mirip dengan flu. Sebagai wabah epidemi, penyakit ini sering muncul dengan gejala seperti hidung tersumbat, demam ringan, batuk, perubahan suara, sakit kepala, dan nyeri otot. Sebaliknya, faringitis bakterial biasanya ditandai dengan demam tinggi yang tiba-tiba disertai dengan menggigil, nyeri saat menelan yang parah, dan kesulitan menelan. Selain itu, gejala virus yang umum jarang muncul. Fasingitis biasanya bersifat self-limiting, atau dapat sembuh sendiri.

Namun, komplikasi mungkin sudah ada jika gejala bertahan lebih dari satu minggu dan disertai dengan demam, pembengkakan kelenjar getah bening, atau ruam kulit. Demam rematik (yang menunjukkan peradangan pada sendi dan kerusakan katup jantung) dan peradangan ginjal (seperti glomerulonephritis akibat infeksi streptokokus) adalah beberapa komplikasi faringitis yang dapat terjadi. Mungkin untuk mencegah faringitis dengan menghindari penyebab dan pemicunya. Menjalani gaya hidup bersih dan sehat sangat penting untuk mencegah hal-hal terjadi. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan setelah makan, batuk atau bersin, dan menggunakan toilet adalah beberapa hal yang dapat Anda lakukan setiap hari.

Selain itu, sangat penting untuk menghindari menyentuh wajah dengan tangan yang kotor; batuk, menutup mulut dan hidung dengan tisu atau tangan; tidak berbagi makanan atau minuman dengan orang yang menderita faringitis; dan menghindari merokok dan asap rokok.

 

Diagnosis dan Pemeriksaan Faringitis

  • Untuk mendiagnosis suatu penyakit, proses dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dan anamnesis dapat menunjukkan berbagai gejala, seperti sakit tenggorokan, pusing, demam, dan limfadenitis, serta kadang-kadang mual, kelelahan, kemerahan pada kulit (ruam), dan nyeri perut. Selain itu, kemerahan pada dinding saluran pernapasan dan demam yang mungkin lebih tinggi dari 38,5°C dapat ditemukan.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening di leher, rasa sakit saat menelan, batuk, dan suara serak ketika peradangan mencapai pita suara
  • Pemeriksaan THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) dilakukan untuk mengevaluasi kondisi tenggorokan, terutama untuk menemukan kemerahan atau pembengkakan pada faring. Ini penting untuk memastikan apakah seseorang menderita faringitis atau tidak.
  • Kultur swab adalah pemeriksaan standar untuk memastikan gejala klinis dan diagnosis infeksi bakteri GAS. Mereka memiliki sensitivitas 90-95 dan spesifisitas 97-100.lam mengidentifikasi bakteri GAS, memastikan bahwa pemeriksaan kultur dilakukan sesuai prosedur.
  • Pengujian Deteksi Antigen Cepat (RADT) memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar satu hari atau lebih, untuk memperoleh hasil. Metode ini menggunakan alat dipstick yang mengambil sampel dari eksudat atau sekret di tonsil atau orofaring bagian belakang untuk mengidentifikasi antigen dari virus atau bakteri di tenggorokan.
  • Titer antistreptolysin O adalah pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang mungkin mengalami komplikasi supuratif yang disebabkan oleh infeksi streptococcus grup A.
  • Skoring McIsaac adalah metode sederhana untuk mendiagnosis faringitis yang disebabkan oleh streptococcus grup A. Ini memeriksa beberapa gejala dan tanda klinis, seperti suhu tubuh di atas 38° Celcius, pembengkakan atau eksudat pada tonsil, pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian depan, dan batuk. Selain itu, skoring ini menambahkan nilai tambahan untuk kelompok usia pasien.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-1-1.png

Abcess adalah kumpulan nanah yang menyakitkan yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Abses preaurikular adalah komplikasi dari kelainan bawaan yang disebut sinus preaurikular. Sinus preaurikular, juga disebut fistula preaurikular, adalah kelainan jinak pada jaringan lunak di area depan daun telinga, tepatnya di margin anterior heliks. Kondisi ini biasanya terjadi di satu sisi (unilateral), tetapi jika terjadi di kedua sisi, biasanya disebabkan oleh faktor genetik yang diturunkan secara tidak lengkap dari autosom dominan. Proses penggabungan tuberkel pertama dan kedua arkus brankial gagal, yang menyebabkan kelainan ini.

Sebagian besar sinus preaurikular tidak membutuhkan pengobatan dan tidak menunjukkan gejala. Namun, jika terjadi infeksi, pengobatan yang tepat harus diberikan segera. Karena kelainan ini seringkali tidak menunjukkan gejala, pasien mungkin tidak mengetahui bahwa mereka menderita kelainan hingga terjadi obstruksi dan infeksi. Infeksi yang tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan abses atau keluarnya nanah. Jika dibiarkan, ini dapat berkembang menjadi sepsis atau infeksi kronis.

 

Penyebab Abses Sinus Preaurikuler Sinistra

Pada minggu keenam kehamilan, daun telinga mulai terbentuk. Sinus preaurikular, lubang atau celah di depan daun telinga, dapat disebabkan oleh faktor genetik yang menyebabkan perkembangan telinga luar tidak sempurna. Kecuali sinus preaurikular terinfeksi, biasanya tidak menunjukkan gejala. Sel epitel, yang memiliki kemampuan untuk membentuk kista, melapisi sinus preaurikular. Kista ini dapat menginfeksi dan menyebabkan abses preaurikular.

Bakteri Staphylococcus aureus adalah penyebab paling umum dari infeksi ini, diikuti oleh Streptococcus, Proteus, dan Peptococcus. Infeksi ini dapat menyebabkan nyeri, iritasi, pembengkakan, dan cairan di area preaurikular. Pada akhirnya, celah dapat tersumbat, menyebabkan nanah menumpuk dan terbentuk abses. Selain itu, selama masa kehamilan, saraf di dalam telinga dan alat pendengaran berkembang bersamaan dengan telinga luar. Karena itu, kelainan pada telinga dalam, seperti ketulian, dapat disertai dengan kelainan pada telinga luar.

 

Faktor Risiko Abses Sinus Preaurikuler Sinistra

  • Berbagai kelainan bentuk tengkorak dan wajah dapat ditemukan dalam keluarga yang memiliki sinus preaurikular. Sindrom brankiootorenal, sindrom Beckwith-Wiedemann, disostosis mandibulofasial, displasia okuloaurikulovertebra, dan kelainan kromosom lainnya adalah beberapa contoh kelainan ini.
  • Beberapa studi menunjukkan bahwa konsumsi propiltiourasil (PTU), yang digunakan untuk mengobati hipertiroidisme, selama kehamilan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kelainan bawaan pada sistem saluran kemih pada janin, seperti kista ginjal atau pembesaran ginjal.
  • Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam frekuensi sinus preaurikular antara pria dan wanita. Namun, wanita lebih cenderung mengalami abses preaurikular, yang mungkin terkait dengan penggunaan kosmetik dan makeup yang dapat meningkatkan risiko infeksi.

 

Gejala-gejala

Gejala yang umum termasuk:

  • Pembengkakan di depan telinga
  • Sakit telinga yang kembali
  • Keluarnya cairan dari lubang depan telinga
  • Gatal pada telinga
  • Kemerahan di telinga
  • Rasa nyeri di kepala
  • Demam

Infeksi sinus preaurikular cenderung lebih sering terjadi setelah terinfeksi. Ini karena sisa bakteri yang ada di lubang dan kemungkinan infeksi yang lebih besar. Karena mayoritas orang di seluruh dunia lebih banyak menggunakan tangan kanan, absesi sering terjadi pada telinga sebelah kanan.

 

Diagnosis

Sebagian besar, diagnosis absces preaurikular tergantung pada tanda-tanda dan gejala yang muncul. Pada kasus yang berulang, pemeriksaan laboratorium seperti kultur bakteri dan uji sensitivitas antibiotik biasanya dilakukan. Kecuali jika ada abses atau sinus di tempat yang tidak biasa atau jika ada kecurigaan kelainan lain, pemeriksaan radiologi biasanya tidak diperlukan. Mereka yang memiliki abses atau sinus preaurikular mungkin memiliki masalah bawaan lainnya, seperti masalah pendengaran atau masalah ginjal. Karena itu, mereka harus menjalani pemeriksaan tambahan untuk mengidentifikasi kemungkinan masalah bawaan lainnya. Diagnosis abces preaurikular sering salah karena jerawat, infeksi folikel rambut, infeksi lain seperti tuberkulosis, atau kondisi bawaan seperti kista dermoid atau kista sebasea.

 

Pencegahan

Kelainan bawaan yang tidak dapat dicegah adalah pembentukan sinus preaurikular. Namun, dengan menjaga area tersebut bersih, infeksi yang dapat menyebabkan abses preaurikular dapat dihindari. Menurut beberapa penelitian, pengangkatan sinus preaurikular yang tidak menunjukkan gejala dapat dilakukan untuk menghindari infeksi dan abses di masa depan. Prosedur ini memerlukan pembiusan umum dan dilakukan oleh dokter bedah THT atau kepala dan leher yang berpengalaman.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-09-04T100804.065.png

Ketidakmampuan insulin untuk menghasilkan respons biologis normal pada konsentrasi yang efektif pada individu normal dikenal sebagai resistensi insulin. Ini adalah istilah pertama yang digunakan untuk menggambarkan gangguan metabolik yang disebabkan oleh berkurangnya respons seluler terhadap sinyal insulin, terutama pada jaringan yang bergantung pada insulin. Resistansi ini dapat terjadi di berbagai tingkat seluler, termasuk pre-reseptor, reseptor, dan post-reseptor. Autoantibodi anti-reseptor atau molekul tidak biasa lainnya dapat menyebabkan masalah pada pre-reseptor. Jumlah reseptor insulin yang tersedia juga dapat berkurang jika terjadi mutasi pada gen yang mengkode reseptor insulin. Penurunan afinitas dan sensitivitas reseptor terhadap insulin dapat menyebabkan gangguan pada tingkat reseptor.

Kerugian pada jalur post-reseptor, terutama gangguan pada jalur sinyal insulin (jalur sinyal insulin), adalah penyebab utama resistensi insulin. Kerusakan ini menghentikan translokasi GLUT-4, yang diperlukan sel untuk mengambil glukosa dari darah. Akibatnya, kemampuan sel untuk mengambil glukosa dari darah berkurang. Diabetes melitus, yang memiliki tingkat keparahan dan angka kematian yang tinggi, adalah penyebab utama resistensi terhadap insulin. Ini adalah kondisi medis di mana ada masalah dengan jalur sinyal insulin yang menyebabkan respons sel terhadap hormon insulin terganggu. Ketika insulin tidak dapat mengikat reseptornya dengan benar, fosforilasi tirosin terjadi, yang menghentikan aktivasi insulin receptor substrate-1 (IRS-1).

Jika aktivasi ini gagal, ekspresi Glucose transporter-4 (GLUT-4) pada membran sel otot rangka berkurangan. Akibatnya, sel menyerap lebih banyak glukosa dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Adenosin 5’-monophosphate-activated protein kinase (AMPK) dapat diaktifkan melalui aktivitas fisik yang teratur, konsisten, dan intensitas yang tepat. Ini memungkinkan vesikel yang mengandung GLUT-4 untuk dipindahkan ke permukaan sel tanpa harus mengikat insulin pada reseptornya. oleh karena itu, ekspresi GLUT-4

 

Resistensi Insulin

Insulin adalah hormon anabolik yang biasanya merangsang peningkatan cadangan energi di berbagai jaringan sasaran, termasuk sel otot rangka. Ini mengaktifkan masuknya glukosa ke dalam sel, meningkatkan metabolisme glukosa, pembentukan glikogen, dan juga meningkatkan penyerapan asam amino untuk membantu sintesis protein.

 

Latihan Fisik

  • Latihan fisik adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berulang, dan bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan. Latihan fisik adalah bagian dari aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur, berkelanjutan, dan bertahap, tidak hanya sesaat. Tujuan latihan fisik termasuk meningkatkan atau mempertahankan kebugaran, performa, dan prestasi, serta bersantai atau mengembangkan hobi. Volume latihan juga disesuaikan untuk mencapai tujuan tertentu. Ini adalah dasar untuk menentukan jumlah latihan yang tepat. Seberapa sering Anda berolahraga dalam seminggu disebut sebagai frekuensi latihan. Untuk meningkatkan kebugaran, kekuatan, dan kelenturan tubuh, Anda cukup berolahraga tiga kali seminggu.
  • Berapa lama latihan berlangsung (dalam bulan atau minggu) dan berapa lama tiap sesi latihan (dalam menit). Durasi, intensitas, dan frekuensi latihan saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Latihan intensitas rendah dapat membutuhkan waktu lebih lama, tetapi latihan intensitas berat biasanya berlangsung antara lima belas hingga dua puluh menit. Ada bukti bahwa latihan yang dilakukan secara teratur selama enam hingga delapan minggu memberikan hasil yang signifikan.
  • Latihan interval, juga dikenal sebagai latihan interval, adalah pergantian antara fase kerja dan istirahat; fase istirahat dibagi menjadi istirahat aktif dan istirahat pasif.
  • Jenis latihan berbeda berdasarkan metabolisme otot dan penggunaan oksigen sebagai sumber energi, seperti latihan aerobik dan anaerobik; jenis latihan lainnya termasuk resistensi, isometrik, dan isotonic.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-09-03T102840.436.png

Bayi sangat halus dan sensitif. Masa bayi dari usia 0 hingga 12 bulan ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat, serta perubahan kebutuhan gizi yang terus-menerus. Penyakit di rongga mulut dapat menyerang orang dewasa, balita, dan anak-anak. Sangat penting bagi orang tua untuk menjaga kesehatan dan kebersihan mulut balita, karena mulut mereka belum sekuat mulut orang dewasa. Akibatnya, masalah mulut lebih sering muncul pada balita dan membutuhkan perhatian tambahan. Infeksi jamur candida menyebabkan kondisi yang disebut candidiasis, yang tidak hanya menyerang kulit bayi tetapi juga dapat menyerang bagian tubuh lain seperti mulut, area genital, bahkan masuk ke aliran darah.

Kondisi ini dapat terjadi pada bayi dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, terutama wanita dan bayi. Ibu harus tahu gejala candidiasis bayi mereka agar dapat diobati segera. Misalnya, infeksi candida di mulut dapat menyebabkan bercak putih di mulut dan lidah bayi. Selain itu, gusi dapat membengkak dan luka di sekitar mulut dapat terjadi. Candida yang menginfeksi kulit biasanya menyebabkan ruam merah yang gatal dan perih.

Cuaca yang panas, penggunaan pakaian yang terlalu ketat, kurangnya kebersihan kulit, dan kurangnya sistem kekebalan tubuh adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan candidiasis pada anak. Kebersihan yang kurang terjaga sering menjadi penyebab utama infeksi candida di mulut atau kerongkongan. Untuk mencegah berbagai penyakit, termasuk candidiasis, sangat penting untuk memprioritaskan kebersihan dan perawatan yang baik pada anak-anak.

 

Penyebab Jamur pada Mulut Bayi

Jamur Candida albicans biasanya ada di mulut manusia, tetapi beberapa hal dapat menyebabkan pertumbuhan jamur yang berlebihan pada bayi, seperti:

  • Sistem kekebalan tubuh bayi yang baru lahir atau di bawah enam bulan belum sepenuhnya berkembang. Akibatnya, tubuh mereka kurang melawan infeksi dan rentan terhadap infeksi jamur di mulut. Kekurangan gizi pada bayi dan anak-anak juga merupakan faktor risiko infeksi jamur. Kurang nutrisi yang diperlukan untuk membangun sistem kekebalan tubuh dan memperbaiki sel-sel tubuh adalah penyebabnya.
  • Jika bayi diberi antibiotik karena sakit seperti batuk atau infeksi saluran kemih, pertumbuhan jamur di mulutnya dapat tidak terkendali. Ini karena antibiotik dapat mengganggu keseimbangan jamur di mulut, menyebabkan oral thrush.
  • Bayi yang minum susu formula atau ASI dari botol bisa lebih rentan terhadap infeksi jamur mulut jika dot yang digunakan kotor atau terkontaminasi jamur. Namun, bayi yang langsung menyusu pada puting payudara yang terinfeksi jamur Candida albicans juga bisa mengalami infeksi serupa.
  • Bayi baru lahir dapat mengalami infeksi jamur di mulutnya selama proses kelahiran. Ini jarang terjadi, tetapi bayi lebih rentan terkena jika ibunya sebelumnya pernah mengalami infeksi jamur pada vagina saat melahirkan.

 

Gejala Infeksi Jamur pada Mulut Bayi

  • Tanda-tanda yang muncul dapat membantu ibu mengetahui apakah bayinya menderita infeksi jamur di mulut. Beberapa tanda yang paling umum adalah lidah bayi berwarna putih atau bercak putih yang sulit dihilangkan bahkan setelah dibersihkan dengan lembut menggunakan lap atau kasa. Bercak putih ini dapat ditemukan di langit-langit mulut, bibir, pipi, dan gusi.
  • Bayi mengalami peradangan atau retak di bibirnya, menolak untuk menyusui atau makan, menjadi rewel atau menangis sering, dan mengalami demam. Ini biasanya terjadi ketika infeksi jamur telah masuk ke kerongkongan.

 

Cara Mengatasi Jamur Pada Mulut Bayi

Setiap ibu harus mengunjungi dokter jika anak mereka menunjukkan gejala infeksi jamur, terutama jika menyebabkan ketidaknyamanan saat menyusui. Namun, infeksi jamur pada mulut bayi biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 1-2 minggu. Dokter biasanya memberikan obat anti jamur dalam bentuk gel atau tetes. Selama sepuluh hari, atau sesuai anjuran dokter, obat ini dioleskan ke lidah bayi dengan cotton bud beberapa kali. Bunda dapat mempertimbangkan untuk menggunakan bahan alami sebagai pengganti obat antijamur, tetapi sebaiknya konsultasikan dengan dokter sebelum memberikannya anak Anda.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-1.png

Diabetes memiliki risiko lebih besar untuk komplikasi luka pada kaki. Tingkat HbA1c, kelebihan berat badan, neuropati sensorik, kalus, pola makan, aktivitas fisik, perawatan kaki, dan keyakinan spiritual adalah beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan luka kaki diabetes. Jumlah luka kaki diabetes yang tinggi mendorong perawat untuk memainkan peran penting dalam mencegah ulangan penyakit ini. Penting untuk mengenali dan mengidentifikasi faktor risiko yang dapat menyebabkan kembalinya luka pada kaki akibat diabetes.

Jumlah waktu yang dihabiskan untuk menderita diabetes, kelebihan berat badan, pola makan, perawatan kaki, kontrol kadar gula darah (HbA1c), tingkat aktivitas fisik, aspek spiritual, neuropati sensorik, dan keberadaan kalus adalah beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab ulangan luka kaki diabetes. Risiko mengalami komplikasi serius seperti kecacatan dan amputasi dapat meningkat jika diagnosis awal ditunda. Diabetes memiliki efek yang signifikan pada kaki mereka, dengan risiko amputasi ekstremitas bawah antara lima belas dan lima puluh kali lebih tinggi pada mereka yang menderita diabetes. Tingkat kematian pasien yang mengalami amputasi kaki sangat tinggi; 14,3% meninggal dalam satu tahun setelah amputasi dan 37 persen dalam tiga tahun.

 

Faktor Penyebab

  • Luka kaki diabetes lebih umum pada penderita diabetes kronis karena kadar gula darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi ini.
  • Hiperglikemia dapat terjadi karena kadar gula darah yang tidak terkendali akibat pola makan yang tidak teratur dan kurangnya aktivitas fisik. Hal ini menyebabkan jalur sorbitol bekerja lebih keras dalam metabolisme glukosa. Dalam situasi ini, arteriosklerosis dapat muncul di area kaki. Fungsi otot kaki dapat dipengaruhi oleh masalah arteri. Kesemutan, ketidaknyamanan, dan kematian jaringan semuanya dapat disebabkan oleh penurunan pasokan darah. Kondisi ini dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan gangren di ekstremitas. Akibatnya, diabetes dapat menyebabkan luka pada kaki.
  • Obesitas meningkatkan risiko diabetes. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan produksi insulin atau penurunan sensitivitas terhadap insulin, yang disebut resistensi insulin. Orang yang mengalami obesitas memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi karena kekurangan kuantitas dan kualitas sel beta pulau Langerhans untuk memproduksi insulin.
  • Hasil pemeriksaan neuropati sensorik menunjukkan bahwa kondisi ini adalah penyebab utama luka pada kaki pasien diabetes. Selama pengujian sensitivitas, kebanyakan pasien mengatakan mereka tidak dapat merasakan sensasi seperti kebas atau tidak dapat membedakan rasa nyeri di kaki mereka. Selain itu, mereka menyatakan bahwa kebebasannya membuat mereka tidak waspada saat beraktivitas. Kebas di kaki juga dapat menghambat aliran darah ke area tersebut, meningkatkan risiko trauma atau luka yang tidak disadari pasien. Trauma ini dapat secara signifikan mempengaruhi risiko luka diabetes pada kaki.
  • Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kalus pada kaki penderita diabetes adalah penyebab utama luka. Kalus terjadi karena kulit menjadi tebal dan keras di area bantalan telapak kaki. Pasien takut untuk mengatasi kalus sendiri karena takut akan semakin tebal jika tidak diatasi. Luka pada kaki lebih mudah terjadi jika kaki terkena tekanan berulang. Selain itu, banyak responden yang tidak menggunakan alas kaki saat berjalan atau menggunakan alas kaki yang terlalu sempit. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat meningkatkan risiko luka. Salah satu cara untuk mengurangi kallus adalah dengan menipiskannya; tidak menipiskannya meningkatkan risiko luka pada kaki penderita diabetes.
  • Sebagian pasien terus menghindari konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Hal ini terjadi karena mereka tidak tahu jenis buah apa yang aman untuk penderita diabetes melitus dan karena mereka juga sering mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat.
  • Karena malas, kelelahan, kesibukan pekerjaan, dan keyakinan bahwa aktivitas sehari-hari seperti menyapu atau mengepel sudah cukup, orang jarang berolahraga. Berolahraga secara teratur, bagaimanapun, telah terbukti dapat meningkatkan aktivitas insulin dan mengontrol gula darah, mencegah tekanan darah tinggi, dislipidemia, nekrosis jaringan, dan mengurangi risiko aterosklerosis dan kesemutan.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-08-23T092411.809.png

Permasalahan gizi pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah masalah serius yang memerlukan perhatian khusus dalam penanganan dan pemulihan mereka. Gangguan makan, efek samping obat psikotropika, kurangnya pemahaman atau perhatian terhadap kebutuhan gizi individu, dan kurangnya dukungan sosial adalah beberapa faktor yang menyebabkan masalah gizi pada ODGJ. Pasien ODGJ yang diisolasi, dipasung, atau menggelandang cenderung memiliki status gizi yang kurang sampai buruk, sedangkan pasien yang telah menerima terapi obat selama jangka waktu yang lama memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk kelebihan berat badan.

Pada tahun 2023, laporan tahunan instalasi gizi RSMM menunjukkan bahwa 22,5 persen pasien ODGJ yang dirawat di RSJMM Bogor adalah pasien baru yang memiliki riwayat isolasi atau menggelandang. Sementara 19,7 persen pasien ODGJ dengan status gizi berlebih rata-rata memiliki riwayat terapi obat yang lebih lama. Penting untuk diingat bahwa kebutuhan nutrisi setiap ODGJ berbeda, dan pendekatan untuk menangani masalah nutrisi mereka harus holistik dan disesuaikan dengan kebutuhan unik mereka.

Tata laksana diet untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) harus mempertimbangkan sejumlah hal, seperti kondisi kesehatan mental dasar individu, dampak obat psikotropika terhadap nafsu makan, dan kebutuhan nutrisi khusus untuk menghindari atau mengatasi gizi buruk.

 

Prinsip-prinsip Tata Laksana Diet ODGJ

  • Konsultasi dengan Tim Perawatan: Dalam merencanakan diet ODGJ, penting untuk melibatkan tenaga medis, ahli gizi, dan psikiater. Setiap orang ODGJ memiliki kebutuhan yang berbeda yang harus dipertimbangkan.
  • Edukasi dan Pemantauan: Pentingnya diet seimbang dan pemantauan asupan makanan dapat membantu pemulihan gizi yang baik.
  • Menyesuaikan dengan Obat Psikotropika: Efek samping dari beberapa obat psikotropika dapat terjadi pada metabolisme atau nafsu makan, sehingga diet harus diubah untuk mengatasi efek samping ini.
  • Kaya Nutrisi: Pastikan diet Anda kaya akan protein, vitamin, dan mineral penting, seperti vitamin B kompleks dan omega-3, yang dapat membantu kesehatan mental.
  • Mengendalikan Berat Badan: Diet harus dirancang untuk ODGJ yang mengalami masalah berat badan (baik kelebihan atau kekurangan berat badan) untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sehat.

Untuk mendukung pemulihan gizi dan kesehatan secara keseluruhan ODGJ, sangat penting untuk memperhatikan tata laksana diet yang tepat. Kecuali pasien memiliki penyakit tambahan seperti diabetes atau hipertensi, kebutuhan nutrisi ODGJ hampir sama dengan orang normal. Selain memenuhi kebutuhan makronutrien seperti protein, lemak, dan karbohidrat, Anda juga harus memenuhi kebutuhan mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Diit pasien ODGJ unik karena mereka membutuhkan lebih banyak bahan makanan neurotransmitter untuk menstimulasi perbaikan jaringan otak. Untuk pasien ODGJ, sangat disarankan untuk diit dengan sumber makanan tinggi lemak esensial seperti omega 3, triptofan, asam folat, tirosin, histidine, dan kolin. Ikan laut dalam seperti makarel, tuna, dan tongkol, salmon, seafood, biji bijian, dan juga sayuran hijau adalah contohnya.

 

Sumber : Kemenkes


artikel-2024-08-22T093818.709.png

Sensasi suara tanpa sumber eksternal adalah tanda gangguan pendengaran yang dikenal sebagai tinitus. Tinnitus memiliki suara yang berasal dari dalam telinga penderita. Kondisi ini dapat terjadi hanya di satu telinga atau di kedua telinga. Tinnitus adalah masalah pendengaran umum yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari. Sekitar 10-30% populasi mengalami masalah ini, dan 3–4% orang mengunjungi dokter setidaknya sekali dalam hidup mereka. Tinnitus dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti gangguan kardiovaskular, gangguan telinga, cedera kepala, sengatan listrik, barotrauma telinga, dan efek samping dari berbagai obat.

Tinnitus juga dapat diklasifikasikan menjadi tinnitus subjektif, yang dikenal sebagai tinnitus sensorineural, dan tinnitus objektif, yang dikenal sebagai tinnitus somatik. Tinnitus juga dapat berkontribusi terhadap morbiditas, terutama pada orang tua. Mendengar suara tanpa suara eksternal baik itu sinyal listrik atau mekanik-akustik adalah tanda tinnitus. Suara seperti berdenging, berderu, atau berdesis adalah beberapa contoh gejala ini. Suara yang Anda dengar biasanya sangat berbeda. Hingga saat ini, penyebab tinnitus masih belum diketahui. Penanganan tinnitus biasanya bergantung pada pengalaman empiris.

 

Diagnosis Tinnitus

Tinnitus adalah gejala klinis dari penyakit telinga yang memerlukan diagnosis yang tepat untuk menemukan penyebabnya, yang seringkali sulit diidentifikasi. Anamnesis sangat penting untuk mendiagnosis tinnitus dengan benar. Kualitas, kuantitas, lokasi, dan karakteristik bunyi tinnitus, seperti mendenging, mendesis, menderu, berdetak, gemuruh, atau mirip riak air, semuanya harus dicatat. Selain itu, Anda harus menanyakan apakah tinnitus mengganggu atau memburuk pada waktu tertentu, seperti pada malam hari atau siang hari. Anda juga harus menanyakan apakah ada gejala lain yang menyertainya, seperti vertigo, gangguan pendengaran, atau gejala neurologis lainnya.

Selain itu, riwayat apakah tinnitus terjadi pada satu sisi (unilateral) atau kedua sisi (bilateral), dan seberapa besar dampaknya terhadap aktivitas sehari-hari sangat penting. Selama anamnesis, jangka waktu tinnitus juga harus diperhatikan. Jika serangan berlangsung kurang dari satu menit, itu biasanya bukan kondisi patologis dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun, jika berlangsung selama lima menit atau lebih, itu bisa menunjukkan kondisi patologis. Selain itu, sangat penting untuk menanyakan riwayat penggunaan obat sebelumnya, terutama aspirin, usia dan jenis kelamin, karena meskipun tinnitus dapat terjadi pada semua umur, penyebabnya seringkali terkait dengan faktor-faktor ini.

Wanita muda sering mengalami tinnitus yang disebabkan oleh kelainan vaskuler, sementara myoclonus palatal lebih umum pada usia muda dan sering terkait dengan kelainan neurologis. Selain itu, pasien harus diberitahu tentang riwayat cedera kepala sebelumnya, paparan bising, trauma akustik, penggunaan obat ototoksik, infeksi telinga, dan operasi telinga. Selain itu, jika Anda menunjukkan gejala atau tanda gangguan audiovestibuler, seperti kehilangan pendengaran, vertigo, dan gangguan keseimbangan, Anda harus menanyakannya. Pasien diharapkan dapat menjelaskan lokasi suara tinnitus (apakah unilateral, bilateral, atau tidak dapat ditentukan), frekuensi kemunculannya (apakah intermiten atau terus-menerus), dan kualitas suaranya (seperti nada murni, bising, suara berganda, klik, atau meletup-letup).

Tinnitus dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis suara yang dirasakan, seperti angin atau desiran, berdenyut atau berpulsasi, dan intensitas suara yang dirasakan secara subjektif, seperti keras atau lembut. Suara tinnitus dapat tetap, berkurang, atau bahkan meningkat setiap hari, atau dapat dikaitkan dengan gejala penyakit telinga atau masalah sistemik lainnya. Tinnitus subjektif unilateral mungkin menunjukkan neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan tinnitus bilateral lebih sering dikaitkan dengan intoksikasi obat, presbiakusis, trauma akibat kebisingan, dan penyakit sistemik. Tinnitus yang hanya dirasakan di tengah kepala dan tidak dapat dibedakan antara kanan atau kiri adalah tanda gangguan patologis saraf pusat, seperti siringomelia, multiple sclerosis, atau kondisi serebrovaskuler.

Tinnitus dengan nada tinggi (mendenging) biasanya disebabkan oleh gangguan patologis pada bagian basal koklea, saraf pendengar perifer, dan saraf pendengar sentral, sementara tinnitus dengan nada rendah (seperti gemuruh ombak) seringkali terkait dengan penyakit koklea (seperti hidropendolimfatikus). Untuk evaluasi lebih lanjut, pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus dilakukan secara rutin. Selain itu, mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan seperti audiometri nada murni, OAE (Otoacoustic Emission), BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry), dan ENG (Electro Nystagmography).

 

Pengobatan Gejala Tinnitus

Secara umum, pengobatan untuk gejala tinnitus dapat dibagi menjadi empat pendekatan utama:

  • Pendekatan Psikologis: Ini mencakup meyakinkan pasien bahwa tinnitus tidak berbahaya dan mengajarkan mereka teknik untuk merelaksasi setiap hari.
  • Pendekatan Elektrofisiologis: Ini menggunakan alat bantu dengar atau masker tinnitus untuk memberikan stimulus elektroakustik dengan intensitas suara yang lebih tinggi daripada tinnitus itu sendiri.
  • Terapi Medikasi: Penekanan terletak pada peningkatan aliran darah ke koklea dan penggunaan obat-obatan seperti sedative, antidepresan, neurotonik, sedatif, dan vitamin dan mineral.
  • Tindakan Bedah: Jika terdapat tumor akustik neuroma, pembedahan dapat dilakukan.

Agar pasien tidak menjadi lebih takut, penting untuk memberikan penjelasan yang jelas tentang kondisi ini. Obat penenang atau obat tidur dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur akibat tinnitus. Selain itu, beritahu pasien bahwa kondisi ini sulit diobati dan mereka disarankan untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-08-21T134759.714.png

Disebabkan oleh berbagai jenis virus hepatitis, termasuk A, B, C, D, dan E, hepatitis adalah penyakit infeksi yang paling umum yang menyerang hati. Virus hepatitis B adalah virus DNA, sementara yang lainnya adalah virus RNA. Meskipun virus-virus ini memiliki karakteristik molekuler dan antigen yang berbeda, pola perkembangan penyakit mereka sama. Saat ini, hepatitis B masih menjadi masalah kesehatan penting, dengan banyak penderita yang berisiko mengalami sirosis hati atau bahkan kanker. Virus hepatitis B (VHB) adalah bagian dari keluarga hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati yang berkepanjangan. Infeksi ini dapat bersifat akut atau kronis.

Seringkali, gejala hepatitis B hanya ditandai dengan rasa lemas dan sedikit kekuningan pada kulit dan sklera mata. Lebih dari 240 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi VHB kronis, dan komplikasi ini menyebabkan lebih dari 780.000 kematian setiap tahun. Hepatitis B dapat dengan mudah ditularkan kepada setiap orang dari berbagai usia melalui berbagai cara. Hepatitis B dapat menular dengan sedikit darah. Virus Hepatitis B biasanya ditularkan dari ibu ke anak melalui transfusi darah atau penggunaan jarum suntik yang tercemar.

Namun, karena virus Hepatitis B dapat ditemukan dalam berbagai cairan tubuh penderita, berbagai bentuk virus telah ditemukan. Oleh karena itu, penularan horizontal dan vertikal dikenal. Hati menghasilkan protein utama, albumin. Pengaturan tekanan onkotik dan transportasi nutrisi, hormon, asam lemak, dan sisa tubuh adalah tugasnya. Kadar albumin dalam serum dapat turun jika sintesis sel hati terganggu. Lesi hati yang luas dan terus menerus biasanya menyebabkan hiperalbuminemia. Albumin adalah sejenis protein globular berbentuk bulat yang larut dalam larutan asam dan garam encer. Suhu tinggi membuat protein ini mudah berubah bentuk, atau denaturasi.

Banyak makanan, seperti susu, telur, daging, dan enzim dan hormon, mengandung albumin. Protein yang dominan dalam plasma darah adalah albumin, yang sangat penting untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan pasca operasi. Albumin didistribusikan di dalam plasma melalui pembuluh darah dan di luar pembuluh darah di dalam otot, kulit, dan beberapa jaringan lainnya.

 

Faktor yang Mempengaruhi Kadar dan Fungsi Albumin

  • Protein, yang terdiri dari protein dan zat besi, dibuat oleh zat gizi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. Penting untuk memastikan bahwa kita mengonsumsi jumlah protein dan zat gizi esensial lainnya yang cukup, sehingga sel-sel hati dapat memproduksi albumin dalam jumlah yang cukup.
  • Fungsi hati dan ginjal sangat penting untuk tubuh karena keduanya memproduksi albumin dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Hati melakukan tiga fungsi utama: filtrasi, reabsorpsi, dan ekskresi. Jika salah satu fungsi ginjal terganggu, proses sintesis albumin juga bisa terhambat.

 

Sumber: Kemenkes


Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.