Deprecated: Required parameter $sticky_arr follows optional parameter $post_type in /home/yarsisid/persijatim.id/wp-content/themes/medicare/functions.php on line 1063

Deprecated: Required parameter $post_id follows optional parameter $post_type in /home/yarsisid/persijatim.id/wp-content/themes/medicare/functions.php on line 1107

Deprecated: Required parameter $post_author follows optional parameter $post_type in /home/yarsisid/persijatim.id/wp-content/themes/medicare/functions.php on line 1107
Admin PERSI JATIM faradilla – PERSI JATIM
artikel-2025-01-10T151014.005.png

Ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih atau cokelat pada enamel gigi, fluorosis adalah kondisi yang memengaruhi kesehatan gigi yang disebabkan oleh paparan fluorida yang berlebihan selama masa perkembangan gigi permanen, yang biasanya terjadi pada anak-anak di bawah usia delapan tahun. Meskipun kondisi ini tidak menimbulkan bahaya kesehatan yang signifikan, dampaknya pada estetika gigi dapat berdampak pada rasa percaya diri seseorang. Artikel ini akan membahas gejala fluorosis, penyebabnya, cara mencegahnya, dan pengobatannya.

 

Gejala dari Fluorosis

Perubahan warna pada permukaan gigi adalah tanda fluorosis. Pada tahap awal kondisi, gigi mungkin memiliki bintik-bintik kecil putih yang hampir tidak terlihat. Pada tahap yang lebih parah, bintik-bintik tersebut dapat berubah menjadi bercak cokelat muda atau tua yang lebih mencolok dan menutupi sebagian besar gigi. Dalam kasus yang sangat parah, enamel gigi bahkan dapat mengalami kerusakan yang lebih serius, seperti cekungan atau lubang kecil.

Fluorosis dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat keparahannya:

  • Fluorosis sangat ringan pada tahap ini: kurang dari 25% permukaan gigi tertutup oleh beberapa bintik putih kecil.
  • Hingga 50% permukaan gigi terdiri dari bintik putih, yang dikenal sebagai fluorosis ringan.
  • Fluorosis sedang didefinisikan sebagai bintik putih atau bercak cokelat yang menutupi lebih dari setengah permukaan gigi.
  • Fluorosis parah: Dengan munculnya cekungan atau lubang kecil di enamel, hampir seluruh permukaan gigi mengalami perubahan warna.

 

Faktor Penyebab Fluorosis

Terpapar fluorida berlebihan, terutama pada anak-anak, dapat menyebabkan fluorosis. Fluorida adalah mineral yang biasa ditemukan dalam air dan beberapa makanan, serta dalam produk kesehatan gigi seperti pasta gigi dan air minum yang ditambahkan fluorida. Meskipun fluorida membantu mencegah kerusakan gigi, paparan berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.

Beberapa sumber utama eksponensi terhadap fluorida adalah:

  • Air minum berfluorida: Di banyak tempat, fluorida ditambahkan ke dalam air minum untuk mencegah kerusakan gigi. Namun, paparan fluorida yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.
  • Pasta gigi berfluorida: Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak mereka tidak menelan pasta gigi saat mereka menggosok gigi karena dapat menyebabkan paparan fluorida yang berlebihan.
  • Suplemen fluorida: Jika anak-anak sudah mendapatkan cukup fluorida dari air minum dan pasta gigi, suplemen fluorida dapat meningkatkan risiko fluorosis.

 

Diagnosis Fluorosis

Pemeriksaan gigi rutin oleh dokter gigi biasanya memungkinkan diagnosis fluorosis. Dokter akan memeriksa perubahan warna pada gigi dan menentukan tingkat keparahan penyakit berdasarkan pola bercak atau bintik yang terlihat. Orang tua harus mengawasi kesehatan gigi anak-anak mereka secara teratur, terutama jika mereka tinggal di daerah di mana air minum mereka mengandung banyak fluorida.

Mencegah Fluorosis

Salah satu cara untuk mencegah fluorosis adalah dengan mengontrol jumlah fluorida yang dikonsumsi oleh anak-anak selama masa perkembangan gigi mereka. Beberapa cara untuk menghindari hal ini termasuk:

  • Menggunakan pasta gigi dengan benar: Orang tua harus memantau anak-anak mereka saat mereka menggosok gigi untuk memastikan mereka menggunakan jumlah pasta gigi yang tepat (seukuran biji jagung) dan tidak menelan pasta gigi saat menggosok gigi.
  • Memantau kadar fluorida dalam air minum di rumah: Orang tua dapat mempertimbangkan untuk menggunakan air botolan rendah fluorida atau memasang sistem penyaringan air untuk mengurangi jumlah fluorida yang terpapar pada anak-anak jika air minum di rumah mengandung banyak fluorida.
  • Menghindari mengonsumsi suplemen fluorida yang tidak diperlukan: Untuk menghindari paparan yang berlebihan, suplemen fluorida harus diberikan hanya atas rekomendasi dokter gigi atau dokter anak.

 

Mengatasi Fluorosis

Karena bintik-bintik putih pada gigi seringkali tidak terlihat dengan jelas, fluorosis ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus. Namun, dalam kasus yang lebih parah, di mana perubahan warna gigi cukup mencolok, perawatan kosmetik dapat dilakukan untuk memperbaiki penampilan gigi.

  • Pemutih gigi: Pemutih gigi memutihkan enamel gigi dan membantu menyamarkan noda akibat fluorosis ringan.
  • Bonding gigi: Dokter gigi mungkin menyarankan prosedur bonding gigi untuk menutupi noda gigi dengan resin komposit yang memiliki warna yang mirip dengan gigi asli dalam kasus fluorosis sedang.
  • Veneer atau mahkota gigi: Dokter gigi dapat merekomendasikan pemasangan veneer atau mahkota gigi untuk menutupi kerusakan enamel yang lebih luas pada kasus fluorosis yang lebih parah.

 

Kesimpulan

Paparan fluorida yang berlebihan selama perkembangan gigi menyebabkan kondisi yang disebut fluorosis. Meskipun tidak berbahaya dari segi medis, perubahan warna yang disebabkannya dapat memengaruhi penampilan gigi dan rasa percaya diri seseorang. Mengurangi paparan fluorida, terutama pada anak-anak, dapat dicegah dengan memantau penggunaan pasta gigi yang tepat, menjaga tingkat fluorida dalam air minum, dan menghindari suplemen fluorida yang tidak diperlukan. Perawatan kosmetik seperti pemutihan gigi, bonding, atau veneer dapat membantu mengatasi efek estetika yang ditimbulkan jika fluorosis terjadi.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2025-01-09T165055.914.png

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kondisi patologis yang disebabkan oleh HIV, yang menyebabkan berbagai infeksi yang dimulai pada tahap yang tidak menunjukkan gejala. Terlepas dari fakta bahwa HIV/AIDS (ODHA) telah menjadi masalah kesehatan global, stigma terhadap mereka masih ada di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan bahwa HIV/AIDS sering dikaitkan dengan tindakan atau kebiasaan yang dianggap tidak sehat atau bertentangan dengan norma sosial yang berlaku. Memberikan label negatif terhadap individu atau kelompok dengan tujuan memisahkan mereka dari masyarakat dan menciptakan pandangan negatif dikenal sebagai Stigma.

buruk Stigma biasanya disebabkan oleh keyakinan bahwa ODHA adalah musuh, pembawa penyakit, atau orang yang memalukan yang melanggar norma agama atau sosial. Stigma terhadap ODHA dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti keyakinan bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang mematikan, bahwa mereka adalah hasil dari perilaku menyimpang, kotor, tidak bertanggung jawab, atau bahkan sengaja menyebarkan penyakit mereka kepada orang lain. Selain itu, stigma disebabkan oleh pengetahuan yang tidak akurat tentang bagaimana HIV/AIDS menyebar. Ketidaktahuan atau kesalahpahaman masyarakat tentang HIV/AIDS membuat stigma semakin kuat. Semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang tentang HIV/AIDS, semakin besar kemungkinan mereka memberikan stigma terhadap ODHA. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang HIV/AIDS cenderung memiliki stigma yang lebih rendah terhadap ODHA. Persepsi yang tidak positif muncul di masyarakat.

Banyak ODHA takut akan stigma dan memilih untuk menyembunyikan identitas mereka dan bahkan menghindari pengobatan. Stigma memiliki konsekuensi yang sangat merugikan, seperti pengucilan sosial, pemecatan dari pekerjaan, dan kekerasan fisik atau psikologis. Stigma juga menyebabkan penderitaan emosional, psikologis, spiritual, dan sosial yang mendalam, yang tidak hanya berdampak pada ODHA tetapi juga pada keluarga mereka. Stigma bahkan dapat menghalangi akses ODHA ke layanan kesehatan, dukungan sosial, pendidikan, dan bahkan mengurangi rasa aman mereka dalam hidup.

Mitos dan Fakta Seputar HIV/AIDS yang Harus Dipahami

Mitos : HIV dan AIDS adalah Penyakit yang Sama

Banyak orang terus berpikir bahwa HIV dan AIDS adalah penyakit yang sama, meskipun sebenarnya keduanya berbeda. Salah satu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sementara itu, AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah komplikasi yang muncul jika HIV tidak ditangani dengan benar. Penurunan daya tahan tubuh yang signifikan, yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang lebih parah, adalah tanda AIDS.

Mitos : HIV/AIDS Dapat Menular Lewat Berjabat Tangan atau Bersin.

HIV tidak dapat menular melalui percikan cairan tubuh saat seseorang bersin, keringat, menggunakan kolam renang, toilet umum, atau berbagi alat makan, gigitan nyamuk, maupun luka terbuka. Virus ini hanya dapat menyebar melalui pertukaran cairan tubuh tertentu, seperti darah, air mani, cairan vagina, dan ASI. Dengan demikian, Anda tidak perlu khawatir untuk bersentuhan kulit, berjabat tangan, berpelukan, berbagi peralatan makan dan minum, atau berada di lingkungan yang sama dengan penderita HIV/AIDS.

Mitos : Seks Oral Tidak Menyebarkan Virus HIV

Banyak orang berpikir bahwa HIV tidak bisa menular melalui seks oral karena pertukaran cairan tubuh selama hubungan seks anal atau vaginal. Meskipun benar bahwa risiko penularan melalui seks oral lebih rendah dibandingkan dengan seks anal atau vaginal, risiko penularan HIV tetap ada, terutama jika ada kondisi seperti sariawan di mulut atau luka di alat kelamin. Tidak hanya pasangan homoseksual, Pekerja Seks Komersial (PSK), dan pengguna narkoba suntik yang berisiko tinggi tertular HIV, tetapi pasangan heteroseksual juga berisiko tinggi, terutama jika mereka bergonta-ganti pasangan tanpa menggunakan pelindung.

Mitos : Penderita HIV Pasti Mengalami AIDS

Ketahuilah bahwa tidak semua orang yang terinfeksi HIV akan mengembangkan AIDS. Meskipun hingga saat ini belum ada obat yang dapat menghilangkan virus HIV secara total, penderita HIV dapat menggunakan obat antiretroviral untuk menghambat perkembangannya. Jika penderita HIV menjalani pengobatan secara teratur, kemungkinan besar kadar virus dalam tubuhnya akan turun hingga tidak terdeteksi. Kondisi ini dapat membantu mencegah perkembangan AIDS atau komplikasi HIV lainnya.

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda atau perubahan fisik yang mencolok, dan gejala awal mereka bisa mirip dengan penyakit lain, seperti kelelahan atau demam. Ini adalah salah satu mitos yang sering beredar di masyarakat bahwa penderita HIV/AIDS dapat dikenali melalui penampilan fisik mereka.

Mitos : Penderita HIV Tidak Bisa Memiliki Keturunan

Penderita HIV tetap memiliki kemungkinan untuk memiliki anak dengan menjalani pengobatan secara teratur dan menjaga kadar virus HIV dalam tubuh tetap rendah. Pria dengan load virus yang rendah memiliki risiko penularan virus yang lebih kecil kepada pasangan dan anak mereka. Begitu juga dengan wanita yang terinfeksi HIV, mengonsumsi obat antiretroviral secara teratur dapat mengurangi risiko penularan virus dari ibu kepada janin yang dikandungnya.

Mitos: Tidak Perlu Menggunakan Kondom jika Kedua Pasangan Positif HIV Hal ini penting untuk mencegah penyebaran virus HIV yang berbeda atau yang sudah tidak dapat diobati dengan pengobatan antiretroviral. Ini adalah beberapa mitos dan fakta tentang HIV/AIDS yang penting untuk dipahami oleh setiap orang. Dengan memahami perbedaan antara fakta dan mitos, Anda tidak akan merasa khawatir untuk hidup berdampingan dengan orang yang menderita HIV/AIDS.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2025-01-09T164145.737.png

Pola makan sangat penting untuk sistem kekebalan tubuh pasien HIV/AIDS karena mereka membutuhkan jumlah makronutrien dan mikronutrien yang cukup. Diet yang kurang variatif dapat berdampak buruk pada kesehatan, kesejahteraan, dan perkembangan seseorang, terutama dengan mengurangi kemampuan fisik, sosial, kognitif, reproduksi, dan imunologi.

Keanekaragaman makanan bersama dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada orang yang terinfeksi HIV akan sangat berpengaruh pada kualitas perawatan gizi dan konseling yang diberikan oleh tenaga medis, yang akan membantu pasien memperbaiki kualitas hidup mereka dan meningkatkan kapasitas fisik dan sosial mereka.

Karena orang dengan HIV/AIDS juga harus menghadapi infeksi oportunistik, efek buruk gizi pada mereka menjadi semakin penting. Dengan nutrisi yang baik, penyakit dapat berkembang lebih lambat. Intervensi gizi dapat memaksimalkan manfaat dari obat antiretroviral dan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan.

 

Pola Makan Pasien HIV/AIDS

  • Kondisi gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan mereka yang dikenal sebagai pola makan. Tubuh dapat mencapai status gizi yang ideal dengan mengonsumsi makanan yang tepat, baik dari segi jumlah, kualitas, maupun jenisnya, untuk memenuhi kebutuhan berbagai zat gizinya.
  • Selain itu, sangat umum untuk menambahkan garam ke makanan yang dimasak. Akibatnya, tidak hanya obesitas yang meningkat, tetapi juga risiko diabetes tipe 2, karies, dan penyakit jantung. Remaja yang tinggal di panti asuhan mengonsumsi daging dan kacang yang lebih sedikit dan buah yang lebih banyak daripada remaja yang tinggal bersama keluarga mereka, sehingga faktor tempat tinggal juga berpengaruh.
  • Prinsip pola makan sehat menyarankan orang dewasa untuk mengonsumsi dua gelas besar susu setiap hari atau minuman susu fermentasi sebagai penggantinya. Selain itu, ada bukti bahwa penderita HIV memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah tulang, seperti osteopenia, dengan risiko 22%–77%.
  • Mengonsumsi makanan bergizi yang sehat tidak hanya mempengaruhi kesehatan mereka, tetapi juga kualitas hidup mereka. Ini dapat membantu mengurangi risiko kekurangan gizi yang signifikan dan kekurangan mineral dan vitamin karena sifat imunostimulasinya.
  • Pola makan seseorang yang menderita HIV/AIDS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan mereka. Pola makan yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh akibat infeksi HIV dapat menyebabkan kekurangan gizi jangka panjang, sementara stadium AIDS akan mengurangi daya tahan tubuh secara signifikan terhadap infeksi lain.
  • Pola makan yang kurang bervariasi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan, kesejahteraan, dan perkembangan seseorang, terutama dengan mengurangi kemampuan fisik, sosial, kognitif, reproduksi, dan sistem imun. Pola makan sangat penting untuk sistem kekebalan tubuh penderita HIV/AIDS karena kecukupan makronutrien dan mikronutrien sangat penting untuk menjaga fungsi tubuh yang normal.

 

Kesimpulan

Untuk mendukung sistem kekebalan tubuh remaja dan dewasa yang menderita HIV/AIDS, sangat penting untuk mematuhi pola makan yang sehat dan kaya nutrisi. Kecukupan makronutrien dan mikronutrien membantu memperlambat perkembangan penyakit, meningkatkan efektivitas obat antiretroviral, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Diet yang tidak sehat dan tidak bervariasi dapat memperburuk kondisi kesehatan, menurunkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan risiko kekurangan gizi dan komplikasi kesehatan lainnya. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien HIV/AIDS dapat dicapai dengan mengonsumsi makanan kaya nutrisi seperti susu, daging, kacang-kacangan, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Selain itu, kesehatan fisik, sosial, dan kognitif pasien dibantu oleh pola makan yang seimbang. Untuk mempertahankan kesehatan jangka panjang dan meningkatkan kapasitas fisik, sosial, dan daya tahan tubuh, orang harus makan makanan yang sehat dan mendapatkan konseling gizi yang baik dari profesional medis.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-1.png

Mereka yang terinfeksi HIV/AIDS menghadapi berbagai masalah yang signifikan, termasuk masalah fisik, sosial, finansial, dan emosional. Penurunan daya tahan tubuh secara bertahap menyebabkan masalah fisik, yang membuat orang dengan HIV/AIDS (ODHA) lebih rentan terhadap berbagai penyakit, terutama infeksi dan penyakit ganas seperti TBC, Pneumonia, Herpes Simpleks, Diare Kronis, Hepatitis, dan infeksi/kelainan neurologi yang dikenal sebagai infeksi oportunistik. Rumah sakit seringkali hanya memberikan perawatan pada bagian fisik pasien HIV/AIDS. Namun, stigmatisasi penyakit ini menyebabkan mereka menghadapi tantangan sosial selain masalah fisik.

Stigma ini muncul karena HIV/AIDS sering dikaitkan dengan perilaku yang dianggap tidak etis, seperti seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan hubungan sesama jenis (homoseksual), yang menyebabkan pasien dianggap layak dihukum karena perilaku tersebut. Untuk membantu pasien HIV-AIDS meningkatkan kemampuan dan kualitas hidup mereka, teori self care disarankan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Penanganan yang tidak tepat terhadap pasien HIV/AIDS dapat menyebabkan penurunan fungsi tubuh mereka, gangguan interaksi sosial karena stigma negatif, depresi, dan rasa putus asa.

 

Model Perawatan Diri untuk Surviver HIV/AIDS

Perawatan diri adalah serangkaian tindakan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk mempertahankan hidup, mempertahankan kesehatan, mengembangkan diri, dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Sementara itu, pendekatan spiritual, seperti berdoa atau berzikir, dan mencoba mengurangi stres adalah kunci dalam manajemen koping penyintas. Kesehatan fisik dan mental penyintas HIV/AIDS dapat ditingkatkan melalui perawatan diri yang tepat.

  • Mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang adalah salah satu cara penyintas HIV/AIDS merawat diri di rumah singgah. Makanan yang mengandung keseimbangan makronutrisi dan mikronutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh. mikronutrisi seperti vitamin dan mineral.
  • Salah satu bentuk perawatan diri yang dilakukan oleh para penyintas HIV/AIDS adalah ketahanan dalam mengonsumsi obat. Mengonsumsi obat ARV secara teratur dapat menurunkan jumlah virus HIV dalam tubuh, dan penurunan jumlah virus tersebut dalam jangka panjang dapat membantu memperbaiki dan menjaga sistem kekebalan tubuh agar tetap berfungsi dengan baik.
  • Salah satu langkah yang diambil oleh penyintas HIV/AIDS di rumah singgah untuk tetap menjalani aktivitas dan kehidupan dengan baik meskipun memiliki status ODHA adalah istirahat yang cukup dan tidur yang cukup. Terbukti bahwa tidur yang cukup membantu tubuh tetap sehat dan bekerja dengan baik. Tidur yang cukup juga membantu sistem kekebalan tubuh, karena tidur yang cukup membantu pelepasan sitokin dan protein multifaset, yang membantu sistem kekebalan tubuh menanggapi antigen dengan lebih cepat.

 

Model Kebutuhan Perawatan Diri Terapeutik (juga dikenal sebagai Kebutuhan Perawatan Diri Terapeutik) ada Survivor HIV

Untuk memenuhi semua kebutuhan perawatan individu dengan menggunakan metode tertentu dan mengontrol atau mengelola faktor-faktor yang diperlukan untuk memastikan kecukupan udara, air, dan makanan, kebutuhan perawatan diri terapeutik juga mencakup penerimaan pasien HIV oleh tenaga kesehatan.

  • Penurunan kondisi fisik yang disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh defisiensi imun merupakan bagian dari perawatan yang diperlukan bagi pasien HIV. Penurunan berat badan, diare, mual, muntah, ruam pada kulit, infeksi yang meluas, dan penurunan kesadaran yang dapat menyebabkan kematian adalah beberapa sindrom fisik yang dapat muncul. Untuk menghindari keluhan tersebut, gejala harus mendapat perawatan yang tepat dan pengendalian yang baik atas penggunaan obat antiretroviral (ARV).
  • Perawatan pasien HIV adalah komponen penting dalam menjaga kondisi mereka tetap baik dan memperpanjang harapan hidup mereka. Perawatan ini mencakup perawatan fisik, dukungan emosional dari tenaga medis, pemberian edukasi tentang perawatan, dan mendorong pasien HIV untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

 

Survivor HIV memiliki Model Sistem Dukungan (Self Care Agency)

Salah satu bagian dari layanan kesehatan adalah keperawatan, yang bertujuan untuk memberikan perawatan langsung kepada individu yang memerlukan perawatan karena masalah kesehatan atau kebutuhan perawatan yang bersifat alami. Keperawatan juga mencakup aspek sosial dan interaksi interpersonal dengan individu yang membutuhkan bantuan dalam perawatan terkait dengan kegagalan mereka untuk merawat diri sendiri.

  • Untuk mengatasi kekurangan perawatan diri pada pasien HIV, diperlukan agen perawatan diri, yaitu kemampuan kompleks individu untuk memahami dan memenuhi kebutuhan dirinya yang bertujuan untuk menjalankan fungsi dan perkembangan. Model dukungan bagi penyintas HIV mencakup dukungan dari teman atau sesama penderita HIV, keluarga, dan tenaga kesehatan yang memberikan perawatan.
  • Stigma yang ada dapat memperburuk keadaan pasien HIV dalam lingkungan sosial, sehingga sangat penting untuk mendapatkan dukungan dari teman sebaya, keluarga, dan orang-orang di sekitar pasien untuk menjaga kondisi mereka. Dukungan dari teman sebaya dan keluarga dapat meningkatkan kondisi emosional pasien dan meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam melakukan aktivitas sehari-hari, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada kualitas hidup pasien.
  • Stigma saat ini dapat memperburuk kondisi pasien HIV di lingkungan sosial, sehingga sangat penting untuk mendapatkan dukungan dari teman sebaya, keluarga, dan orang-orang di sekitar pasien untuk menjaga kesejahteraan mereka. Bantuan dari teman sebaya dan keluarga dapat meningkatkan kondisi emosional pasien dan meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya berdampak positif pada kualitas hidup pasien.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2025-01-07T092429.119.png

Penyakit paru obstruktif kronik yang dikenal sebagai emfisema melibatkan kerusakan pada kantong udara (alveoli) paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik. Emfisema menyerang parenkim paru. Alveoli pasien emfisema rusak.

Seseorang yang menderita emfisema akan mengalami kesulitan bernapas karena alveoli berfungsi sebagai tempat pertukaran gas pernapasan. Salah satu jenis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang paling umum adalah infeksi. Seiring waktu, penyakit epilepsi akan memburuk. Alveolus yang rusak tidak dapat dipulihkan, meskipun ada metode untuk menghentikan perkembangan emfisema.

 

Penyebab

Penyebab utama emfisema adalah paparan zat yang dapat mengiritasi paru-paru dalam jangka panjang, seperti :

  • Asap rokok
  • Polusi udara
  • Debu bahan kimia yang ditemukan di lingkungan

 

Gejala

  • Sesak napas, terutama saat bergerak
  • Nafas pendek, terutama saat bergerak ringan
  • Batuk dan dahak yang terus-menerus
  • Nyeri atau sesak di dada
  • Nafsu makan menurun
  • Penurunan berat badan
  • Kelelahan

 

Faktor Risiko

  • Merokok atau sering terpapar asap rokok atau perokok pasif
  • Menetap atau bekerja di lingkungan yang mudah terpapar polusi udara, seperti lingkungan industri atau pabrik
  • Berusia 40 tahun ke atas
  • Memiliki riwayat keluarga dengan defisiensi alfa-1 antitripsin atau penyakit paru obstruktif (PPOK).

 

Komplikasi

  • Pneumonia
  • Pneumothorax

 

Pemeriksaan

  • Pemeriksaan fisik
  • Elektrokardiografi
  • Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
  • Pemeriksaan CXR
  • CT Scan Toraks

 

Penanganan

  • Pengobatan
  • Terapi

 

Mengikuti Program Fisioterapi

Breathing Exercise

  • Pasien diposisikan dengan nyaman, baik dalam posisi tidur atau duduk.
  • Diminta untuk menarik dan menghembuskan nafas serileks mungkin.
  • Latihan diulangi empat hingga enam kali (semampu pasien).
  • Pasien diminta untuk mengulangi latihan ini sendiri.

Chest Fisioterapi

  • Latihan batuk yang efektif
  • Drainase postur
  • Perkusi

Chest mobilization

  • Streching otot yang mengalami spasme
  • Menerapkan pola hidup sehat
  • Berhenti merokok
  • Menghindari polusi udara dan asap rokok
  • Makan makanan yang sehat
  • Berolahraga secara teratur

 

Pencegahan

  • Berhenti merokok
  • Berusaha menghindari asap rokok
  • Hindari polusi udara
  • Gunakan masker untuk mengurangi paparan zat di udara yang dapat menyebabkan iritasi paru-paru.

 

Kesimpulan

Namun, infeksi kronis yang serius ini dapat dikelola dengan pengobatan, terapi, dan perubahan gaya hidup. Langkah terbaik untuk mengurangi risiko adalah pencegahan, terutama dengan menghindari paparan zat yang dapat merusak paru-paru.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2025-01-06T144102.134.png

Masalah gigi anak yang terlambat tumbuh sangat umum, terutama selama masa pertumbuhan balita. Kondisi ini dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti gen, nutrisi buruk, atau masalah kesehatan lainnya. Untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan gigi yang optimal, strategi preventif, kuratif, dan promotif harus diterapkan secara menyeluruh dalam penanganannya. Dalam artikel ini, ketiga pendekatan ini dibahas dengan merujuk pada penelitian yang dilakukan di Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

 

Aspek Promotif

Salah satu elemen promotif yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melihat pertumbuhan gigi anak sejak dini. Studi Singapura oleh Lee et al. (2021) menemukan bahwa kesadaran orang tua tentang nutrisi yang mendukung pertumbuhan gigi meningkat dengan program pendidikan ibu dan anak. Diketahui bahwa nutrisi seperti kalsium, fosfor, vitamin D, dan protein sangat penting untuk pembentukan dan erupsi gigi yang sehat.

Beberapa klinik kesehatan dan sekolah di Malaysia memiliki program promosi kesehatan gigi berbasis masyarakat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aziz et al. (2020), mempelajari tanda-tanda keterlambatan tumbuhnya gigi dan pentingnya berkonsultasi dengan profesional kesehatan dapat membantu mendeteksi kondisi ini lebih awal. Di Indonesia, posyandu dan puskesmas mempromosikan kesehatan gigi anak dengan memberikan informasi tentang hal-hal penting yang memengaruhi pertumbuhan gigi, seperti pola makan dan kebersihan mulut anak (Sulastri et al., 2020).

 

Aspek Preventif

Metode pencegahan digunakan untuk mengurangi kemungkinan masalah gigi tumbuh yang lebih serius. Pertama-tama, pencegahan dimulai dengan memantau pola makan dan memastikan bahwa Anda menerima jumlah nutrisi yang cukup. Penelitian di Singapura oleh Wong dan Tan (2022) menemukan bahwa program pemeriksaan nutrisi untuk anak-anak usia dini dapat membantu mencegah masalah keterlambatan pertumbuhan gigi.

Malaysia menggunakan strategi pencegahan dengan melakukan pemeriksaan rutin di pusat kesehatan ibu dan anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kamaluddin et al. (2019), kunjungan rutin ke dokter gigi dapat memantau pertumbuhan gigi anak dan memberikan rekomendasi nutrisi yang berguna untuk mengurangi prevalensi keterlambatan erupsi gigi. Di Indonesia, program pemerintah seperti kunjungan gigi rutin di Puskesmas membantu mendeteksi dan mencegah komplikasi pada anak-anak yang mengalami keterlambatan pertumbuhan gigi (Prasetyo et al., 2019).

 

Aspek Kuratif

Perawatan kuratif diperlukan untuk mengatasi keterlambatan pertumbuhan gigi. Di Singapura, tindakan kuratif mencakup pemeriksaan gigi spesialis yang menyeluruh dan intervensi yang diperlukan, seperti suplementasi dan terapi ortodonti dini (Ng et al., 2021).

Di Malaysia, klinik kesehatan gigi umum menawarkan layanan kuratif seperti evaluasi radiografi untuk memantau kondisi pertumbuhan gigi yang terlambat pada anak-anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hassan et al. (2020), intervensi cepat dapat membantu mencegah masalah yang lebih serius seperti maloklusi atau gangguan pertumbuhan rahang. Pendekatan kuratif digunakan di Puskesmas dan rumah sakit di Indonesia melalui pemeriksaan dan perawatan menyeluruh, yang mencakup pengobatan jika ada kelainan atau gangguan yang menghambat pertumbuhan gigi (Rahmawati et al., 2019).

Untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan perawatan yang tepat dan pertumbuhan gigi yang optimal, kolaborasi antara orang tua, petugas kesehatan, dan pemerintah diperlukan untuk mengatasi keterlambatan tumbuhnya gigi pada anak.

 

Sumber: Kemenkes


artikel.png

Penyakit jantung kongenital (PJK), juga dikenal sebagai penyakit jantung bawaan, adalah kondisi jantung yang dibawa dari lahir yang berdampak pada aliran darah dalam tubuh pasien. Penyakit jantung kongenital (PJK) disebabkan oleh gangguan atau kegagalan dalam perkembangan jantung selama tahap awal perkembangan janin. Jantung dapat menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terhambat, terhambat, atau bahkan benar-benar tersumbat.

Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks yang dihasilkan dari interaksi kematangan sistem saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya disebut perkembangan. Berbagai faktor, termasuk faktor internal, prenatal, persalinan, dan pasca persalinan, memengaruhi kualitas perkembangan anak. Kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bicara dapat dipengaruhi oleh gangguan perkembangan.

 

Faktor Risiko

Faktor risiko Penyakit Jantung Kongenital (PJK) ini dibagi menjadi 2 (dua) faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan :

  • Adanya riwayat penyakit dalam keluarga dan kelainan kromosom (Trisomy 21, Trisomy 13 dan Trysomy 18) adalah dua contoh kelainan kromosom yang sering menyebabkan faktor genetik.
  • Faktor lingkungan termasuk virus Rubella pada trimester pertama (sering didapatkan kelainan seperti VSD, PDA, Stenosis Artery Pulmonary, dan Stenosis Pulmonary Vulvular), penggunaan obat-obatan teratogenik selama kehamilan yang dapat merusak embrio, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.

 

Tanda dan Gejala

  • Sesak nafas, kebiruan pada kulit.
  • Sianosis pada bibir dan kuku jari tangan (juga dikenal sebagai sianosis.
  • Serta gangguan pertumbuhan.
  • Penurunan toleransi terhadap Latihan.
  • Frekuensi infeksi saluran napas berulang.
  • Bising jantung dapat menjadi tanda awal kelainan jantung pada bayi atau anak.

 

Klasifikasi Penyakit Jantung Kongenital (PJK)

  • Penyakit jantung bawaan, juga dikenal sebagai PJB Asianotik, adalah penyakit jantung yang tidak mempengaruhi kadar oksigen dalam tubuh. Kadar oksigen dalam tubuh tidak menurun, sehingga kebiruan tidak terlihat. PJB Asianotik terdiri dari satu jenis dengan pirau dan satu jenis tanpa pirau, di mana pirau berarti celah atau lubang.
  • Penyakit jantung bawaan yang dikenal sebagai PJB Sianotik mempengaruhi kadar oksigen dalam tubuh, sehingga kebiruan pada kulit, bibir, dan kuku terjadi apabila darah kekurangan oksigen.

 

Pemeriksaan

  • Pemeriksaan fisik oleh dokter termasuk inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
  • Pemeriksaan tekanan napas.
  • Elektrokardiografi (EKG).
  • Foto rontgen dada.
  • Ekokardiografi.

 

Penanganan

  • Obat: Obat-obatan dimaksudkan untuk memperbaiki perubahan hemodinamik dan dianggap sebagai terapi sementara sebelum tindakan definitif.
  • Kateterisasi jantung adalah prosedur yang dapat digunakan untuk memperbaiki lubang jantung atau ruang yang menyempit. Prosedur yang dikenal sebagai kateterisasi jantung melibatkan penempatan satu atau lebih kateter ke dalam pembuluh darah, dan alat kecil dimasukkan ke jantung untuk memperbaiki penyakit.
  • Operasi Jantung adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi gangguan jantung yang tidak dapat diperbaiki oleh pengobatan medik dan supotif.

 

Komplikasi

  • Sindrom Eisenmenger adalah komplikasi yang terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah yang meningkat ke paru-paru. Akibatnya, pembuluh kapiler paru-paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya, menyebabkan tekanan di arteri paru-paru dan ventrikel kanan meningkat.
  • Serangan Sianotik: PJB Sianotik dapat mengalami komplikasi ini. Saat serangan anak menjadi lebih buruk dari sebelumnya, mereka tampak sesak dan bahkan bisa kejang. Ada kemungkinan kematian jika tidak ditangani segera.
  • Abses otak: Abses otak biasanya terjadi pada PJB Sianotik dan biasanya terjadi pada anak yang berusia di atas dua tahun. Hipoksia dan aliran darah yang melambat ke otak menyebabkan kelainan ini. Anak-anak memiliki kejang dan kekurangan neurologis.

 

Pencegahan

  • Periksa kehamilan secara teratur.
  • Mengurangi kemungkinan terkena infeksi virus.
  • Hanya mengonsumsi obat sesuai resep dokter.

 

Kesimpulan

Penyakit jantung kongenital adalah penyakit yang membutuhkan penanganan medis sejak dini. Perawatan kehamilan yang baik dan pemeriksaan teratur dapat membantu mengurangi risiko terkena penyakit ini.


artikel-2025-01-02T093004.104.png

Banyak orang tidak menyadari dampak jangka panjang dari kebiasaan duduk atau berdiri terlalu lama, yang memiliki efek yang signifikan pada kesehatan jantung dan pembuluh darah, karena gaya hidup modern yang sering kali melibatkan banyak waktu di depan komputer atau berdiri di tempat kerja. Memahami dampak ini dapat membantu kita mengubah gaya hidup kita untuk menjadi lebih sehat.

 

Efek Duduk Terlalu Lama terhadap Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah

Kesehatan jantung dan paru-paru dapat terjejas secara signifikan oleh duduk terlalu lama, yang sering disebut sebagai duduk adalah perokok baru. Efek negatif dari duduk terlalu lama di antaranya:

Peningkatan Risiko Penyakit Jantung

Tekanan darah tinggi, kadar kolesterol yang tidak sehat, obesitas, dan penyakit jantung lainnya dapat meningkat sebagai akibat dari duduk terlalu lama. Studi menunjukkan bahwa orang yang menghabiskan banyak waktu duduk memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit jantung daripada orang yang lebih aktif.

Penurunan Sensitivitas Insulin

Karena keduanya berbagi banyak faktor risiko, seperti obesitas dan peradangan sistemik, duduk terlalu lama dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, selain mengurangi sensitivitas insulin. Diabetes tipe 2 dan penyakit jantung sering kali saling terkait.

Masalah Sirkulasi

Posisi duduk yang berkepanjangan dapat mengganggu sirkulasi darah, terutama di bagian bawah tubuh. Ini dapat menyebabkan penumpukan darah di pembuluh darah kaki, yang meningkatkan risiko varises atau trombosis vena dalam (DVT)

Kenaikan Berat Badan dan Obesitas

Sering duduk berkorelasi langsung dengan kurangnya aktivitas fisik, yang dapat menyebabkan obesitas dan peningkatan berat badan. Faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan penyakit jantung adalah obesitas.

Perubahan Metabolisme

Duduk terlalu lama dapat memperlambat metabolisme tubuh, yang berdampak pada bagaimana tubuh membakar kalori dan lemak. Kadar trigliserida (lemak darah) meningkat dan kadar kolesterol baik (HDL) menurun sebagai akibatnya, yang meningkatkan risiko penyakit jantung.

 

Efek Berdiri Terlalu Lama terhadap Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah

Berdiri terlalu lama juga meningkatkan risiko kesehatan, terutama untuk jantung dan pembuluh darah, meskipun duduk terlalu lama juga berbahaya. Berikut adalah beberapa efek dari berdiri dalam waktu yang lama:

Peningkatan Risiko Hipertensi

Berdiri lama dapat menyebabkan tekanan darah tinggi di bagian bawah tubuh. Tekanan darah tinggi ini dapat berlanjut dalam jangka waktu yang lama dan dapat menyebabkan hipertensi, faktor risiko utama untuk penyakit jantung.

Masalah Sirkulasi dan Pembengkakan

Berdiri lama dapat menyebabkan pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki karena penumpukan darah di bagian bawah tubuh, yang membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke atas. Kondisi ini, yang dikenal sebagai edema, juga dapat membuat jantung lebih berat.

Peningkatan Risiko Varises

Varises dapat terjadi karena tekanan yang lebih besar pada vena kaki saat berdiri. Varises bukan hanya masalah penampilan; jika tidak ditangani, mereka dapat menyebabkan rasa sakit, pembengkakan, dan bahkan komplikasi yang lebih parah.Kelelahan Kardiovaskular saat berdiri untuk waktu yang lama, jantung harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi darah. Kelelahan dan stres tambahan dapat menyebabkan kondisi jantung menjadi lebih buruk.Gangguan Metabolisme Berdiri lama juga dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, seperti duduk, tetapi efeknya berbeda. Berdiri terlalu lama dapat mengganggu keseimbangan hormon dan meningkatkan risiko masalah metabolik, seperti resistensi insulin.

 

Strategi untuk Mengurangi Risiko dari Duduk dan Berdiri Terlalu Lama

Mengurangi dampak negatif dari duduk dan berdiri terlalu lama melibatkan penyesuaian gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari. Berikut adalah beberapa strategi untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah:

Aktivitas Fisik Reguler

Berusahalah untuk berolahraga selama 150 menit dengan intensitas sedang atau 75 menit dengan intensitas tinggi setiap minggu. Untuk mengimbangi dampak duduk atau berdiri terlalu lama, aktivitas fisik dapat membantu menjaga kesehatan jantung lebih baik, dan memperbaiki sirkulasi.

Bergerak Secara Berkala

Jika pekerjaan Anda mengharuskan Anda duduk untuk waktu yang lama, cobalah berdiri dan bergerak setiap tiga puluh menit. Anda bisa melakukan berjalan singkat, peregangan, atau latihan ringan.

Gunakan Meja Berdiri

Meja berdiri dapat membantu Anda mengurangi jumlah waktu yang Anda habiskan untuk duduk sepanjang hari. Meja berdiri juga memungkinkan Anda untuk berdiri dan duduk sekaligus mengurangi risiko duduk terlalu lama.

Pakai Kompresi Kaki

Memakai kaus kaki kompresi dapat membantu sirkulasi darah yang lebih baik dan mengurangi pembengkakan pada kaki jika Anda berdiri dalam jumlah yang lama.

Jaga Postur Tubuh yang Baik

Sangat penting untuk mempertahankan postur yang sehat saat duduk atau berdiri. Saat berdiri, pastikan kursi Anda mendukung punggung Anda dengan baik dan kaki Anda rata di lantai. Cobalah untuk bergerak dari satu posisi ke posisi lain secara teratur dan pastikan berat badan Anda tersebar merata pada kedua kaki Anda.

Pola Makan Sehat

Konsumsi makanan kaya serat, rendah lemak jenuh, dan rendah sodium membantu menjaga kesehatan jantung dan mengurangi risiko obesitas.

Cek Kesehatan Rutin

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, seperti pengukuran tekanan darah, kadar kolesterol, dan pemeriksaan jantung, dapat membantu menemukan masalah lebih awal dan memungkinkan penanganan yang tepat.

 

Kesimpulan

Baik duduk maupun berdiri terlalu lama memiliki risiko terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah. Dengan berolahraga, mengontrol postur, dan menjalani gaya hidup sehat, Anda dapat mengurangi risiko ini dan tetap sehat.


artikel-2024-12-24T144917.919.png

Cedera sumsum tulang belakang (SCI) terjadi ketika ada kerusakan pada sumsum tulang belakang yang menghalangi komunikasi antara otak dan tubuh. Ini dapat terjadi karena hal-hal seperti trauma atau non-trauma (Shepherd Center, 2011). SCI yang paling umum adalah kecelakaan mobil, jatuh, luka tembak, kecelakaan sepeda motor, insiden menyelam, dan komplikasi medis. SCI mengganggu fungsi neurologis otonom tubuh, mengganggu fungsi usus, kandung kemih, dan seksual.

Selain itu, individu dengan SCI mengalami keterbatasan dalam berbagai kegiatan dan kesulitan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti mobilitas (seperti mengubah posisi tubuh, transfer, berjalan), kegiatan perawatan diri (seperti mandi, berpakaian, mandi, makan), kegiatan rumah tangga (seperti membersihkan, memasak, merawat lainnya), pendidikan, pekerjaan, pemeliharaan hubungan sosial, dan aktivitas rekreasi. Untuk memungkinkan pasien dengan SCI untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari, okupasi terapis sangat penting.

 

Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) pada Pasien yang Menderita SCI

Okupasi Terapi setelah cedera tulang belakang bertujuan untuk membuat transisi kembali ke kehidupan sehari-hari lebih mudah bagi pasien SCI. Mereka dapat memaksimalkan kemandirian mereka dengan menggunakan peralatan adaptif dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Untuk mendapatkan kembali mobilitas, okupasi terapi dapat menggunakan latihan khusus secara berulang. Pengulangan sangat penting karena membantu memicu neuroplastisitas, yaitu cara sistem saraf pusat memperbaiki diri dan mendapatkan kembali fungsinya setelah cedera.

Terapi okupasi, di sisi lain, berbeda dari terapi fisik, mengambil pendekatan yang lebih luas dengan memanfaatkan metode dan latihan berbasis aktivitas untuk membantu pasien menguasai keterampilan sehari-hari, seperti bangun dari tempat tidur atau menyikat gigi.

Strategi restoratif dan kompensasi digunakan dalam Okupasi Terapi untuk meningkatkan kemandirian dan mengurangi komplikasi setelah cedera tulang belakang. Okupasi Terapi menggunakan kreativitas dan strategi kompensasi atau cara baru untuk menyelesaikan tugas sehari-hari. Ini termasuk mengubah lingkungan, mengubah aktivitas, atau mengajarkan pasien cara menggunakan peralatan kompensasi.

Kegiatan Okupasi Terapi Okupasi dengan strategi kompensasi yang efektif dapat dipelajari oleh pasien yang mengalami cedera tulang belakang untuk meningkatkan kemampuan AKS, termasuk:

Makan dengan peralatan yang dapat disesuaikan dan melindungi/menahan piring

Untuk pasien yang mengalami gangguan motorik ekstremitas atas akibat cedera tulang belakang, ada banyak pilihan peralatan yang dapat disesuaikan. Sebagai contoh, ada peralatan yang disesuaikan untuk orang yang tidak dapat menggenggam; ada juga pegangan bengkok yang dapat digunakan oleh orang yang tidak dapat memutar atau menekuk pergelangan tangan mereka. Pelindung pelat, yang diletakkan di tepi piring untuk mencegah tumpah, dapat digunakan oleh pasien yang mengalami kesulitan mengontrol pergelangan tangan terbatas.

Ketika menggunakan pegangan universal

Untuk pasien yang mengalami cedera tulang belakang yang mengalami kesulitan mencengkeram, terapis okupasi dapat merekomendasikan pegangan universal. Barang-barang seperti sikat gigi dan sikat rambut dapat dilekatkan pada Pegangan universal dan kemudian diselipkan ke tangan untuk mencegah mereka jatuh.

Kontrol inkontinensia melalui kateterisasi

Hilang kontrol atas otot kandung kemih adalah komplikasi umum lainnya dari cedera tulang belakang. Salah satu cara untuk mengatasi inkontinensia urin adalah dengan memasukkan tabung ke dalam kandung kemih untuk mengalirkan urin. Banyak pasien dengan cedera tulang belakang dapat melakukan kateterisasi sendiri setelah mendapatkan pendidikan yang cukup, yang sangat meningkatkan kemandirian mereka dalam hal menggunakan toilet.

Ketika Anda menggunakan dudukan toilet yang ditinggikan

Pasien yang mengalami cedera tulang belakang menggunakan kursi toilet yang ditinggikan agar mereka tidak jatuh. Transfer mungkin sulit bagi pasien cedera tulang belakang yang memiliki fungsi tubuh bagian bawah yang terbatas, terutama ketika tempat duduknya rendah. Dudukan toilet yang ditinggikan dapat menurunkan ketinggian antara dudukan toilet dan kursi roda pasien, sehingga membuat kursi lebih mudah untuk naik dan turun dan mengurangi tekanan pada persendian.

Berpakaian dan berbaring di tempat tidur

Dibandingkan dengan orang yang memerlukan kursi roda, individu dengan kelumpuhan sering merasa lebih nyaman untuk tetap berpakaian sendiri di tempat tidur mereka. Karena luas permukaan kasur yang besar, orang dapat bergerak tanpa khawatir kehilangan keseimbangan atau terjatuh. Mereka juga dapat menyesuaikan pakaian mereka untuk lebih nyaman saat mereka duduk.

Berpindah dengan pengangkat kaki

Pasien yang memiliki kekuatan tubuh bagian atas yang baik dapat menggerakkan kaki mereka dengan mudah dengan meletakkan kaki mereka di dalam lingkaran dan menarik tali.

Mandi dengan pancuran genggam saat duduk

Saat mandi, pasien yang mengalami cedera tulang belakang harus ekstra hati-hati: gunakan pancuran genggam yang tidak bergerak, pasang anti selip di lantai, dan tetap duduk. Untuk membersihkan ekstremitas bawah dengan aman, pasien juga dapat menggunakan spons bergagang panjang. Bangku transfer dapat membuat masuk dan keluar bak mandi lebih mudah dan aman.

Mengambil objek yang tidak terjangkau dengan menggunakan reacher

Terapsis okupasi menyarankan pasien SCI untuk menggunakan reacher untuk mencegah jatuh. Terapis okupasi dapat merekomendasikan penggunaan reacher sebagai perpanjangan lengan untuk mengurangi risiko jatuh. Reachers juga dapat membantu orang dengan kaki mereka melalui celana saat berpakaian.

Untuk pemindahan yang aman, pasang pegangan dan hand rail

Sangat penting untuk mempertahankan permukaan yang stabil saat melakukan transfer. Memasang pegangan dan hand rail di tempat tidur, toilet, dan bak mandi dapat membantu mencegah jatuh.

Adaptasi mobil untuk mengemudi

Individu dengan cedera tulang belakang dapat mengendarai mobil dengan aman dengan fitur mobil seperti kontrol tangan dan tempat duduk yang dapat disesuaikan. Untuk memastikan bahwa seseorang dapat mengemudi tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain di sekitar mereka, mereka harus menjalani evaluasi tertulis dan klinis.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-24T105523.315.png

Kondisi tulang belakang yang disebut skoliosis idiopatik remaja (AIS) atau skoliosis idiopatik remaja menyebabkan kelainan bentuk pada bidang koronal, sagital, dan aksial. AIS adalah jenis skoliosis yang terjadi pada anak-anak berusia antara 10 dan 18 tahun dan didefinisikan dengan puncak kelengkungan kurva scoliosis lebih dari 10 derajat. Karena penyebabnya tidak diketahui, disebut “idiopatik”. Kondisi ini menyebabkan tulang belakang melengkung berbentuk huruf “S” atau “C”, yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Beberapa gejala skoliosis idiopatik remaja atau skoliosis idiopatik remaja termasuk nyeri punggung, ketidaksamaan bahu, dan ketidaksamaan lingkar pinggang. Dalam kasus yang parah, kondisi ini juga dapat menyebabkan masalah pernapasan dan masalah lainnya.

Guidelines society for scoliosis menyarankan agar pasien dengan kurva kematangan tulang mencapai 25 hingga 40 tahun. diobati dengan brace untuk mencegah kurva terbentuk. Merawat skoliosis idiopatik remaja dengan brace adalah metode non-bedah. Selama prosedur, korset scoliosis dapat membantu meluruskan tulang belakang dan mencegah kelengkungan menjadi lebih parah. Brace biasanya digunakan 16 hingga 23 jam setiap hari, dan perawatan dapat berlangsung selama beberapa tahun.

Ada sejumlah brace yang dapat digunakan untuk skoliosis, termasuk brace Boston, brace Wilmington, dan brace Milwaukee. Jenis brace yang dipilih bergantung pada tingkat keparahan deformitas dan faktor-faktor lainnya. Penggunaan brace adalah cara utama untuk menangani kasus skoliosis pada tingkat moderat selama masa pertumbuhan. Selain itu, International Scientific Society on Orthopaedic and Rehabilitation Treatment of Scoliosis (SOSORT) telah menetapkan standar untuk pembuatan brace dan protokol perawatan standar. SOSORT juga menetapkan standar untuk dokter dan ortotis yang bekerja dengan pasien dengan scoliosis.

Pedoman SOSORT tentang manajemen brace scoliosis berguna untuk memastikan bahwa pasien dengan skoliosis dirawat oleh dokter dan ortotis yang berpengalaman. Jika digunakan sesuai dengan pedoman yang ada, brace dapat terbukti efektif dalam mengurangi kebutuhan operasi pada pasien dengan deformitas dan mengurangi efek estetika dari deformitas tersebut. Sangat disarankan agar latihan juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan brace; namun, ini harus dilakukan bersamaan dengan fisioterapi.

Jenis Boston Brace adalah yang paling umum digunakan dalam pengobatan skoliosis di RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Pada tahun 1972, dokter ortopedi John Hall dan ortotis William Miller di Boston Children’s Hospital mengembangkan Boston Brace untuk merawat pasien dengan scoliosis dengan kurva lumbal. Brace ini berkembang dengan baik untuk menangani kurva thoracic dan thoracolumbar dengan menambah extension axillary plastik.

Boston brace memiliki bukaan posterior dan terbuat dari plastik rigid yang simetris. Memberikan tekanan atau koreksi pasif pada area lumbal dengan padding di area apical Pada sisi yang berlawanan ditempatkan thoracic pad. Pada posisi sejajar dengan thoracic pad, ada window atau opening area yang berfungsi sebagai area ventilasi dan mengakomodir pergeseran tekanan dari thoracic pad. Ini juga meningkatkan kenyamanan. Boston brace awalnya dirancang untuk mengurangi lordosis lumbar dengan harapan dapat memperbaiki kurva skoliosis. Namun, seiring perkembangan, brace sekarang diposisikan 15 derajat lordosis pada lumbar untuk mengurangi risiko hipokifosis.

Boston brace efektif untuk pasien dengan scoliosis dengan apex atau puncak kurva di bawah thorakal 8. Rata-rata keberhasilan penggunaan adalah kurang lebih 70%. Berbagai profesional medis dan profesional kesehatan yang terlibat harus menilai penggunaan Boston Brace. Dalam kunjungan pertama, pemeriksaan sinar-X dengan brace dilakukan untuk melakukan evaluasi. Kunjungan berikutnya harus membandingkan sinar-X terbaru dengan kondisi awal. Pemeriksaan brace untuk penderita skoliosis memerlukan kemampuan tim yang terdiri dari dokter, ortotis, dan fisioterapis.

 

Sumber: Kemenkes


Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.