artikel-2025-01-07T092429.119.png

Penyakit paru obstruktif kronik yang dikenal sebagai emfisema melibatkan kerusakan pada kantong udara (alveoli) paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk berfungsi dengan baik. Emfisema menyerang parenkim paru. Alveoli pasien emfisema rusak.

Seseorang yang menderita emfisema akan mengalami kesulitan bernapas karena alveoli berfungsi sebagai tempat pertukaran gas pernapasan. Salah satu jenis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang paling umum adalah infeksi. Seiring waktu, penyakit epilepsi akan memburuk. Alveolus yang rusak tidak dapat dipulihkan, meskipun ada metode untuk menghentikan perkembangan emfisema.

 

Penyebab

Penyebab utama emfisema adalah paparan zat yang dapat mengiritasi paru-paru dalam jangka panjang, seperti :

  • Asap rokok
  • Polusi udara
  • Debu bahan kimia yang ditemukan di lingkungan

 

Gejala

  • Sesak napas, terutama saat bergerak
  • Nafas pendek, terutama saat bergerak ringan
  • Batuk dan dahak yang terus-menerus
  • Nyeri atau sesak di dada
  • Nafsu makan menurun
  • Penurunan berat badan
  • Kelelahan

 

Faktor Risiko

  • Merokok atau sering terpapar asap rokok atau perokok pasif
  • Menetap atau bekerja di lingkungan yang mudah terpapar polusi udara, seperti lingkungan industri atau pabrik
  • Berusia 40 tahun ke atas
  • Memiliki riwayat keluarga dengan defisiensi alfa-1 antitripsin atau penyakit paru obstruktif (PPOK).

 

Komplikasi

  • Pneumonia
  • Pneumothorax

 

Pemeriksaan

  • Pemeriksaan fisik
  • Elektrokardiografi
  • Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
  • Pemeriksaan CXR
  • CT Scan Toraks

 

Penanganan

  • Pengobatan
  • Terapi

 

Mengikuti Program Fisioterapi

Breathing Exercise

  • Pasien diposisikan dengan nyaman, baik dalam posisi tidur atau duduk.
  • Diminta untuk menarik dan menghembuskan nafas serileks mungkin.
  • Latihan diulangi empat hingga enam kali (semampu pasien).
  • Pasien diminta untuk mengulangi latihan ini sendiri.

Chest Fisioterapi

  • Latihan batuk yang efektif
  • Drainase postur
  • Perkusi

Chest mobilization

  • Streching otot yang mengalami spasme
  • Menerapkan pola hidup sehat
  • Berhenti merokok
  • Menghindari polusi udara dan asap rokok
  • Makan makanan yang sehat
  • Berolahraga secara teratur

 

Pencegahan

  • Berhenti merokok
  • Berusaha menghindari asap rokok
  • Hindari polusi udara
  • Gunakan masker untuk mengurangi paparan zat di udara yang dapat menyebabkan iritasi paru-paru.

 

Kesimpulan

Namun, infeksi kronis yang serius ini dapat dikelola dengan pengobatan, terapi, dan perubahan gaya hidup. Langkah terbaik untuk mengurangi risiko adalah pencegahan, terutama dengan menghindari paparan zat yang dapat merusak paru-paru.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2025-01-06T144102.134.png

Masalah gigi anak yang terlambat tumbuh sangat umum, terutama selama masa pertumbuhan balita. Kondisi ini dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti gen, nutrisi buruk, atau masalah kesehatan lainnya. Untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan gigi yang optimal, strategi preventif, kuratif, dan promotif harus diterapkan secara menyeluruh dalam penanganannya. Dalam artikel ini, ketiga pendekatan ini dibahas dengan merujuk pada penelitian yang dilakukan di Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

 

Aspek Promotif

Salah satu elemen promotif yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melihat pertumbuhan gigi anak sejak dini. Studi Singapura oleh Lee et al. (2021) menemukan bahwa kesadaran orang tua tentang nutrisi yang mendukung pertumbuhan gigi meningkat dengan program pendidikan ibu dan anak. Diketahui bahwa nutrisi seperti kalsium, fosfor, vitamin D, dan protein sangat penting untuk pembentukan dan erupsi gigi yang sehat.

Beberapa klinik kesehatan dan sekolah di Malaysia memiliki program promosi kesehatan gigi berbasis masyarakat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aziz et al. (2020), mempelajari tanda-tanda keterlambatan tumbuhnya gigi dan pentingnya berkonsultasi dengan profesional kesehatan dapat membantu mendeteksi kondisi ini lebih awal. Di Indonesia, posyandu dan puskesmas mempromosikan kesehatan gigi anak dengan memberikan informasi tentang hal-hal penting yang memengaruhi pertumbuhan gigi, seperti pola makan dan kebersihan mulut anak (Sulastri et al., 2020).

 

Aspek Preventif

Metode pencegahan digunakan untuk mengurangi kemungkinan masalah gigi tumbuh yang lebih serius. Pertama-tama, pencegahan dimulai dengan memantau pola makan dan memastikan bahwa Anda menerima jumlah nutrisi yang cukup. Penelitian di Singapura oleh Wong dan Tan (2022) menemukan bahwa program pemeriksaan nutrisi untuk anak-anak usia dini dapat membantu mencegah masalah keterlambatan pertumbuhan gigi.

Malaysia menggunakan strategi pencegahan dengan melakukan pemeriksaan rutin di pusat kesehatan ibu dan anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kamaluddin et al. (2019), kunjungan rutin ke dokter gigi dapat memantau pertumbuhan gigi anak dan memberikan rekomendasi nutrisi yang berguna untuk mengurangi prevalensi keterlambatan erupsi gigi. Di Indonesia, program pemerintah seperti kunjungan gigi rutin di Puskesmas membantu mendeteksi dan mencegah komplikasi pada anak-anak yang mengalami keterlambatan pertumbuhan gigi (Prasetyo et al., 2019).

 

Aspek Kuratif

Perawatan kuratif diperlukan untuk mengatasi keterlambatan pertumbuhan gigi. Di Singapura, tindakan kuratif mencakup pemeriksaan gigi spesialis yang menyeluruh dan intervensi yang diperlukan, seperti suplementasi dan terapi ortodonti dini (Ng et al., 2021).

Di Malaysia, klinik kesehatan gigi umum menawarkan layanan kuratif seperti evaluasi radiografi untuk memantau kondisi pertumbuhan gigi yang terlambat pada anak-anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hassan et al. (2020), intervensi cepat dapat membantu mencegah masalah yang lebih serius seperti maloklusi atau gangguan pertumbuhan rahang. Pendekatan kuratif digunakan di Puskesmas dan rumah sakit di Indonesia melalui pemeriksaan dan perawatan menyeluruh, yang mencakup pengobatan jika ada kelainan atau gangguan yang menghambat pertumbuhan gigi (Rahmawati et al., 2019).

Untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan perawatan yang tepat dan pertumbuhan gigi yang optimal, kolaborasi antara orang tua, petugas kesehatan, dan pemerintah diperlukan untuk mengatasi keterlambatan tumbuhnya gigi pada anak.

 

Sumber: Kemenkes


artikel.png

Penyakit jantung kongenital (PJK), juga dikenal sebagai penyakit jantung bawaan, adalah kondisi jantung yang dibawa dari lahir yang berdampak pada aliran darah dalam tubuh pasien. Penyakit jantung kongenital (PJK) disebabkan oleh gangguan atau kegagalan dalam perkembangan jantung selama tahap awal perkembangan janin. Jantung dapat menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terhambat, terhambat, atau bahkan benar-benar tersumbat.

Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks yang dihasilkan dari interaksi kematangan sistem saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya disebut perkembangan. Berbagai faktor, termasuk faktor internal, prenatal, persalinan, dan pasca persalinan, memengaruhi kualitas perkembangan anak. Kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bicara dapat dipengaruhi oleh gangguan perkembangan.

 

Faktor Risiko

Faktor risiko Penyakit Jantung Kongenital (PJK) ini dibagi menjadi 2 (dua) faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan :

  • Adanya riwayat penyakit dalam keluarga dan kelainan kromosom (Trisomy 21, Trisomy 13 dan Trysomy 18) adalah dua contoh kelainan kromosom yang sering menyebabkan faktor genetik.
  • Faktor lingkungan termasuk virus Rubella pada trimester pertama (sering didapatkan kelainan seperti VSD, PDA, Stenosis Artery Pulmonary, dan Stenosis Pulmonary Vulvular), penggunaan obat-obatan teratogenik selama kehamilan yang dapat merusak embrio, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.

 

Tanda dan Gejala

  • Sesak nafas, kebiruan pada kulit.
  • Sianosis pada bibir dan kuku jari tangan (juga dikenal sebagai sianosis.
  • Serta gangguan pertumbuhan.
  • Penurunan toleransi terhadap Latihan.
  • Frekuensi infeksi saluran napas berulang.
  • Bising jantung dapat menjadi tanda awal kelainan jantung pada bayi atau anak.

 

Klasifikasi Penyakit Jantung Kongenital (PJK)

  • Penyakit jantung bawaan, juga dikenal sebagai PJB Asianotik, adalah penyakit jantung yang tidak mempengaruhi kadar oksigen dalam tubuh. Kadar oksigen dalam tubuh tidak menurun, sehingga kebiruan tidak terlihat. PJB Asianotik terdiri dari satu jenis dengan pirau dan satu jenis tanpa pirau, di mana pirau berarti celah atau lubang.
  • Penyakit jantung bawaan yang dikenal sebagai PJB Sianotik mempengaruhi kadar oksigen dalam tubuh, sehingga kebiruan pada kulit, bibir, dan kuku terjadi apabila darah kekurangan oksigen.

 

Pemeriksaan

  • Pemeriksaan fisik oleh dokter termasuk inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
  • Pemeriksaan tekanan napas.
  • Elektrokardiografi (EKG).
  • Foto rontgen dada.
  • Ekokardiografi.

 

Penanganan

  • Obat: Obat-obatan dimaksudkan untuk memperbaiki perubahan hemodinamik dan dianggap sebagai terapi sementara sebelum tindakan definitif.
  • Kateterisasi jantung adalah prosedur yang dapat digunakan untuk memperbaiki lubang jantung atau ruang yang menyempit. Prosedur yang dikenal sebagai kateterisasi jantung melibatkan penempatan satu atau lebih kateter ke dalam pembuluh darah, dan alat kecil dimasukkan ke jantung untuk memperbaiki penyakit.
  • Operasi Jantung adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi gangguan jantung yang tidak dapat diperbaiki oleh pengobatan medik dan supotif.

 

Komplikasi

  • Sindrom Eisenmenger adalah komplikasi yang terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah yang meningkat ke paru-paru. Akibatnya, pembuluh kapiler paru-paru akan bereaksi dengan meningkatkan resistensinya, menyebabkan tekanan di arteri paru-paru dan ventrikel kanan meningkat.
  • Serangan Sianotik: PJB Sianotik dapat mengalami komplikasi ini. Saat serangan anak menjadi lebih buruk dari sebelumnya, mereka tampak sesak dan bahkan bisa kejang. Ada kemungkinan kematian jika tidak ditangani segera.
  • Abses otak: Abses otak biasanya terjadi pada PJB Sianotik dan biasanya terjadi pada anak yang berusia di atas dua tahun. Hipoksia dan aliran darah yang melambat ke otak menyebabkan kelainan ini. Anak-anak memiliki kejang dan kekurangan neurologis.

 

Pencegahan

  • Periksa kehamilan secara teratur.
  • Mengurangi kemungkinan terkena infeksi virus.
  • Hanya mengonsumsi obat sesuai resep dokter.

 

Kesimpulan

Penyakit jantung kongenital adalah penyakit yang membutuhkan penanganan medis sejak dini. Perawatan kehamilan yang baik dan pemeriksaan teratur dapat membantu mengurangi risiko terkena penyakit ini.


artikel-2025-01-02T093004.104.png

Banyak orang tidak menyadari dampak jangka panjang dari kebiasaan duduk atau berdiri terlalu lama, yang memiliki efek yang signifikan pada kesehatan jantung dan pembuluh darah, karena gaya hidup modern yang sering kali melibatkan banyak waktu di depan komputer atau berdiri di tempat kerja. Memahami dampak ini dapat membantu kita mengubah gaya hidup kita untuk menjadi lebih sehat.

 

Efek Duduk Terlalu Lama terhadap Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah

Kesehatan jantung dan paru-paru dapat terjejas secara signifikan oleh duduk terlalu lama, yang sering disebut sebagai duduk adalah perokok baru. Efek negatif dari duduk terlalu lama di antaranya:

Peningkatan Risiko Penyakit Jantung

Tekanan darah tinggi, kadar kolesterol yang tidak sehat, obesitas, dan penyakit jantung lainnya dapat meningkat sebagai akibat dari duduk terlalu lama. Studi menunjukkan bahwa orang yang menghabiskan banyak waktu duduk memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit jantung daripada orang yang lebih aktif.

Penurunan Sensitivitas Insulin

Karena keduanya berbagi banyak faktor risiko, seperti obesitas dan peradangan sistemik, duduk terlalu lama dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, selain mengurangi sensitivitas insulin. Diabetes tipe 2 dan penyakit jantung sering kali saling terkait.

Masalah Sirkulasi

Posisi duduk yang berkepanjangan dapat mengganggu sirkulasi darah, terutama di bagian bawah tubuh. Ini dapat menyebabkan penumpukan darah di pembuluh darah kaki, yang meningkatkan risiko varises atau trombosis vena dalam (DVT)

Kenaikan Berat Badan dan Obesitas

Sering duduk berkorelasi langsung dengan kurangnya aktivitas fisik, yang dapat menyebabkan obesitas dan peningkatan berat badan. Faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan penyakit jantung adalah obesitas.

Perubahan Metabolisme

Duduk terlalu lama dapat memperlambat metabolisme tubuh, yang berdampak pada bagaimana tubuh membakar kalori dan lemak. Kadar trigliserida (lemak darah) meningkat dan kadar kolesterol baik (HDL) menurun sebagai akibatnya, yang meningkatkan risiko penyakit jantung.

 

Efek Berdiri Terlalu Lama terhadap Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah

Berdiri terlalu lama juga meningkatkan risiko kesehatan, terutama untuk jantung dan pembuluh darah, meskipun duduk terlalu lama juga berbahaya. Berikut adalah beberapa efek dari berdiri dalam waktu yang lama:

Peningkatan Risiko Hipertensi

Berdiri lama dapat menyebabkan tekanan darah tinggi di bagian bawah tubuh. Tekanan darah tinggi ini dapat berlanjut dalam jangka waktu yang lama dan dapat menyebabkan hipertensi, faktor risiko utama untuk penyakit jantung.

Masalah Sirkulasi dan Pembengkakan

Berdiri lama dapat menyebabkan pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki karena penumpukan darah di bagian bawah tubuh, yang membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke atas. Kondisi ini, yang dikenal sebagai edema, juga dapat membuat jantung lebih berat.

Peningkatan Risiko Varises

Varises dapat terjadi karena tekanan yang lebih besar pada vena kaki saat berdiri. Varises bukan hanya masalah penampilan; jika tidak ditangani, mereka dapat menyebabkan rasa sakit, pembengkakan, dan bahkan komplikasi yang lebih parah.Kelelahan Kardiovaskular saat berdiri untuk waktu yang lama, jantung harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi darah. Kelelahan dan stres tambahan dapat menyebabkan kondisi jantung menjadi lebih buruk.Gangguan Metabolisme Berdiri lama juga dapat mempengaruhi metabolisme tubuh, seperti duduk, tetapi efeknya berbeda. Berdiri terlalu lama dapat mengganggu keseimbangan hormon dan meningkatkan risiko masalah metabolik, seperti resistensi insulin.

 

Strategi untuk Mengurangi Risiko dari Duduk dan Berdiri Terlalu Lama

Mengurangi dampak negatif dari duduk dan berdiri terlalu lama melibatkan penyesuaian gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari. Berikut adalah beberapa strategi untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah:

Aktivitas Fisik Reguler

Berusahalah untuk berolahraga selama 150 menit dengan intensitas sedang atau 75 menit dengan intensitas tinggi setiap minggu. Untuk mengimbangi dampak duduk atau berdiri terlalu lama, aktivitas fisik dapat membantu menjaga kesehatan jantung lebih baik, dan memperbaiki sirkulasi.

Bergerak Secara Berkala

Jika pekerjaan Anda mengharuskan Anda duduk untuk waktu yang lama, cobalah berdiri dan bergerak setiap tiga puluh menit. Anda bisa melakukan berjalan singkat, peregangan, atau latihan ringan.

Gunakan Meja Berdiri

Meja berdiri dapat membantu Anda mengurangi jumlah waktu yang Anda habiskan untuk duduk sepanjang hari. Meja berdiri juga memungkinkan Anda untuk berdiri dan duduk sekaligus mengurangi risiko duduk terlalu lama.

Pakai Kompresi Kaki

Memakai kaus kaki kompresi dapat membantu sirkulasi darah yang lebih baik dan mengurangi pembengkakan pada kaki jika Anda berdiri dalam jumlah yang lama.

Jaga Postur Tubuh yang Baik

Sangat penting untuk mempertahankan postur yang sehat saat duduk atau berdiri. Saat berdiri, pastikan kursi Anda mendukung punggung Anda dengan baik dan kaki Anda rata di lantai. Cobalah untuk bergerak dari satu posisi ke posisi lain secara teratur dan pastikan berat badan Anda tersebar merata pada kedua kaki Anda.

Pola Makan Sehat

Konsumsi makanan kaya serat, rendah lemak jenuh, dan rendah sodium membantu menjaga kesehatan jantung dan mengurangi risiko obesitas.

Cek Kesehatan Rutin

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, seperti pengukuran tekanan darah, kadar kolesterol, dan pemeriksaan jantung, dapat membantu menemukan masalah lebih awal dan memungkinkan penanganan yang tepat.

 

Kesimpulan

Baik duduk maupun berdiri terlalu lama memiliki risiko terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah. Dengan berolahraga, mengontrol postur, dan menjalani gaya hidup sehat, Anda dapat mengurangi risiko ini dan tetap sehat.


artikel-2024-12-24T144917.919.png

Cedera sumsum tulang belakang (SCI) terjadi ketika ada kerusakan pada sumsum tulang belakang yang menghalangi komunikasi antara otak dan tubuh. Ini dapat terjadi karena hal-hal seperti trauma atau non-trauma (Shepherd Center, 2011). SCI yang paling umum adalah kecelakaan mobil, jatuh, luka tembak, kecelakaan sepeda motor, insiden menyelam, dan komplikasi medis. SCI mengganggu fungsi neurologis otonom tubuh, mengganggu fungsi usus, kandung kemih, dan seksual.

Selain itu, individu dengan SCI mengalami keterbatasan dalam berbagai kegiatan dan kesulitan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti mobilitas (seperti mengubah posisi tubuh, transfer, berjalan), kegiatan perawatan diri (seperti mandi, berpakaian, mandi, makan), kegiatan rumah tangga (seperti membersihkan, memasak, merawat lainnya), pendidikan, pekerjaan, pemeliharaan hubungan sosial, dan aktivitas rekreasi. Untuk memungkinkan pasien dengan SCI untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari, okupasi terapis sangat penting.

 

Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) pada Pasien yang Menderita SCI

Okupasi Terapi setelah cedera tulang belakang bertujuan untuk membuat transisi kembali ke kehidupan sehari-hari lebih mudah bagi pasien SCI. Mereka dapat memaksimalkan kemandirian mereka dengan menggunakan peralatan adaptif dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Untuk mendapatkan kembali mobilitas, okupasi terapi dapat menggunakan latihan khusus secara berulang. Pengulangan sangat penting karena membantu memicu neuroplastisitas, yaitu cara sistem saraf pusat memperbaiki diri dan mendapatkan kembali fungsinya setelah cedera.

Terapi okupasi, di sisi lain, berbeda dari terapi fisik, mengambil pendekatan yang lebih luas dengan memanfaatkan metode dan latihan berbasis aktivitas untuk membantu pasien menguasai keterampilan sehari-hari, seperti bangun dari tempat tidur atau menyikat gigi.

Strategi restoratif dan kompensasi digunakan dalam Okupasi Terapi untuk meningkatkan kemandirian dan mengurangi komplikasi setelah cedera tulang belakang. Okupasi Terapi menggunakan kreativitas dan strategi kompensasi atau cara baru untuk menyelesaikan tugas sehari-hari. Ini termasuk mengubah lingkungan, mengubah aktivitas, atau mengajarkan pasien cara menggunakan peralatan kompensasi.

Kegiatan Okupasi Terapi Okupasi dengan strategi kompensasi yang efektif dapat dipelajari oleh pasien yang mengalami cedera tulang belakang untuk meningkatkan kemampuan AKS, termasuk:

Makan dengan peralatan yang dapat disesuaikan dan melindungi/menahan piring

Untuk pasien yang mengalami gangguan motorik ekstremitas atas akibat cedera tulang belakang, ada banyak pilihan peralatan yang dapat disesuaikan. Sebagai contoh, ada peralatan yang disesuaikan untuk orang yang tidak dapat menggenggam; ada juga pegangan bengkok yang dapat digunakan oleh orang yang tidak dapat memutar atau menekuk pergelangan tangan mereka. Pelindung pelat, yang diletakkan di tepi piring untuk mencegah tumpah, dapat digunakan oleh pasien yang mengalami kesulitan mengontrol pergelangan tangan terbatas.

Ketika menggunakan pegangan universal

Untuk pasien yang mengalami cedera tulang belakang yang mengalami kesulitan mencengkeram, terapis okupasi dapat merekomendasikan pegangan universal. Barang-barang seperti sikat gigi dan sikat rambut dapat dilekatkan pada Pegangan universal dan kemudian diselipkan ke tangan untuk mencegah mereka jatuh.

Kontrol inkontinensia melalui kateterisasi

Hilang kontrol atas otot kandung kemih adalah komplikasi umum lainnya dari cedera tulang belakang. Salah satu cara untuk mengatasi inkontinensia urin adalah dengan memasukkan tabung ke dalam kandung kemih untuk mengalirkan urin. Banyak pasien dengan cedera tulang belakang dapat melakukan kateterisasi sendiri setelah mendapatkan pendidikan yang cukup, yang sangat meningkatkan kemandirian mereka dalam hal menggunakan toilet.

Ketika Anda menggunakan dudukan toilet yang ditinggikan

Pasien yang mengalami cedera tulang belakang menggunakan kursi toilet yang ditinggikan agar mereka tidak jatuh. Transfer mungkin sulit bagi pasien cedera tulang belakang yang memiliki fungsi tubuh bagian bawah yang terbatas, terutama ketika tempat duduknya rendah. Dudukan toilet yang ditinggikan dapat menurunkan ketinggian antara dudukan toilet dan kursi roda pasien, sehingga membuat kursi lebih mudah untuk naik dan turun dan mengurangi tekanan pada persendian.

Berpakaian dan berbaring di tempat tidur

Dibandingkan dengan orang yang memerlukan kursi roda, individu dengan kelumpuhan sering merasa lebih nyaman untuk tetap berpakaian sendiri di tempat tidur mereka. Karena luas permukaan kasur yang besar, orang dapat bergerak tanpa khawatir kehilangan keseimbangan atau terjatuh. Mereka juga dapat menyesuaikan pakaian mereka untuk lebih nyaman saat mereka duduk.

Berpindah dengan pengangkat kaki

Pasien yang memiliki kekuatan tubuh bagian atas yang baik dapat menggerakkan kaki mereka dengan mudah dengan meletakkan kaki mereka di dalam lingkaran dan menarik tali.

Mandi dengan pancuran genggam saat duduk

Saat mandi, pasien yang mengalami cedera tulang belakang harus ekstra hati-hati: gunakan pancuran genggam yang tidak bergerak, pasang anti selip di lantai, dan tetap duduk. Untuk membersihkan ekstremitas bawah dengan aman, pasien juga dapat menggunakan spons bergagang panjang. Bangku transfer dapat membuat masuk dan keluar bak mandi lebih mudah dan aman.

Mengambil objek yang tidak terjangkau dengan menggunakan reacher

Terapsis okupasi menyarankan pasien SCI untuk menggunakan reacher untuk mencegah jatuh. Terapis okupasi dapat merekomendasikan penggunaan reacher sebagai perpanjangan lengan untuk mengurangi risiko jatuh. Reachers juga dapat membantu orang dengan kaki mereka melalui celana saat berpakaian.

Untuk pemindahan yang aman, pasang pegangan dan hand rail

Sangat penting untuk mempertahankan permukaan yang stabil saat melakukan transfer. Memasang pegangan dan hand rail di tempat tidur, toilet, dan bak mandi dapat membantu mencegah jatuh.

Adaptasi mobil untuk mengemudi

Individu dengan cedera tulang belakang dapat mengendarai mobil dengan aman dengan fitur mobil seperti kontrol tangan dan tempat duduk yang dapat disesuaikan. Untuk memastikan bahwa seseorang dapat mengemudi tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain di sekitar mereka, mereka harus menjalani evaluasi tertulis dan klinis.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-24T105523.315.png

Kondisi tulang belakang yang disebut skoliosis idiopatik remaja (AIS) atau skoliosis idiopatik remaja menyebabkan kelainan bentuk pada bidang koronal, sagital, dan aksial. AIS adalah jenis skoliosis yang terjadi pada anak-anak berusia antara 10 dan 18 tahun dan didefinisikan dengan puncak kelengkungan kurva scoliosis lebih dari 10 derajat. Karena penyebabnya tidak diketahui, disebut “idiopatik”. Kondisi ini menyebabkan tulang belakang melengkung berbentuk huruf “S” atau “C”, yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Beberapa gejala skoliosis idiopatik remaja atau skoliosis idiopatik remaja termasuk nyeri punggung, ketidaksamaan bahu, dan ketidaksamaan lingkar pinggang. Dalam kasus yang parah, kondisi ini juga dapat menyebabkan masalah pernapasan dan masalah lainnya.

Guidelines society for scoliosis menyarankan agar pasien dengan kurva kematangan tulang mencapai 25 hingga 40 tahun. diobati dengan brace untuk mencegah kurva terbentuk. Merawat skoliosis idiopatik remaja dengan brace adalah metode non-bedah. Selama prosedur, korset scoliosis dapat membantu meluruskan tulang belakang dan mencegah kelengkungan menjadi lebih parah. Brace biasanya digunakan 16 hingga 23 jam setiap hari, dan perawatan dapat berlangsung selama beberapa tahun.

Ada sejumlah brace yang dapat digunakan untuk skoliosis, termasuk brace Boston, brace Wilmington, dan brace Milwaukee. Jenis brace yang dipilih bergantung pada tingkat keparahan deformitas dan faktor-faktor lainnya. Penggunaan brace adalah cara utama untuk menangani kasus skoliosis pada tingkat moderat selama masa pertumbuhan. Selain itu, International Scientific Society on Orthopaedic and Rehabilitation Treatment of Scoliosis (SOSORT) telah menetapkan standar untuk pembuatan brace dan protokol perawatan standar. SOSORT juga menetapkan standar untuk dokter dan ortotis yang bekerja dengan pasien dengan scoliosis.

Pedoman SOSORT tentang manajemen brace scoliosis berguna untuk memastikan bahwa pasien dengan skoliosis dirawat oleh dokter dan ortotis yang berpengalaman. Jika digunakan sesuai dengan pedoman yang ada, brace dapat terbukti efektif dalam mengurangi kebutuhan operasi pada pasien dengan deformitas dan mengurangi efek estetika dari deformitas tersebut. Sangat disarankan agar latihan juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan brace; namun, ini harus dilakukan bersamaan dengan fisioterapi.

Jenis Boston Brace adalah yang paling umum digunakan dalam pengobatan skoliosis di RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Pada tahun 1972, dokter ortopedi John Hall dan ortotis William Miller di Boston Children’s Hospital mengembangkan Boston Brace untuk merawat pasien dengan scoliosis dengan kurva lumbal. Brace ini berkembang dengan baik untuk menangani kurva thoracic dan thoracolumbar dengan menambah extension axillary plastik.

Boston brace memiliki bukaan posterior dan terbuat dari plastik rigid yang simetris. Memberikan tekanan atau koreksi pasif pada area lumbal dengan padding di area apical Pada sisi yang berlawanan ditempatkan thoracic pad. Pada posisi sejajar dengan thoracic pad, ada window atau opening area yang berfungsi sebagai area ventilasi dan mengakomodir pergeseran tekanan dari thoracic pad. Ini juga meningkatkan kenyamanan. Boston brace awalnya dirancang untuk mengurangi lordosis lumbar dengan harapan dapat memperbaiki kurva skoliosis. Namun, seiring perkembangan, brace sekarang diposisikan 15 derajat lordosis pada lumbar untuk mengurangi risiko hipokifosis.

Boston brace efektif untuk pasien dengan scoliosis dengan apex atau puncak kurva di bawah thorakal 8. Rata-rata keberhasilan penggunaan adalah kurang lebih 70%. Berbagai profesional medis dan profesional kesehatan yang terlibat harus menilai penggunaan Boston Brace. Dalam kunjungan pertama, pemeriksaan sinar-X dengan brace dilakukan untuk melakukan evaluasi. Kunjungan berikutnya harus membandingkan sinar-X terbaru dengan kondisi awal. Pemeriksaan brace untuk penderita skoliosis memerlukan kemampuan tim yang terdiri dari dokter, ortotis, dan fisioterapis.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-23T135723.068.png

Ketika tubuh tidak dapat memproduksi atau menggunakan insulin dengan baik, itu disebut diabetes mellitus. Hormon yang membantu tubuh mengubah glukosa (gula darah), lemak, dan protein menjadi energi adalah insulin. Akibatnya, kadar gula darah tetap tinggi, yang jika tidak diobati dengan baik dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Senam kaki diabetik adalah jenis olahraga yang dimaksudkan untuk membantu penderita diabetes menjaga kesehatan kaki mereka karena diabetes dapat memengaruhi aliran darah, saraf, dan kulit mereka. Tujuan dari senam kaki diabetik adalah untuk meningkatkan aliran darah, memperkuat otot-otot kaki, dan membantu mencegah komplikasi seperti luka atau infeksi. Senam kaki juga dapat membantu mengurangi kesemutan dan nyeri yang sering dialami oleh penderita neuropati diabetik.

 

Manfaat dari Senam Kaki untuk Diabetik

  • Meningkatkan sirkulasi darah: Gerakan ini meningkatkan aliran darah ke kaki bagian bawah dan kaki, yang sering terkena dampak diabetes.
  • Mencegah luka dan infeksi: Dengan mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas kaki, latihan ini dapat membantu mencegah cedera atau luka kecil yang dapat berkembang menjadi masalah serius.
  • Mengurangi nyeri dan kesemutan: Penderita neuropati diabetik sering mengalami nyeri atau kesemutan pada kaki mereka, dan senam kaki dapat membantu mengurangi gejala ini.
  • Memperkuat otot-otot kaki: Bagi penderita diabetes, meningkatkan kekuatan otot kaki juga membantu mereka tetap aktif dan bergerak dengan baik.

 

Manfaat olahraga untuk penderita diabetes, menurut Waspadi, 2006

  • Sambil meletakkan kaki ke lantai, duduk dengan benar di atas kursi.
  • Dengan tumit di lantai, angkat telapak kaki dan bentuk jari kaki seperti cakar ayam. Langkah ini dilakukan sepuluh kali.
  • Angkat ujung kaki dan tumit sepuluh kali.
  • Angkat ujung kaki, turunkan ke samping, dan letakkan kembali ke tengah. Lakukan ini sepuluh kali.
  • Setelah jari kaki diangkat dan diletakkan di tengah, langkah ini diulang sepuluh kali.
  • Angkat satu kaki dan luruskan, lalu gerakkan jari kaki yang lain ke arah depan. Langkah ini diulangi sepuluh kali.
  • Angkat satu kaki dan luruskan, lalu gerakkan telapak kaki ke arah wajah. Lakukan ini lagi dengan kaki lain. Langkah ini diulangi sepuluh kali.
  • Mengangkat kedua kaki dan luruskan, lalu gerakkan telapak kaki ke arah wajah sepuluh kali.
  • Angkat kedua kaki lurus dan putar pergelangan kaki sepuluh kali.
  • Setelah Anda angkat satu kaki, tulislah angka 0-9 di udara. Lakukan hal yang sama pada kaki berikutnya.
  • Letakkan sehelai kertas surat kabar di lantai, bentuk bola, buka bola menjadi lembaran, robek satu bagian menjadi lembaran kecil-kecil, satukan dengan lembaran yang utuh, dan bentuk kedua kaki bola. Buang kedua kaki bola dan buang ke tempat sampah.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-21T120444.895.png

Salmonellosis adalah penyakit menular (zoonosis) yang menyerang sistem pencernaan, tepatnya saluran usus. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella yang masuk ke makanan dan minuman yang tercemar. Serangga, seperti lalat, juga dapat membawa bakteri ini ke manusia. Diare adalah gejala utama, dan jika terjadi komplikasi, dapat menyebabkan kematian. Reaksi akan menjadi intens sekitar 7 hingga 36 jam setelah terinfeksi bakteri Salmonella dan akan berlangsung selama 2 hingga 7 hari.

Berbagai gejala lainnya termasuk:

  • Muntah dan mual
  • Sakit perut, kram perut, atau nyeri hebat pada perut
  • Panas dingin atau demam
  • Menggigil
  • Nyeri otot
  • Feses berdarah
  • Terdapat tanda-tanda dehidrasi, seperti urine sedikit atau warnanya gelap, mulut kering, dan
  • lemas

Salmonellosis terdiri dari dua jenis, tifoid dan non tifoid. Penyakit tifoid terdiri dari demam tifoid (thypoid fever) dan demam paratifoid (parathyphoid fever) yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A dan B. Salmonellosis non tifoid biasanya disebabkan oleh serovar yang tidak memiliki inang, atau hospes, yang membuatnya sangat berbahaya bagi hewan dan manusia.

Bakteri Salmonella ini biasanya didapati pada:

  • Daging mentah, biasanya bakteri Salmonella dapat hinggap pada daging yang terkena kotoran selama pemotongan atau terbengkalai begitu saja, bisa melalui perantara lalat.
  • Telur mentah, telur ini juga bisa menjadi penyebab Salmonellosis. Hewan unggas sangat rawan terinfeksi bakteri Salmonella apabila menghasilkan telur maka telur tersebut juga bisa ikut terinfeksi.
  • Susu, jus, atau minuman lainnya yang tidak dipasteurisasikan atau disteriliasasi.
  • Sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan bisa terkontaminasi apabila tidak dibersihkan dengan benar.

Bakteri Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman. Selain itu, bakteri dapat dibawa oleh serangga (lalat) ke dalam makanan, kemudian masuk ke saluran pencernaan lambung, di mana sebagian bakteri dimusnahkan, dan sebagian lainnya berkembang biak di saluran usus. Setelah itu, hipotalamus merespon dengan meningkatkan suhu tubuh, menyebabkan demam typhoid, yang menyebabkan gejala seperti diare dan lainnya.

 

Tingkatan infeksi bakteri Salmonella dibagi menjadi beberapa tingkatan, diantaranya :

  • Gastroenteritis, juga dikenal sebagai keracunan makanan, adalah penyakit yang dapat menginfeksi usus, atau saluran pencernaan, tanpa menghasilkan toksin sebelumnya. Menyantap makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri Salmonella, seperti daging dan telur, adalah penyebab gastroenteritis. Pusing, mual, muntah, diare, darah pada tinja, dan demam ringan akan muncul selama 8–48 jam. Itu akan sembuh dalam dua–tiga hari.
  • Bakteri salmonella typhi A, B, dan C menyebabkan demam tifoid, juga dikenal sebagai tipes. Penyakit ini dimulai dengan bakteri salmonella masuk ke mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar. Kemudian masuk ke usus halus dan sebagian hancur di dalam lambung.
  • Infeksi Salmonella non-typhi dan demam tifoid menyebabkan bakteriemia, juga dikenal sebagai septtikimia. Panas dan bakterimia berkala adalah indikasi. Selain itu, abnormalitas lain mungkin termasuk osteomyelitis, pneumonia, abses paru-paru, meningitis, dan lainnya. Jika bakteri Salmonella typhi ada dalam darah, ada kemungkinan infeksi sebanyak sepuluh kali lipat. Bakterimia ini tidak menyerang usus, atau saluran pencernaan, karena pertumbuhan bakteri dalam tinja bersifat negatif.
  • Pembawa (pembawa) ini terinfeksi Salmonella typhi dan membuang sisa bakteri di dalam fese dalam jangka waktu yang berbeda. Ini disebut carrier convalescent jika pasien tidak mengeluarkan sisa metabolisme bakteri Salmonella typhi dalam waktu dua hingga tiga bulan. Carrier kronik adalah pengidap yang mengeluarkan bakteri Salmonella dalam waktu satu tahun.

 

Beberapa golongan masyarakat yang rawan terkena Salmonellosis diantaranya:

  • Berusia yang rawan kritis termasuk bayi (balita), anak-anak, atau orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Ada kemungkinan bahwa remaja dapat terjangkit bakteri Salmonella.
  • Mempunyai sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada orang dengan riwayat penyakit HIV/AIDS, orang yang menjalani transplantasi organ, atau orang yang menerima kemoterapi atau radiasi.
  • Orang-orang dengan sejarah peradangan usus lebih rentan terhadap bakteri Salmonella. Ini terutama berlaku untuk sel-sel selaput lendir usus yang rusak.
  • Keluarga Anda terinfeksi Salmonella.
  • Memelihara hewan lain, terutama unggas seperti burung atau reptil, karena mereka dapat membawa Salmonella.
  • Perjalanan ke negara berkembang di mana tingkat sanitasi rendah atau kebersihan di bawah standar.
  • Penggunaan obat antasida dapat menurunkan pH lambung, memungkinkan bakteri Salmonella masuk dan bertahan hidup di usus.
  • Penggunaan antibiotik tanpa indikasi yang tepat dari dokter juga dapat menurunkan jumlah bakteri baik dalam usus, memungkinkan Salmonella merusak usus dengan mudah.

Salmonellosis sangat sulit untuk dideteksi, jadi harus dilakukan pemeriksaan fisik seperti memeriksa perut jika terasa empuk dan mencari ruam dengan bintik-bintik merah muda kecil di kulit. Demam tifoid muncul ketika bintik tersebut disertai demam tinggi dan Salmonella yang serius ditemukan. Selain tiga belas pemeriksaan fisik, pasien juga harus menjalani tes pada darah, urine, dan feses. Tujuan dari tes ini adalah untuk menemukan gejala terinfeksi bakteri Salmonella di tubuh pasien.

Cara menangani atau mencegah penyakit Salmonellosis bisa dimulai dari hal-hal sederhana dari individu ataupun dari lingkungan sekitar masyarakat, diantaranya:

  • Mengatur atau mengolah makanan dengan baik dan benar, makanan harus dimasak sampai benar-benar matang.
  • Cek dengan teliti kebersihan tempat masak sebelum dan sesudah menyediakan makanan yang beresiko meningkatkan gejala, cuci tangan hingga bersih (biasanya 6 langkah cuci tangan).
  • Memakai alat-alat terpisah untuk makanan mentah dan matang.
  • Hanya minum susu atau jus yang sudah di pasteurisasi.
  • Jaga kebersihan, jaga kebersihan, dan limgkungan.

Ingat ya, kebersihan bukan Cuma sebagian dari iman, tapi juga kunci dari kesehatan badan, salam sehat !

Kesimpulan

Bakteri Salmonella menyebabkan penyakit menular Salmonellosis yang menyerang saluran pencernaan. Gejalanya termasuk diare, muntah, sakit perut, demam, dan dehidrasi, yang jika tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan komplikasi serius. Konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi dapat menyebabkan salmonellosis.

Contoh makanan dan minuman yang terkontaminasi termasuk daging, telur, susu yang tidak dipasteurisasi, atau sayuran yang tidak dicuci dengan benar. Usia rentan (bayi, anak-anak, dan orang tua), penyakit kekebalan tubuh yang lemah, dan lingkungan yang tidak bersih adalah beberapa faktor risiko utama.

Menjaga kebersihan lingkungan dan makanan, memasak makanan hingga matang, mencuci tangan dengan benar, dan menggunakan peralatan dapur yang bersih adalah beberapa cara untuk mencegah salmonellosis.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-20T161006.701.png

Setelah bayi berusia enam bulan, ketika ASI saja tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizinya, mereka diberi makanan dan cairan tambahan yang disebut makanan pendamping ASI.

Strategi pemberian MPASI termasuk:

  • Tepat Waktu: Beri MPASI ketika ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi saat usia enam bulan.
  • Adekuat: MPASI diberikan untuk memenuhi kebutuhan energi anak dengan protein dan mikronutrien.
  • Aman dan Hygienes: Persiapan dan pembuatan MPASI dilakukan dengan cara, bahan, dan alat yang aman dan higienis.
  • Diberikan Secara Responsif: Makanan harus diberikan secara teratur sesuai dengan sinyal lapar atau kenyang anak.

MPASI bisa dimulai saat:

  • Anak dapat duduk dengan leher tegak dan mengangkat kepala tanpa bantuan
  • Anak menunjukkan keinginan untuk makan makanan
  • Anak menjadi lebih lapar dan menunjukkan tanda lapar.

Pemberian MPASI berdasarkan usia bayi:

  • Bayi usia 0 – 6 bulan = A S I
  • Bayi usia 6 – 8 bulan = 200 kalori, 2 – 3 sdm (125 ml ), 2-3 x / hari, dihaluskan lalu disaring, tekstur lumat dan kental.
  • Bayi usia 9 – 11 bulan = 300 kalori, 125 – 200 ml, 3-4 x / hari , snack 1 x, ditumbuk ( 9-10 bulan ), cincang kasar ( 11 – 12 bulan).
  • Bayi usia > 12 bulan = 550 kalori, 200 – 250 ml, 3 – 4 x / hari, snack 2x / hari, tekstur mengikuti orang dewasa ( menu keluarga ).

Jadwal makan pendamping ASI:

  • Untuk bayi berusia 6 hingga 8 bulan, ASI diberikan pada pukul 06.00, 08.00, makan pagi, 10.00, snack, 12.00, makan siang, 14.00, 16.00, 18.00, makan malam, 20.00, 22.00, 24.00, 03.00.
  • Untuk bayi berusia 9 hingga 11 bulan, ASI diberikan pada pukul 06.00, 08.00, makan pagi, 10.00, snack, 12.00, makan siang, 14.00, 16.00, 18.00, makan malam, 20.00, 22.00, 24.00, 03.00.
  • Bayi berusia 12 hingga 23 bulan menerima ASI pada pukul 06:00, makan pagi pada pukul 08:00, snack pada pukul 10:00, makan siang pada pukul 12:00, ASI pada pukul 14:00, snack pada pukul 16:00, makan malam pada pukul 18:00, dan ASI pada pukul 20:00.

 

Kita harus memperhatikan isi piringku karena MP ASI yang kaya protein hewani dapat membantu mencegah stunting pada anak:

  • Bayi usia 6–8 bulan menerima 70% ASI dan 30% MPASI.
  • Bayi usia 9–11 bulan menerima 50% ASI dan 50% MPASI.
  • Bayi usia 12–23 bulan menerima 30% ASI dan 70% MPASI.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-18T112444.698.png

Di Indonesia, banyak kasus luka bakar. Menurut data World Health Organization, negara berpenghasilan menengah ke bawah mengalami sekitar 90% kasus luka bakar, dengan angka kematian mencapai 180.000 kematian setiap tahunnya. Karena keterbatasan sumber daya dan akses ke layanan kesehatan, tingkat kasus luka bakar meningkat di negara berkembang. Angka kematian atau kematian akibat luka bakar juga tinggi, dengan sepsis (komplikasi infeksi yang mengancam jiwa) dan gagal organ multipel sebagai penyebab paling sering. Dari 2011 hingga 2012, 33,5% pasien luka bakar di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tidak terselamatkan. Renjatan septik adalah penyebab kematian terbanyak pada tahun 2013–2017, menurut data RSCM. Karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta akibat cedera fisik dan psikologis yang berlangsung lama, tata laksana luka bakar merupakan masalah di Indonesia.

Resusitasi cairan yang memiliki sifat menyelamatkan nyawa dimulai dengan tata laksana pasien luka bakar. Terapi luka dapat dimulai setelah pasien menjadi lebih baik. Tindakan bedah diperlukan untuk luka bakar yang lebih dalam. Operasi dilakukan untuk mengeluarkan jaringan mati, menghindari infeksi, dan mendapatkan jaringan penting yang siap untuk menutup luka melalui transplantasi atau graft kulit. Dengan menutup defek pasca-eksisi dini dengan transplantasi kulit pasien sendiri, risiko infeksi dan nyeri akan lebih rendah dan mobilisasi pasien akan lebih cepat. Namun, donor kulit sehat pasien luka bakar tentunya terbatas, jadi perlu dikembangkan terapi pengganti kulit untuk menggantikan donor kulit sehat pasien yang terbatas ini.

Terapi pengganti kulit populer di mancanegara, tetapi masalah biaya menghalangi mereka untuk dijual di Indonesia. Di Indonesia, freeze dried amnion sudah digunakan, tetapi hasilnya masih buruk. Keterbatasan ini membuat donor kulit pasien luka bakar harus diganti dengan produk lokal. Terapi pengganti kulit saat ini telah dikembangkan untuk menggantikan dermis dan epidermis dengan menggunakan selaput amnion dua lapis yang disemai dengan campuran sel dari kulit pasien dan sel punca. Mengingat sel punca epitel amnion dapat diperoleh dengan mudah, tidak membutuhkan prosedur invasif, dan hanya mengekspresikan human leucocyte antigen (HLA) yang berperan dalam rejeksi, sel punca epitel amnion adalah pilihan yang baik.

Dalam studi yang telah dilakukan di RSCM, pasien yang mengalami luka bakar yang parah menerima terapi pengganti kulit lokal yang dikombinasikan dengan sel kulit pasien dan sel punca menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki sel punca. Kelompok yang menggunakan sel punca menunjukkan kecepatan pembentukan kulit baru yang lebih cepat, dan terapi pengganti kulit tersebut bertahan lebih lama dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki sel punca. Selain itu, pada terapi pengganti kulit menggunakan sel, ketebalan lapisan kulit lebih mirip dengan kulit normal.

Tujuan terapi luka bakar dalam adalah pembentukan kulit baru. Kerangka dan sumber sel memainkan peran penting dalam menentukan apakah akan terbentuk kulit baru dengan bentuk dan fisiologi yang sama seperti kulit normal.

Pada pasien luka bakar dalam, terapi pengganti kulit yang menggunakan selaput amnion dua lapis dapat menghasilkan lapisan kulit baru. Namun, penambahan sel baru ke area yang ditransplantasi menghasilkan struktur yang lebih mirip dengan kulit normal. Pengganti kulit baru ini dapat digunakan dengan aman pada pasien luka bakar dalam setelah operasi eksisi dini dan terbukti berhasil. Penggunaan sel punca memiliki keuntungan karena sifatnya yang dapat memperbarui diri, pluripoten, dan imunogenitas rendah. Sel punca epitel amnion juga pluripoten.

Sejauh ini, temuan penelitian menunjukkan potensi besar penggunaan sel punca untuk terapi luka bakar dengan hasil yang sangat baik. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan peran sel punca dalam terapi luka bakar.

Kesimpulan

Dalam kasus luka bakar, penggunaan sel punca sebagai terapi pengganti kulit telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, terutama di Indonesia. Metode ini menyelesaikan masalah donor kulit yang terbatas. Terapi ini dapat meningkatkan proses penyembuhan luka bakar dengan menggunakan sel punca epitel amnion, yang mudah diperoleh, tidak membutuhkan prosedur invasif, dan memiliki risiko imunogenitas yang rendah. Studi di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa terapi pengganti kulit yang menggabungkan sel kulit pasien dengan sel punca menghasilkan pertumbuhan kulit baru yang lebih cepat, lapisan kulit yang lebih tebal, dan struktur yang lebih mirip dengan kulit normal.

 

Sumber: Kemenkes


Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.