“Hospital Management and Administration Workshop” ke-I tahun 1968 yang diadakan di Bandung disadari bersama diantara peserta dan penyelenggara bahwa peningkatan kemampuan di bidang manajemen dan administrasi rumah sakit perlu diupayakan terus menerus.
Sementara itu dikalangan pengelola rumah sakit terutama rumah sakit pemerintah makin dirasakan kurangnya kemampuan manajemen dan administrasi rumah sakit dibandingkan dengan kemajuan yang telah dicapai negara lain, bahwa ilmu pengetahuan tentang manajemen dan administrasi rumah sakit sudah berkembang begitu maju. Pada tahun 1968 Pemerintah DKI Jakarta memulai kerja sama dengan beberapa rumah sakit swasta di Jakarta, untuk lebih mengintensifkan pelayanan kepada masyarakat, baik yang mampu maupun yang tidak mampu, dengan sistem pembiayaan yang mampu membayar yang kurang mampu. Kondisi ini mendorong keinginan untuk berhimpun diantara rumah sakit, baik rumah sakit milik swasta maupun milik pemerintah, sehingga lahirlah Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan (IRSJAM) dengan surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta pada tahun 1973.
Kemudian ditunjang dengan kesepakatan 3 (tiga) rumah sakit pendidikan besar yaitu : RS Dr. Hasan Sadikin Bandung, RS Dr Cipto Mangunkusumo, RS Dr. Soetomo Surabaya untuk menyelenggarakan pertemuan berkala antar pimpinan rumah sakit pendidikan pada tanggal 30 Juni 1974 di RS Dr. Soetomo Surabaya. Dalam pertemuan tersebut juga disepakati terbentuknya Himpunan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (HIRSPI), setelah dibahas lebih lanjut maka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat disahkan tanggal 28 Pebruari 1978 di RS Karyadi Semarang.
Sebagai Pengurus pertama tersusun :
Ketua : Prof. Dr. Rukmono (RS Cipto Mangunkusumo)
Sekretaris : Dr. Soeraryo Darsono (RS Kariadi)
Bendahara : Dr. Zuchradi (RS Hasan Sadikin)
Anggota : Dr. Z. Rasyid (RS Dr. Pirngadi)
Dr. Samsir Daili (RSUP Padang)
Dr. Soejoto Martoatmodjo (RS Dr. Soetomo)
Dr. Winsy Warouw (RS Gunung Wenang)
Pada setiap pertemuan baik resmi maupun tidak resmi selalu dipergunakan pula untuk saling mengisi dengan berkonsultasi tentang perkembangan perumahsakitan di Indonesia. Undangan dari Internasional Hospital Federation Congress di Tokyo, tanggal 24-27 Mei 1977, pada waktu itu Delegasi Indonesia diajak untuk membentuk Asian Hospital Federation, namun delegasi Indonesia tidak dapat berbuat banyak karena wadah internal Indonesia belum ada. Delegasi Indonesia pada waktu itu dapat disebutkan beberapa nama antara lain ;
1. Dr. Amino Gondohutomo (RS Pusat Pertamina)
2. Dr. Soedarso ( RS Pelni Petamburan)
3. Dr. Lukas Hakim (RS Sumber Waras)
4. Dr. R.A. Yusuf (RSPAD Gatot Subroto)
5. Dr. Zuchrardi (RS Hasan Sadikin)
6. Dr. Soeraryo Darsono (RS Dr. Kariadi)
Pemerintahpun menyadari bahwa perlu suatu wadah organisasi perumahsakitan di Indonesia, maka Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dengan surat nomor 751/Yankes/I.0/77 tanggal 19 September 1977 menganjurkan kepada rumah sakit-rumah sakit untuk membentuk suatu wadah organisasi nasional bagi seluruh rumah sakit di Indonesia.Kemudian Kepala Direktorat Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tanggal 7 Januari 1978 mengundang rumah sakit-rumah sakit, dan pada pertemuan tersebut terbentuklah Panitia Lima yang terdiri atas wakil Ikatan Rumah Sakit Propinsi yang telah ada. Panitia Lima ditambah dengan Direktur Rumah Sakit Pendidikan Dokter yang lain menjadi Panitia Pendiri Organisasi Nasional Rumah Sakit Seluruh Indonesia, kemudian pada rapat tangal 4-5 Pebruari 1978 di Bandung, memilih Dr.
Soeraryo Darsono sebagai Ketua Panitia dan menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Akhirnya pada rapat Panitia Pendiri tanggal 9 Maret 1978 di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta tersusunlah calon Pengurus Pusat dan beberapa perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tercantum nama wadah organisasi ini adalah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia disingkat PERSI. Seluruh rancangan beserta perubahannya akhirnya dapat disetujui pada rapat pleno Panitia Pendiri tanggal 11 April 1978, jam 20.00 Wib. Selanjutnya disahkan oleh Notaris pada tanggal 12 April 1978 dan Pengurus Pertama dilantik oleh Bapak
Menteri Kesehatan Republik Indonesia tanggal 15 April 1978.
Dengan berdirinya Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai satu-satunya organisasi perumahsakitan seluruh Indonesia maka HIRSPI melebur ke dalam PERSI, menjadi Departemen Pendidikan PERSI.
Susunan Pengurus PERSI Pertama ini diketuai oleh Dr. Soeraryo Darsono dengan Sekretaris Jenderal Dr. Amino Gondohutomo.
Disamping menyusun kepengurusan dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Panitia Pendiri juga berupaya membentuk cabangcabang PERSI sebagai kelengkapan organisasi. Pada tahun 1979 berhasil dibentuk 14 cabang, masing-masing adalah ;
1. Sulawesi Utara,
2. Kalimantan Timur,
3. Irian Jaya,
4. Bali dan Nusa Tenggara,
5. Jawa Tmur,
6. D.I Yogyakarta,
7. Jawa Barat,
8. Sumatera Barat,
9. Sumatera Utara,
10. DKI Jakarta (IRSJAM),
11. Maluku,
12. Sulawesi Selatan dan Tenggara,
13. Jawa Tengah dan
14. Kalimantan Selatan.
Musyawarah Nasional (Munas) yang kemudian istilah ini diganti menjadi Kongres, yang pertama diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 16-19 November 1980, dihadiri oleh 17 cabang seluruh Indonesia.
Ada (3) tiga komisi yang dibentuk pada waktu itu yaitu :
Komisi I : Membahas mengenai organisasi, utamanya membahas
konsolidasi dan perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
Komisi II : Membahas program PERSI
Komisi III : Membahas kepentingan anggota misalnya mengenai tarif, akreditasi dan penambahan anggota.
Seperti lazimnya maka pada Kongres ke-I ini disahkan Pengurus PERSI hasil Kongres yang dipilih melalui formatur dimana formatur dengan suara terbanyak menjadi Ketua Umum, dan juga pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Dengan segala dedikasi dan kemauan keras dari pengurus dan para anggotanya, akhirnya PERSI dapat melaksanakan konsolidasi dan pengembangan organisasi baik secara nasional maupun internasional. Program-program dibentuk dan dikaji tahun demi tahun serta kerja sama antar instansi dikembangkan sehingga aspirasi PERSI dapat diterima banyak kalangan.
Guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran dengan cakrawala para angggota maka dalam setiap Kongres dan Rapat Kerja PERSI diselenggarakan kegiatan ilmiah, seminar-seminar maupun pelatihanpelatihan, dan dibuka kesempatan untuk dapat mengikuti kegiatan perumahsakitan diluar negeri.
Dengan segala jerih payah yang telah dilaksanakan, PERSI saat ini sudah dapat lebih memantapkan dirinya ; PERSI Cabang sudah ada disetiap propinsi, Sekretariat Tetap telah dipunyai dan sarana komunikasi cukup memadai, serta anggotanya telah mencapai lebih 1000 rumah sakit dari segala jenis kegiatan maupun kepemilikannya.
Untuk kepentingan anggota, PERSI juga mengusulkan dan disetujui oleh Pemerintah/Departemen Kesehatan dulunya suatu Direktorat Khusus Rumah Sakit Swasta kemudian berubah menjadi Direktorat Medik dan Gigi Spesialistik dan saat ini menjadi Direktorat Bina Uapaya Kesehatan Rujukan.
Hasil lain yang dapat dicapai adalah :
Pemasyarakatan cross subsidy sebagai salah satu cara pembiayaan kesehatan. Usulan penjabaran Fungsi Sosial Rumah Sakit.
Tersusunnya Etika Rumah Sakit beserta program implementasinya.
Penyebaran konsep ”hospital without wall” sehingga Rumah Sakit juga dapat menjangkau pelayanan primer.
Peningkatan tingkat kesadaran mutu layanan dan manajemen rumah sakit, utamanya diantara para pengelola rumah sakit.
Pembentukan jalur-jalur penyelesaian perselisihan atau beda penafsiran tentang hal-hal tertentu misalnya soal pajak, tarif, tenaga kerja dan lain-lain.
Ditingkat internasional PERSI juga mulai diperhitungkan antara lain :
PERSI pernah menjabat President Asian Hospital Federation (AHF) oleh Dr. Sumardi Katgopranoto tahun 1988 dan Dr. Adib A. Yahya, MARS tahun 2009.
Kongres Internasional Hospital Federation tahun 1992 di Madrid, tahun 2003 di San Fransisco California – USA, dan tahun 2009 di Rio de Janeiro-Brazil menetapkan Dr. Samsi Jacobalis, Dr. Hermansyur Kartowisastro, dan Dr. Muki Reksoprodjo, SpOG sebagai anggota “Council of Management” IHF.
Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI (saat itu dijabat oleh Dr. Broto Wasisto, MPH) diminta untuk berbicara didepan sidang Pleno Kongres IHF mewakili negara berkembang Dengan para wakil rakyat (Komisi yang membidangi kesehatan di DPR)
PERSI juga sangat akrab, diundang untuk melakukan dengar pendapat umum antar DPR R.I dengan PERSI termasuk pada waktu pembahasan tentang UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan, UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan pembahasan lain yang berkaitan dengan perumahsakitan.
Pada tahun 1988 Ketua PERSI Dr. Padmo Hoedojo, MHA diangkat menjadi anggota MPR R.I mewakili PERSI. Mengingat bahwa Pemerintah Republik Indonesia menganut sistem terbuka dan global maka PERSI tidak ada pilihan lain kecuali juga harus mewakili visi global pula (APEC, GATT, GATS, WTO) hal ini tidak lain adalah upaya peningkatan mutu, baik layanan maupun sumber daya manusia. Namun demikian tantangan secara nasional masih cukup banyak, bagaimana agar pemerataan pelayanan rumah sakit dapat dicapai, bagaimana sistem pembiayaan yang baik dapat direalisasikan, bagaimana agar program-program pengembangan rumah sakit dapat sinkron dengan program disiplin lain, semua itu masih memerlukan waktu, dedikasi dan tenaga yang tidak sedikit, belum lagi masalah teknologi dan mobilitas penduduk yang semakin meningkat.
Bencana alam tsunami yang melanda Aceh dan Nias –Sumatera Utara, PERSI juga berperan mengorganisasi bantuan obat-obatan, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan juga rumah sakit sebagai rujukan. Demikianlah keberadaan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sejak berdirinya sampai dengan sekarang ini.