artikel-2024-12-21T120444.895.png

Salmonellosis adalah penyakit menular (zoonosis) yang menyerang sistem pencernaan, tepatnya saluran usus. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella yang masuk ke makanan dan minuman yang tercemar. Serangga, seperti lalat, juga dapat membawa bakteri ini ke manusia. Diare adalah gejala utama, dan jika terjadi komplikasi, dapat menyebabkan kematian. Reaksi akan menjadi intens sekitar 7 hingga 36 jam setelah terinfeksi bakteri Salmonella dan akan berlangsung selama 2 hingga 7 hari.

Berbagai gejala lainnya termasuk:

  • Muntah dan mual
  • Sakit perut, kram perut, atau nyeri hebat pada perut
  • Panas dingin atau demam
  • Menggigil
  • Nyeri otot
  • Feses berdarah
  • Terdapat tanda-tanda dehidrasi, seperti urine sedikit atau warnanya gelap, mulut kering, dan
  • lemas

Salmonellosis terdiri dari dua jenis, tifoid dan non tifoid. Penyakit tifoid terdiri dari demam tifoid (thypoid fever) dan demam paratifoid (parathyphoid fever) yang disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A dan B. Salmonellosis non tifoid biasanya disebabkan oleh serovar yang tidak memiliki inang, atau hospes, yang membuatnya sangat berbahaya bagi hewan dan manusia.

Bakteri Salmonella ini biasanya didapati pada:

  • Daging mentah, biasanya bakteri Salmonella dapat hinggap pada daging yang terkena kotoran selama pemotongan atau terbengkalai begitu saja, bisa melalui perantara lalat.
  • Telur mentah, telur ini juga bisa menjadi penyebab Salmonellosis. Hewan unggas sangat rawan terinfeksi bakteri Salmonella apabila menghasilkan telur maka telur tersebut juga bisa ikut terinfeksi.
  • Susu, jus, atau minuman lainnya yang tidak dipasteurisasikan atau disteriliasasi.
  • Sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan bisa terkontaminasi apabila tidak dibersihkan dengan benar.

Bakteri Salmonella dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman. Selain itu, bakteri dapat dibawa oleh serangga (lalat) ke dalam makanan, kemudian masuk ke saluran pencernaan lambung, di mana sebagian bakteri dimusnahkan, dan sebagian lainnya berkembang biak di saluran usus. Setelah itu, hipotalamus merespon dengan meningkatkan suhu tubuh, menyebabkan demam typhoid, yang menyebabkan gejala seperti diare dan lainnya.

 

Tingkatan infeksi bakteri Salmonella dibagi menjadi beberapa tingkatan, diantaranya :

  • Gastroenteritis, juga dikenal sebagai keracunan makanan, adalah penyakit yang dapat menginfeksi usus, atau saluran pencernaan, tanpa menghasilkan toksin sebelumnya. Menyantap makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri Salmonella, seperti daging dan telur, adalah penyebab gastroenteritis. Pusing, mual, muntah, diare, darah pada tinja, dan demam ringan akan muncul selama 8–48 jam. Itu akan sembuh dalam dua–tiga hari.
  • Bakteri salmonella typhi A, B, dan C menyebabkan demam tifoid, juga dikenal sebagai tipes. Penyakit ini dimulai dengan bakteri salmonella masuk ke mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar. Kemudian masuk ke usus halus dan sebagian hancur di dalam lambung.
  • Infeksi Salmonella non-typhi dan demam tifoid menyebabkan bakteriemia, juga dikenal sebagai septtikimia. Panas dan bakterimia berkala adalah indikasi. Selain itu, abnormalitas lain mungkin termasuk osteomyelitis, pneumonia, abses paru-paru, meningitis, dan lainnya. Jika bakteri Salmonella typhi ada dalam darah, ada kemungkinan infeksi sebanyak sepuluh kali lipat. Bakterimia ini tidak menyerang usus, atau saluran pencernaan, karena pertumbuhan bakteri dalam tinja bersifat negatif.
  • Pembawa (pembawa) ini terinfeksi Salmonella typhi dan membuang sisa bakteri di dalam fese dalam jangka waktu yang berbeda. Ini disebut carrier convalescent jika pasien tidak mengeluarkan sisa metabolisme bakteri Salmonella typhi dalam waktu dua hingga tiga bulan. Carrier kronik adalah pengidap yang mengeluarkan bakteri Salmonella dalam waktu satu tahun.

 

Beberapa golongan masyarakat yang rawan terkena Salmonellosis diantaranya:

  • Berusia yang rawan kritis termasuk bayi (balita), anak-anak, atau orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Ada kemungkinan bahwa remaja dapat terjangkit bakteri Salmonella.
  • Mempunyai sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada orang dengan riwayat penyakit HIV/AIDS, orang yang menjalani transplantasi organ, atau orang yang menerima kemoterapi atau radiasi.
  • Orang-orang dengan sejarah peradangan usus lebih rentan terhadap bakteri Salmonella. Ini terutama berlaku untuk sel-sel selaput lendir usus yang rusak.
  • Keluarga Anda terinfeksi Salmonella.
  • Memelihara hewan lain, terutama unggas seperti burung atau reptil, karena mereka dapat membawa Salmonella.
  • Perjalanan ke negara berkembang di mana tingkat sanitasi rendah atau kebersihan di bawah standar.
  • Penggunaan obat antasida dapat menurunkan pH lambung, memungkinkan bakteri Salmonella masuk dan bertahan hidup di usus.
  • Penggunaan antibiotik tanpa indikasi yang tepat dari dokter juga dapat menurunkan jumlah bakteri baik dalam usus, memungkinkan Salmonella merusak usus dengan mudah.

Salmonellosis sangat sulit untuk dideteksi, jadi harus dilakukan pemeriksaan fisik seperti memeriksa perut jika terasa empuk dan mencari ruam dengan bintik-bintik merah muda kecil di kulit. Demam tifoid muncul ketika bintik tersebut disertai demam tinggi dan Salmonella yang serius ditemukan. Selain tiga belas pemeriksaan fisik, pasien juga harus menjalani tes pada darah, urine, dan feses. Tujuan dari tes ini adalah untuk menemukan gejala terinfeksi bakteri Salmonella di tubuh pasien.

Cara menangani atau mencegah penyakit Salmonellosis bisa dimulai dari hal-hal sederhana dari individu ataupun dari lingkungan sekitar masyarakat, diantaranya:

  • Mengatur atau mengolah makanan dengan baik dan benar, makanan harus dimasak sampai benar-benar matang.
  • Cek dengan teliti kebersihan tempat masak sebelum dan sesudah menyediakan makanan yang beresiko meningkatkan gejala, cuci tangan hingga bersih (biasanya 6 langkah cuci tangan).
  • Memakai alat-alat terpisah untuk makanan mentah dan matang.
  • Hanya minum susu atau jus yang sudah di pasteurisasi.
  • Jaga kebersihan, jaga kebersihan, dan limgkungan.

Ingat ya, kebersihan bukan Cuma sebagian dari iman, tapi juga kunci dari kesehatan badan, salam sehat !

Kesimpulan

Bakteri Salmonella menyebabkan penyakit menular Salmonellosis yang menyerang saluran pencernaan. Gejalanya termasuk diare, muntah, sakit perut, demam, dan dehidrasi, yang jika tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan komplikasi serius. Konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi dapat menyebabkan salmonellosis.

Contoh makanan dan minuman yang terkontaminasi termasuk daging, telur, susu yang tidak dipasteurisasi, atau sayuran yang tidak dicuci dengan benar. Usia rentan (bayi, anak-anak, dan orang tua), penyakit kekebalan tubuh yang lemah, dan lingkungan yang tidak bersih adalah beberapa faktor risiko utama.

Menjaga kebersihan lingkungan dan makanan, memasak makanan hingga matang, mencuci tangan dengan benar, dan menggunakan peralatan dapur yang bersih adalah beberapa cara untuk mencegah salmonellosis.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-20T161006.701.png

Setelah bayi berusia enam bulan, ketika ASI saja tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizinya, mereka diberi makanan dan cairan tambahan yang disebut makanan pendamping ASI.

Strategi pemberian MPASI termasuk:

  • Tepat Waktu: Beri MPASI ketika ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi saat usia enam bulan.
  • Adekuat: MPASI diberikan untuk memenuhi kebutuhan energi anak dengan protein dan mikronutrien.
  • Aman dan Hygienes: Persiapan dan pembuatan MPASI dilakukan dengan cara, bahan, dan alat yang aman dan higienis.
  • Diberikan Secara Responsif: Makanan harus diberikan secara teratur sesuai dengan sinyal lapar atau kenyang anak.

MPASI bisa dimulai saat:

  • Anak dapat duduk dengan leher tegak dan mengangkat kepala tanpa bantuan
  • Anak menunjukkan keinginan untuk makan makanan
  • Anak menjadi lebih lapar dan menunjukkan tanda lapar.

Pemberian MPASI berdasarkan usia bayi:

  • Bayi usia 0 – 6 bulan = A S I
  • Bayi usia 6 – 8 bulan = 200 kalori, 2 – 3 sdm (125 ml ), 2-3 x / hari, dihaluskan lalu disaring, tekstur lumat dan kental.
  • Bayi usia 9 – 11 bulan = 300 kalori, 125 – 200 ml, 3-4 x / hari , snack 1 x, ditumbuk ( 9-10 bulan ), cincang kasar ( 11 – 12 bulan).
  • Bayi usia > 12 bulan = 550 kalori, 200 – 250 ml, 3 – 4 x / hari, snack 2x / hari, tekstur mengikuti orang dewasa ( menu keluarga ).

Jadwal makan pendamping ASI:

  • Untuk bayi berusia 6 hingga 8 bulan, ASI diberikan pada pukul 06.00, 08.00, makan pagi, 10.00, snack, 12.00, makan siang, 14.00, 16.00, 18.00, makan malam, 20.00, 22.00, 24.00, 03.00.
  • Untuk bayi berusia 9 hingga 11 bulan, ASI diberikan pada pukul 06.00, 08.00, makan pagi, 10.00, snack, 12.00, makan siang, 14.00, 16.00, 18.00, makan malam, 20.00, 22.00, 24.00, 03.00.
  • Bayi berusia 12 hingga 23 bulan menerima ASI pada pukul 06:00, makan pagi pada pukul 08:00, snack pada pukul 10:00, makan siang pada pukul 12:00, ASI pada pukul 14:00, snack pada pukul 16:00, makan malam pada pukul 18:00, dan ASI pada pukul 20:00.

 

Kita harus memperhatikan isi piringku karena MP ASI yang kaya protein hewani dapat membantu mencegah stunting pada anak:

  • Bayi usia 6–8 bulan menerima 70% ASI dan 30% MPASI.
  • Bayi usia 9–11 bulan menerima 50% ASI dan 50% MPASI.
  • Bayi usia 12–23 bulan menerima 30% ASI dan 70% MPASI.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-18T112444.698.png

Di Indonesia, banyak kasus luka bakar. Menurut data World Health Organization, negara berpenghasilan menengah ke bawah mengalami sekitar 90% kasus luka bakar, dengan angka kematian mencapai 180.000 kematian setiap tahunnya. Karena keterbatasan sumber daya dan akses ke layanan kesehatan, tingkat kasus luka bakar meningkat di negara berkembang. Angka kematian atau kematian akibat luka bakar juga tinggi, dengan sepsis (komplikasi infeksi yang mengancam jiwa) dan gagal organ multipel sebagai penyebab paling sering. Dari 2011 hingga 2012, 33,5% pasien luka bakar di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tidak terselamatkan. Renjatan septik adalah penyebab kematian terbanyak pada tahun 2013–2017, menurut data RSCM. Karena angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta akibat cedera fisik dan psikologis yang berlangsung lama, tata laksana luka bakar merupakan masalah di Indonesia.

Resusitasi cairan yang memiliki sifat menyelamatkan nyawa dimulai dengan tata laksana pasien luka bakar. Terapi luka dapat dimulai setelah pasien menjadi lebih baik. Tindakan bedah diperlukan untuk luka bakar yang lebih dalam. Operasi dilakukan untuk mengeluarkan jaringan mati, menghindari infeksi, dan mendapatkan jaringan penting yang siap untuk menutup luka melalui transplantasi atau graft kulit. Dengan menutup defek pasca-eksisi dini dengan transplantasi kulit pasien sendiri, risiko infeksi dan nyeri akan lebih rendah dan mobilisasi pasien akan lebih cepat. Namun, donor kulit sehat pasien luka bakar tentunya terbatas, jadi perlu dikembangkan terapi pengganti kulit untuk menggantikan donor kulit sehat pasien yang terbatas ini.

Terapi pengganti kulit populer di mancanegara, tetapi masalah biaya menghalangi mereka untuk dijual di Indonesia. Di Indonesia, freeze dried amnion sudah digunakan, tetapi hasilnya masih buruk. Keterbatasan ini membuat donor kulit pasien luka bakar harus diganti dengan produk lokal. Terapi pengganti kulit saat ini telah dikembangkan untuk menggantikan dermis dan epidermis dengan menggunakan selaput amnion dua lapis yang disemai dengan campuran sel dari kulit pasien dan sel punca. Mengingat sel punca epitel amnion dapat diperoleh dengan mudah, tidak membutuhkan prosedur invasif, dan hanya mengekspresikan human leucocyte antigen (HLA) yang berperan dalam rejeksi, sel punca epitel amnion adalah pilihan yang baik.

Dalam studi yang telah dilakukan di RSCM, pasien yang mengalami luka bakar yang parah menerima terapi pengganti kulit lokal yang dikombinasikan dengan sel kulit pasien dan sel punca menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki sel punca. Kelompok yang menggunakan sel punca menunjukkan kecepatan pembentukan kulit baru yang lebih cepat, dan terapi pengganti kulit tersebut bertahan lebih lama dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki sel punca. Selain itu, pada terapi pengganti kulit menggunakan sel, ketebalan lapisan kulit lebih mirip dengan kulit normal.

Tujuan terapi luka bakar dalam adalah pembentukan kulit baru. Kerangka dan sumber sel memainkan peran penting dalam menentukan apakah akan terbentuk kulit baru dengan bentuk dan fisiologi yang sama seperti kulit normal.

Pada pasien luka bakar dalam, terapi pengganti kulit yang menggunakan selaput amnion dua lapis dapat menghasilkan lapisan kulit baru. Namun, penambahan sel baru ke area yang ditransplantasi menghasilkan struktur yang lebih mirip dengan kulit normal. Pengganti kulit baru ini dapat digunakan dengan aman pada pasien luka bakar dalam setelah operasi eksisi dini dan terbukti berhasil. Penggunaan sel punca memiliki keuntungan karena sifatnya yang dapat memperbarui diri, pluripoten, dan imunogenitas rendah. Sel punca epitel amnion juga pluripoten.

Sejauh ini, temuan penelitian menunjukkan potensi besar penggunaan sel punca untuk terapi luka bakar dengan hasil yang sangat baik. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan peran sel punca dalam terapi luka bakar.

Kesimpulan

Dalam kasus luka bakar, penggunaan sel punca sebagai terapi pengganti kulit telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, terutama di Indonesia. Metode ini menyelesaikan masalah donor kulit yang terbatas. Terapi ini dapat meningkatkan proses penyembuhan luka bakar dengan menggunakan sel punca epitel amnion, yang mudah diperoleh, tidak membutuhkan prosedur invasif, dan memiliki risiko imunogenitas yang rendah. Studi di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa terapi pengganti kulit yang menggabungkan sel kulit pasien dengan sel punca menghasilkan pertumbuhan kulit baru yang lebih cepat, lapisan kulit yang lebih tebal, dan struktur yang lebih mirip dengan kulit normal.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-17T145529.891.png

Serangkaian pertolongan pertama yang dimaksudkan untuk menyelamatkan kehidupan seseorang yang mengalami kondisi medis yang mengancam nyawa, seperti henti jantung, henti napas, atau korban tidak sadarkan diri dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (BHD).

BHD dapat digunakan dalam situasi apa pun, mulai dari serangan jantung hingga kecelakaan mobil. BHD dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan orang awam. Sangat mungkin untuk menyelamatkan hidup seseorang jika seseorang mengambil tindakan BHD.

Tindakan cepat dan efektif diperlukan untuk kondisi medis tertentu, seperti serangan jantung atau napas tersumbat, agar korban tetap hidup hingga bantuan medis yang lebih ahli dapat diberikan. Sangat penting untuk memahami dan mengetahui tindakan yang tepat saat terjadi keadaan karena keterlambatan dalam memberikan BHD dapat berakibat fatal.

 

Berikut ini Adalah Langkah-langkah BHD Dasar yang Harus Diketahui dan Dikuasai

Panggil Bantuan Medis

Langkah pertama dalam BHD adalah mendapatkan bantuan medis segera. Ini dapat dicapai dengan menghubungi nomor telepon darurat yang tersedia di wilayah setempat. Berikan informasi yang jelas tentang lokasi kejadian, kondisi korban, dan tindakan yang telah diambil saat menelepon.

Cek Respon / Keadaan Korban

Evaluasi keadaan korban adalah langkah berikutnya setelah meminta bantuan medis. Setelah memanggil “Pak / Bu atau nama korban”, tepuk bahu korban sambil memanggil “Bantuan Hidup Dasar/BHD”. Perhatikan apakah korban tidak menjawab atau bernapas dengan normal. Jika tidak, segera mulai memberikan Bantuan Hidup Dasar/BHD.

Periksa Denyut Jantung dan Napas Korban

Letakkan tiga jari (jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis) sekitar tiga jari dari leher bagian tengah korban untuk mengetahui apakah detak jantungnya berdenyut atau tidak. Segera lakukan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) jika Anda tidak merasakan nadi.

Lakukan CPR

Teknik pemompaan jantung paru, juga dikenal sebagai CPR, adalah prosedur yang memungkinkan untuk memompa darah ke seluruh tubuh korban ketika jantungnya tidak berdetak. Prosedur ini mencakup kompresi dada dan ventilasi udara dengan rasio tiga puluh kali kompresi dan dua kali ventilasi untuk memastikan bahwa korban tetap mendapatkan oksigen.

Untuk membantu memulihkan detak jantung korban, segera berikan Defibrilator, alat medis yang menggunakan arus listrik untuk memulihkan atau menghentikan detak jantung. Meskipun defibrilator harus dioperasikan oleh orang yang terlatih, Anda dapat menyelamatkan hidup korban jika Anda tahu cara menggunakannya.

Perlu diperhatikan untuk selalu menjaga keamanan korban saat melakukan BHD. Pastikan lingkungan di sekitar korban aman dan tidak berbahaya; jika terdapat bahaya seperti api atau ledakan gas, segera pindahkan korban ke tempat yang aman sebelum memulai BHD. Jangan hentikan BHD sampai bantuan medis tiba. Perlu dipahami bahwa BHD harus tetap dilakukan sebisa mungkin sampai bantuan medis tiba.

Lakukan BHD sesuai dengan pelatihan yang sudah Anda terima: Pastikan untuk melakukan BHD sesuai dengan pelatihan yang sudah Anda terima. Jika Anda bingung, ikuti instruksi operator darurat atau minta bantuan orang yang lebih berpengalaman.

Perbarui pengetahuan dan keterampilan BHD: Anda harus mempelajari dan memperbarui pengetahuan dan keterampilan BHD secara berkala. Banyak program pelatihan BHD tersedia di tempat kerja dan di tingkat masyarakat. Anda harus selalu memperbarui pengetahuan dan keterampilan Anda dalam melakukan BHD untuk membuat Anda siap dalam situasi darurat. Kecepatan dan ketepatan tindakan dalam melakukan BHD sangat penting.

Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk memahami langkah-langkah BHD dasar agar mereka dapat memberikan pertolongan pertama yang tepat dan efektif dalam situasi darurat. Pelatihan dan pengetahuan BHD juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi ketakutan saat menghadapi situasi darurat.

Untuk menyelamatkan hidup orang lain dan menjadi pahlawan dalam kehidupan mereka sendiri, penting untuk belajar dan menguasai BHD karena itu bukan hanya tanggung jawab orang yang memiliki pelatihan medis tetapi juga setiap orang. Setiap detik dapat membuat perbedaan dalam situasi darurat, dan BHD dapat membuat perbedaan antara hidup dan mati.

 

Kesimpulan

Untuk siap menghadapi situasi darurat, pengetahuan dan keterampilan BHD harus diperbarui secara berkala. Ini termasuk memastikan keamanan lingkungan sebelum melakukan BHD, melanjutkan tindakan hingga tenaga medis tiba, dan melaksanakan prosedur sesuai pelatihan yang telah diterima.

Dalam kondisi darurat, BHD dapat menjadi penentu hidup atau mati. Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk mempelajari dan menguasai BHD untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Setiap orang memiliki kemampuan untuk menjadi pahlawan saat dibutuhkan, dan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak sangat penting.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-16T092523.985.png

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan pada struktur dan fungsi ginjal yang berlangsung selama tiga bulan atau lebih. Gagal ginjal akut terjadi ketika perubahan fungsi ginjal terjadi secara mendadak atau akut dan tidak berlangsung selama tiga bulan. Kegagalan ginjal kronik terjadi ketika struktur ginjal rusak secara bertahap, yang menyebabkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah. Ini menyebabkan kegagalan fungsi ginjal untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.

 

Penyebabnya

  • Glomerulonephritis
  • Diabetes Mellitus (DM)
  • Infeksi dan hambatan
  • Hipertensi

 

Gejala

  • Kardiak: Hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema paru-paru
  • Gastrointestinal: Anoreksia, mual, muntah, perdarahan gastrointestinal, ulserasi, perdarahan mulut, dan bau ammonia di udara.
  • Neurologis: Perubahan tingkat kesadaran, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, dan kedutan otot yang dapat menyebabkan kejang
  • Integumen: Pruritis, atau penumpukan urea pada lapisan kulit, perubahan warna kulit seperti keabu-abuan, kulit kering dan berisik, kuku tipis dan rapuh.
  • Pulmoner: Sputum kental dan liat, pernafasan dangkal, dan kusmaul hingga edema pulmonal.
  • Muskuloskletal: Kekurangan kalsium dan pengeroposan tulang dapat menyebabkan fraktur, serta kram otot dan kehilangan kekuatan otot.
  • Psikologis: Menurunkan kepercayaan diri dan harga diri

 

Faktor-faktor Risiko

Faktor risiko penyakit ginjal kronik termasuk hipertensi, diabetes mellitus, usia, obesitas, penyakit kardiovaskular, berat lahir rendah, dan penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, keracunan obat, infeksi sistemik, infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, dan penyakit ginjal bawaan. Faktor lain yang berhubungan dengan penyakit gagal ginjal kronik termasuk gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, minum alkohol, dan tidak berolahraga.

 

Komplikasi

Dengan fungsi ginjal yang lebih rendah, penyakit ginjal kronik yang progresif dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang lebih sering dan lebih berat. Penyakit kardiovaskular, hipertensi, anemia, kelainan tulang mineral, gangguan elektrolit, diabetes melitus, dan asidosis metabolik adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi. Komplikasi ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta kualitas hidup yang buruk.

 

Pemeriksaan

  • Urin
  • Darah
  • USG

 

Pengendalian

  • Diit yang terdiri dari protein, fosfat, kalium, dan glukosa
  • penyesuian dosis obat yang diberikan serta pelatihan
  • Terapi pengganti ginjal digunakan setelah tahapan pengobatan pertama tidak berhasil. Penyakit ginjal stadium akhir biasanya ditunjukkan dengan uremia, dan pasien perlu menerima terapi pengganti ginjal. Dua pilihan terapi pengganti ginjal adalah transplantasi ginjal dan dialisis (Hemodialisis dan Peritoneal Dialisis).

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-13T111336.185.png

Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah kondisi yang disebabkan oleh penurunan sistem kekebalan tubuh dan dapat mempengaruhi seluruh organ tubuh, dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ini dikenal sebagai penyakit autoimun. Penyakit ini belum memiliki pengobatan yang efektif. Meskipun SLE tidak menular, kebanyakan pasien perempuan. Ada tiga kategori gejala: gejala kulit, gejala sistemik, dan gejala laboratorium. Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) biasanya sangat sensitif terhadap paparan sinar ultraviolet, baik melalui penggunaan lampu ultraviolet maupun paparan sinar matahari pagi yang mengandung ultraviolet.

Ruam kulit berbentuk lingkaran dan berwarna merah dapat muncul pada area tubuh yang terpapar sinar matahari. Selain itu, penderita sering mengalami sariawan berulang atau kambuh, yang kadang-kadang dianggap tidak penting. Jika penderita tidak mendapatkan pengobatan yang tepat segera dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama, gejala sistemik biasanya akan muncul. Radang sendi yang berulang dan parah adalah gejala sistemik pertama, yang sering kali salah dianggap sebagai penyakit asam urat atau rematik.

Seseorang dapat menggambarkan penyakit ini sebagai gangguan autoimun yang bersifat sistemik dan kronik. Penyakit lupus ditandai dengan pembentukan berbagai jenis antibodi yang membentuk kompleks imun, yang kemudian menyebabkan reaksi peradangan di seluruh tubuh. Dalam kasus autoimun, tubuh penderita lupus menghasilkan antibodi yang seharusnya melawan infeksi tetapi menyerang organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, dan sel darah, meskipun antibodi ini seharusnya melawan patogen yang datang dari luar.

 

Penyebab Systemic Lupus Erithematosus (SLE)

Lupus, penyakit autoimun, terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh yang sehat. Namun, para ahli masih belum mengetahui penyebab pasti lupus.

  • Paparan matahari dapat menyebabkan luka pada kulit akibat lupus atau menyebabkan reaksi internal pada orang yang rentan terhadap kondisi tersebut.
  • Infeksi dapat menyebabkan lupus atau kekambuhan pada beberapa orang.
  • Obat untuk tekanan darah tinggi, obat anti kejang, dan antibiotik adalah beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan lupus.

 

Faktor Risiko yang Berkontribusi pada Penyakit Systemic Lupus Erithematosus (SLE)

Hormon dan Jenis Kelamin

Lupus dapat menyerang siapa saja, tetapi yang paling sering didiagnosis adalah orang di usia lima belas hingga empat puluh tahun.

Gender

Lupus lebih umum pada wanita dibandingkan pria.

Faktor keturunan

Penyakit ini cenderung lebih sering terjadi pada orang kulit berwarna, terutama orang Asia, Afrika, dan Hispanik. Riwayat keluarga juga berpengaruh: mereka yang memiliki anggota keluarga dekat yang menderita lupus, seperti orang tua atau saudara, berisiko lebih tinggi untuk menderita penyakit ini.

Faktor Alam

Penggunaan sinar matahari yang berlebihan pada tubuh dapat meningkatkan risiko terkena lupus. Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti hydralazine dan procainamide, juga diketahui dapat menyebabkan lupus.

 

Pengobatan SLE (Systemic Lupus Erithematosus)

Penggunaan obat-obatan

Hydroxychloroquine adalah salah satu obat dari kelas kortikosteroid dan imunosupresan yang digunakan untuk mengobati malaria dan juga untuk mengobati gejala lupus seperti ruam dan radang sendi. Obat-obatan ini menargetkan bagian tertentu dari sistem kekebalan tubuh untuk mengontrol peradangan.

Pergeseran Gaya Hidup

Dokter juga akan menyarankan penderitanya untuk mengadopsi gaya hidup sehat untuk mendukung keberhasilan pengobatan karena kondisi ini adalah kondisi jangka panjang dengan gejala yang bisa datang dan pergi. Hindari merokok karena merokok dapat merusak berbagai sistem tubuh dan memperburuk kondisi lupus. Batasi jumlah alkohol yang Anda konsumsi karena alkohol dapat mengurangi kinerja obat-obatan tertentu dan berdampak negatif pada kesehatan hati. Untuk menjaga jantung, paru-paru, tulang, dan persendian tetap sehat, lakukan olahraga secara teratur, terutama olahraga ringan. Melakukan pemeriksaan rutin sangat penting, terutama bagi penderita lupus, karena mereka sering terkena infeksi. Sistem kekebalan penderita lupus menghasilkan antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri, khususnya protein dalam inti sel. Selain itu, kombinasi gen tertentu dalam sistem kekebalan penderita lupus dapat menyebabkan SLE.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-11T103343.739.png

Gaya hidup yang tidak sehat, seperti pola makan yang tidak seimbang dan aktivitas fisik yang kurang, telah memengaruhi kesehatan masyarakat dan berkontribusi pada peningkatan prevalensi diabetes. Beberapa faktor risiko yang dianggap dapat menyebabkan diabetes mellitus termasuk riwayat keluarga, lingkungan, usia, etnis, hipertensi, kebiasaan hidup yang tidak sehat, dan faktor psikologis seperti stres dan depresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kadar gula darah penderita diabetes mellitus tipe 2 berkorelasi dengan komponen psikologis seperti stres dan depresi.

Diabetes memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan angka kesakitan dan kematian di seluruh dunia karena berbagai komplikasi yang berbahaya. Koma hiperglikemik yang disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tinggi, ketoasidosis atau ketotoksisitas yang disebabkan oleh metabolisme lemak dan protein, terutama pada diabetes tipe 1 yang bergantung pada insulin, koma hipoglikemik yang disebabkan oleh penggunaan insulin yang berlebihan atau tidak terkontrol, penyakit mikrovaskular yang mempengaruhi organ dengan pembuluh darah kecil, gangguan jantung dan pembuluh darah seperti infark miokard, dan penyakit jantung koroner lainnya.

Beberapa faktor dianggap berkontribusi pada prevalensi diabetes, seperti riwayat keluarga, lingkungan, usia, obesitas, ras atau etnis, hipertensi, pola makan, dan kurangnya aktivitas fisik. Namun, penyebab pasti diabetes belum diketahui. Selain faktor risiko tersebut, masalah psikologis seperti stres dan depresi juga dapat mempengaruhi kadar gula darah yang lebih tinggi. Stres adalah reaksi tubuh terhadap tekanan psikososial, seperti beban mental atau masalah hidup. Stres mempengaruhi sistem endokrin dengan meningkatkan kadar gula darah. Stres mengubah kondisi tubuh secara fisiologis, tetapi pada penderita diabetes, stres dapat membuat kadar gula darah menjadi lebih sulit untuk dikontrol.

 

Stres yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus

  • Salah satu komponen psikologis yang berkontribusi pada peningkatan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus adalah stres. Penelitian telah menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat stres dan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus: semakin tinggi tingkat stres, semakin tinggi kadar gula darah.
  • Stres dapat menyebabkan perubahan fungsi tubuh, seperti perubahan hormon, sistem kekebalan, atau ketidakteraturan pada sistem pencernaan. Selain itu, stres dapat memperburuk pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes.
  • Epinefrin berfungsi untuk memicu proses glukoneogenesis di hati, yang menghasilkan pelepasan glukosa ke dalam darah dalam waktu singkat. Akibatnya, kadar glukosa darah meningkat saat seseorang mengalami stres atau ketegangan.
  • Orang dengan diabetes mellitus yang mengalami stres cenderung mengalami kenaikan kadar gula darah, karena ada hubungan antara tingkat stres dan kenaikan kadar gula darah.
  • Stres juga dapat menyebabkan penurunan energi, yang dapat menyebabkan kebiasaan makan yang berlebihan dan penurunan minat untuk berolahraga. Akibatnya, stres dapat memperburuk penumpukan gula darah yang tinggi.

 

Depresi yang Disebabkan oleh Kadar Gula Darah yang Rendah pada Pasien Diabetes Mellitus

  • Pada penderita diabetes mellitus, depresi memiliki korelasi positif dengan kadar gula darah; tingkat depresi yang lebih tinggi dikaitkan dengan kadar gula darah yang lebih tinggi.
  • Depresi adalah gangguan fungsi manusia yang berkaitan dengan perasaan sedih dan gejala-gejala yang menyertainya, seperti perubahan pola tidur dan nafsu makan, gangguan psikomotor, kesulitan konsentrasi, anhedonia, kelelahan, dan perasaan putus asa dan tidak berdaya. Depresi juga sering disebut sebagai gangguan mood, di mana perasaan yang dominan adalah rasa tidak berdaya dan hilangnya harapan. Orang yang menderita penyakit berat, seperti diabetes mellitus, lebih rentan mengalami depresi.
  • Faktor psikologis seperti depresi memiliki korelasi positif dengan peningkatan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus. Seperti yang disebutkan sebelumnya, gangguan pada aksis HPA yang tidak stabil dan terlalu aktif menyebabkan hubungan biologis antara depresi dan kenaikan gula darah. Tubuh menggunakan sumbu HPA sebagai mekanisme untuk merespons stres akut dan kronis.
  • Stimulasi sistem saraf simpatis juga mengikuti aktivasi aksis HPA. Stimulasi ini memicu pelepasan katekolamin dan interleukin-6, yang pada gilirannya memicu kaskade sitokin. Dalam kondisi depresi, mekanisme umpan balik yang dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan sistem hormonal ini dapat terganggu. Akibatnya, kadar kortisol dan katekolamin dapat meningkat secara terus menerus. Kondisi ini dapat menyebabkan kenaikan kadar gula darah.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-10T101214.502.png

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi penyebab utama kematian balita pada usia ini. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara status gizi, status imunisasi, dan tingkat kejadian ISPA pada balita. Balita yang kurang gizi lebih rentan terhadap ISPA dibandingkan balita dengan status gizi baik, dan balita yang tidak menerima imunisasi lengkap memiliki risiko lebih tinggi terkena ISPA. ISPA adalah masalah kesehatan yang serius, terutama bagi anak-anak di bawah lima tahun karena dapat menyebabkan kematian.

ISPA biasanya menyerang bayi, balita, dan anak-anak. Studi ini mengkaji hubungan antara berbagai variabel yang menyebabkan ISPA pada balita, seperti suhu, kelembaban, paparan asap rokok, dan penggunaan obat nyamuk. Selama beberapa dekade terakhir, perhatian penelitian kesehatan telah beralih ke faktor lingkungan dan perilaku yang berkontribusi terhadap insiden infeksi paru-paru (ISPA) pada anak balita. Kualitas udara di dalam ruangan, serta variabel yang mempengaruhinya, adalah salah satu hal yang sangat diperhatikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis hubungan antara suhu, kelembaban, dan ventilasi di rumah, serta penggunaan obat nyamuk bakar dan kebiasaan merokok oleh anggota keluarga, dengan peningkatan kejadian ISPA pada anak balita.

 

Beberapa faktor yang berkontribusi pada prevalensi ISPA pada balita

Pembelajaran

Karena ibu biasanya berperan penting dalam menjaga kesehatan bayi dan balita mereka, pendidikan ibu memiliki korelasi yang kuat dengan kesehatan keluarga. Pendidikan tidak hanya berfokus pada mencari pekerjaan, terutama dalam situasi tertentu. Hal ini benar karena tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik. ISPA dapat disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan upaya pencegahan.

Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit ISPA. Akibatnya, masyarakat cenderung mengabaikan berbagai risiko yang ada di sekitar mereka, baik yang langsung maupun tidak langsung. Bahkan, masyarakat sendiri seringkali bertanggung jawab atas berbagai risiko yang dapat menyebabkan ISPA, seperti kebiasaan seperti merokok dan membakar sampah.

Pekerjaan

Status pekerjaan ibu (bekerja atau tidak bekerja) dapat berdampak pada kesehatan anak karena ibu yang bekerja biasanya memiliki waktu lebih sedikit untuk merawat anak mereka. Jenis pekerjaan ibu bukanlah yang paling penting, tetapi seberapa banyak waktu yang tersedia bagi ibu untuk mengurus anak. Orang tua mungkin terkadang tidak berinteraksi dengan anak karena pekerjaan mereka, tetapi kebutuhan anak tetap dapat dipenuhi selama anak mendapatkan perawatan dan pengasuhan yang tepat.

Pengetahuan

Pengetahuan dapat menghasilkan kepercayaan tertentu yang mempengaruhi perilaku individu sesuai dengan kepercayaan tersebut. Orang tua, terutama ibu, sangat memengaruhi proses pengambilan keputusan saat anggota keluarga sakit. Tidak cukup pengetahuan ibu tentang kesehatan mereka seringkali memengaruhi kualitas kesehatan keluarga, termasuk balita. Masyarakat yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan menghabiskan waktu di kebun kekurangan pengetahuan tentang pencegahan ISPA. Mereka tidak memiliki banyak kesempatan untuk memperluas pengetahuan mereka karena keadaan ini. Akibatnya, berbagai bahaya yang terkait dengan ISPA yang dapat membahayakan kesehatan mereka tidak dianggap serius dan masyarakat cenderung mengabaikannya.

Sikap

Mengingat sesuatu adalah representasi pengetahuan yang mencakup mengingat kembali berbagai peristiwa yang telah terjadi pada orang-orang sebelumnya, yang dapat terjadi secara sengaja atau tidak sengaja saat mereka berinteraksi atau melihat sesuatu. Ketidakpedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan mereka dapat menyebabkan sikap negatif dan kurangnya perhatian terhadap pencegahan ISPA. Hal ini lebih sering terjadi di kalangan masyarakat pedesaan yang tidak memiliki pengetahuan ekonomi dan pengetahuan umum, terutama mereka yang bekerja sebagai petani. Mereka sering mengabaikan berbagai protokol kesehatan yang berkaitan dengan pencegahan ISPA karena mereka percaya bahwa penyakit tersebut sudah biasa. Selain itu, mereka tidak menganggap kebiasaan seperti merokok dan membakar sampah sebagai hal yang berbahaya karena sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.

Tugas Orang Tua

Peran orang tua dalam keluarga sangat penting bagi perkembangan anak karena keluarga adalah tempat pertama yang sering mereka temui. Keluarga, terutama ibu, sangat penting dalam mencegah penyakit ISPA pada balita. Orang tua harus memahami cara yang tepat untuk mencegah ISPA.

Status Imunisasi

Balita yang tidak memiliki imunisasi lengkap lebih rentan terhadap penyakit ISPA. Imunisasi dapat melindungi dari berbagai infeksi, termasuk ISPA, dan khususnya imunisasi DPT yang dapat mencegah infeksi saluran pernapasan, batuk rejan, dan tetanus. Mengingat jumlah kematian bayi dan balita yang disebabkan oleh ISPA, diharapkan pemberian imunisasi yang lengkap dapat mencegah perkembangan penyakit tersebut menjadi lebih parah.

Rokok

Kebiasaan merokok di dalam rumah, dikombinasikan dengan kurangnya kesadaran akan risiko penyakit ISPA yang dapat membahayakan anggota keluarga lainnya, telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Akibatnya, anggota keluarga lain menganggap kebiasaan ini biasa dan terus berlanjut.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-09T085127.163.png

Lebih dari 150 gangguan atau kondisi berkaitan dengan otot, tulang, sendi, dan jaringan ikat di sekitarnya. Seseorang dapat mengalami nyeri, gangguan gerak, dan penurunan kemampuan mereka untuk bekerja dan bersosialisasi. Pengeroposan tulang (osteoporosis), pengapuran sendi (osteoartritis), patah tulang, nyeri punggung bawah, dan penyakit autoimun pada sendi adalah beberapa gangguan yang sering ditemui.

Lebih dari 1.71 miliar orang di dunia mengalami gangguan tulang dan sendi, dengan 369 juta orang di Asia Tenggara yang mengalaminya pada berbagai usia. Akibat biaya pengobatan yang tinggi dan penurunan produktivitas penderitanya, gangguan tulang dan sendi akan berdampak signifikan terhadap sosioekonomi seseorang. Oleh karena itu, metode pengobatan yang efektif untuk masalah sendi dan tulang harus dikembangkan.

Operasi, penggunaan obat antiperadangan, dan fisioterapi adalah komponen dari pengobatan tradisional untuk masalah tulang dan sendi. Namun demikian, operasi kadang-kadang membutuhkan biaya yang mahal. Selain itu, beberapa pilihan terapi lainnya seringkali hanya mengurangi gejala, tanpa memperbaiki kerusakan jaringan yang mendasarinya. Dalam beberapa situasi, seperti patah tulang gagal sambung atau kecacatan tulang yang signifikan, metode terapi yang lebih canggih dan efektif diperlukan.

Salah satu solusi yang menjanjikan untuk berbagai penyakit adalah terapi sel punca, yang merupakan bagian dari ilmu kedokteran regeneratif. Menggunakan potensi sel untuk menyembuhkan atau menggantikan jaringan dan organ yang rusak adalah fokus dalam ilmu kedokteran regeneratif.

 

Sel Punca atau Sel Stem

Sel punca, yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel, dapat diperoleh dari berbagai jaringan dewasa; salah satu jaringan yang paling banyak dikembangkan saat ini adalah tali pusat bayi. Sel punca mesenkimal, sekretom, dan eksosom digunakan untuk masalah tulang dan sendi.

Kemampuan sel punca untuk berkembang menjadi berbagai bentuk sel di dalam tubuh memungkinkan sel baru ini untuk menempati atau memperbaiki jaringan yang rusak. Selain itu, sel punca dapat menghasilkan berbagai jenis sinyal komunikasi dalam sel, yang berkontribusi pada pengembangan jaringan yang lebih baik. Sel punca juga dapat mempengaruhi respons sel pertahanan tubuh atau sel imun, sehingga mengurangi peradangan dan mendorong pertumbuhan sel baru dan pembuatan pembuluh darah baru. Selain itu, sinyal komunikasi ini dapat mengurangi peradangan dan penolakan yang sering terjadi pada transplantasi organ.

Sel punca mesenkimal, juga dikenal sebagai sel punca mesenkimal, adalah sel punca dewasa yang dapat ditemukan di berbagai jaringan, seperti sel lemak, sumsum tulang, dan tali pusat. Mereka dapat berkembang menjadi sel lemak, tulang, dan sendi, dan sangat baik untuk terapi regenerasi sel. Namun, mereka tidak memiliki kemampuan untuk merubah diri menjadi berbagai sel lainnya. Sel punca mesenkimal telah dipelajari dalam banyak penelitian dan banyak digunakan dalam terapi regeneratif.

 

Eksosom dan Sekretom

Sel punca mesenkimal memiliki kemampuan untuk menghasilkan sekretom, sebuah jenis molekul bioaktif. Sekresi ini berisi faktor pertumbuhan, sitokin (zat kimia yang berfungsi untuk berkomunikasi antar sel), dan molekul lain yang berkontribusi pada proses penyembuhan jaringan. Selain itu, sel ini memiliki kemampuan untuk mengeluarkan eksosom, yang juga dikenal sebagai eksosom. Eksosom adalah kantong kecil yang dikeluarkan oleh sel dan merupakan bagian dari sekretom yang berfungsi sebagai mediator antar sel. Mereka memiliki kemampuan untuk membawa dan mengantarkan molekul bioaktif ke sel target, yang memungkinkan sel berkomunikasi satu sama lain, dan memperbaiki jaringan.

 

Aplikasi Sel Punca Dalam Bidang Orthopaedi

Lebih dari 2,000 pasien telah diobati dengan terapi sel punca mesenkimal dan turunannya di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penggunaan terapi sel punca mesenkimal dan sekretom telah digunakan secara khusus dalam bidang orthopaedi pada kasus berikut:

  • Sambungan patah tulang gagal
  • Efek pada tulang panjang
  • Necrosis tanpa pembuluh pada panggul
  • Patah tulang yang mengelilingi prostetik
  • Cedera saraf tulang belakang yang menyebabkan kelengkungan
  • Pengapuran lutut dan osteoartritis
  • Lesi pada osteokondral
  • Osteoporosis tulang belakang (osteoporosis)
  • Penyakit diskus tulang belakang degeneratif (HNP)
  • Spondiloartritis
  • Cedera plexus braksialis
  • Ruptur ligamen cruciate anterior dan posterior

Untuk mendorong penyembuhan tulang, sel punca mesenkimal dapat diisolasi dan ditanamkan pada patah tulang gagal sambung atau defek tulang belakang. Studi telah menunjukkan bahwa sel punca jenis ini meningkatkan pembentukan tulang dan mempercepat penyembuhan patah tulang. Selain itu, dalam kasus osteoartritis atau pengapuran sendi, sel punca mesenkimal dapat diinjeksikan langsung pada sendi untuk mengurangi peradangan dan meningkatkan produksi komponen yang diperlukan untuk fungsi sendi. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk menghidupkan kembali jaringan tulang yang mati dalam kasus avascular necrosis di sendi panggul melalui penurunan aliran darah ke tulang tersebut dan peningkatan pembentukan pembuluh darah baru. Selain itu, telah terbukti bahwa pemberian sel punca mesenkimal pada hemivertebra memperbaiki kelengkungan skoliosis dan mencegah perkembangan kelengkungan lebih lanjut.

Perkembangan sel punca, terutama sel punca mesenkimal, sekretom, dan eksosom, membawa harapan baru dalam penanganan penyakit-penyakit tulang dan sendi yang sulit diselesaikan dengan metode konvensional. Kemajuan teknologi sel punca ini dapat mengubah cara penanganan penyakit sulit, seperti patahan gagal sambung, penulangan sendi, avascular necrosis sendi panggul, dan penyakit-penyakit tulang belakang. Hal ini dapat dicapai akibat kemampuan regenerasi jaringan rusak dan penyembuhan.

Penyakit spondiloartritis dan degenerasi diskus tulang belakang dapat merusak bantalan tulang punggung dengan membawa faktor pertumbuhan dan molekul anti-radang ke dalam sel punca mesenkimal. Hal ini dapat mengurangi radang dan mendorong perbaikan jaringan, yang mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi. Selain itu, sekretom dan eksosom memiliki kemampuan untuk memperbaiki sendi melalui stimulasi produksi kolagen dan proteoglikan, yang merupakan komponen penting dalam menjaga kesehatan sendi. Oleh karena itu, kedua metode ini dapat menjadi pilihan alternatif untuk pengobatan osteoartritis atau penulangan sendi. Pada kasus cedera ACl dan PCL, pemberian sekretom sel punca mesenkimal alogenik juga memberikan hasil fungsional dan radiografi yang sangat baik.

Kemajuan dalam teknologi sel punca, khususnya sel punca mesenkimal, sekretom, dan eksosom, membawa harapan baru dalam penanganan penyakit tulang dan sendi yang sulit diselesaikan dengan metode konvensional. Kemajuan ini dapat mengubah cara penanganan penyakit seperti patahan gagal sambung, penulangan sendi, avascular necrosis sendi panggul, dan penyakit tulang belakang lainnya. Kemampuan untuk penyembuhan dan regenerasi jaringan yang rusak memungkinkan hal ini dilakukan.

 

Sumber: Kemenkes


artikel-2024-12-07T111035.584.png

Pembesaran kelenjar prostat dikenal sebagai BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) atau HPJ (Hipertrofi Prostat Jinak). Kondisi ini sangat umum, terutama pada pria berusia lebih dari lima puluh tahun. Berbagai gejala yang biasanya dialami oleh penderita BPH termasuk kesulitan memulai buang air kecil yang berlangsung lama, kadang-kadang disertai dengan rasa mengedan, aliran urin yang terputus-putus, tetesan urin di akhir buang air kecil, pancaran urin yang lemah, dan rasa tidak puas setelah buang air kecil. LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) adalah istilah untuk gejala ini. Trabekulasi atau penebalan serat detrusor, sirkulasi, divertikel, dan pembentukan batu vesika adalah komplikasi yang sering terjadi pada penderita BPH. Pada tahap akhir dekompensasi, kondisi ini dapat menyebabkan vesika urinaria yang tidak dapat lepas, menyebabkan retensi urin total.

Sel-sel jaringan ikat (stroma), yaitu sel-sel jaringan yang mengisi ruang antar kelenjar, dan sel-sel kelenjar (glandular) yang menghasilkan cairan juga merupakan sel-sel yang mengembangkan kanker prostat. Kondisi BPH menunjukkan peningkatan sel glandula dan stroma. Ini menyebabkan prostat menjadi lebih besar, yang kemudian menyebabkan masalah buang air kecil atau gejala iritasi. Mereka memiliki gejala yang mirip dengan kanker prostat. BPH adalah pembesaran kelenjar yang menyebar dan menyeluruh. Gejalanya adalah aliran urin yang lemah dan terputus-putus. Penderita BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) sering mengalami penyumbatan pada saluran urin atau uretra, yang terletak di dekat pintu masuk kandung kemih, yang membuat orang merasa tercekik. Hal ini menyebabkan proses pengeluaran urin terganggu.

Penderita sering mengalami keinginan untuk buang air kecil, terutama di malam hari, dan kadang-kadang mereka tidak dapat menahan diri untuk melakukannya. Dengan peningkatan tekanan pada uretra, aliran urin menjadi lebih lemah, dan dalam beberapa kasus bisa terhenti mendadak. Kondisi ini dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat di perut dan berpotensi menyebabkan infeksi pada kandung kemih. Jika terjadi infeksi, aliran urin dapat terhenti sepenuhnya, dan perlu digunakan kateter untuk mengeluarkan urin, yang juga sangat sakit. Pemotongan kelenjar prostat mungkin diperlukan jika keadaan semakin parah.

 

Penyebab Benigna Prostat Hiperplasia

Kelenjar prostat adalah organ pria yang terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi uretra bagian belakang. Ketika kelenjar ini membesar, ia dapat menyumbat uretra dan menghentikan aliran urin. Hormon testosteron diubah dalam sel-sel prostat menjadi Dehidrotestosteron (DHT) melalui enzim 5-reduktase. DHT merangsang mRNA sel-sel prostat untuk menghasilkan protein faktor pertumbuhan yang mendorong pembesaran prostat.

 

Faktor Risiko Diduga Penyebab BPH

  • Berolahraga secara teratur dapat mengurangi kadar dehidrotestosteron, menurunkan risiko masalah prostat. Berolahraga juga membantu mengatur berat badan, menjaga otot-otot lunak di sekitar prostat tetap stabil.
  • Konsumsi alkohol adalah faktor risiko tambahan yang diduga berkontribusi pada perkembangan BPH. Alkohol dapat mengurangi kadar zinc dan vitamin B6, yang keduanya sangat penting untuk kesehatan prostat karena keduanya digunakan kelenjar prostat hingga sepuluh kali lebih banyak daripada organ lain. Zinc juga membantu mengurangi kadar prolaktin dalam darah, karena prolaktin memiliki kapasitas untuk meningkatkan konversi hormon testosteron menjadi DHT.
  • Kebiasaan merokok dapat menyebabkan BPH (Benign Prostatic Hyperplasia). Dalam rokok, nikotin dapat meningkatkan jumlah enzim yang merusak androgen. Ini akan menyebabkan penurunan kadar testosteron. Berkurangnya massa otot pada organ seksual dan masalah ereksi dapat terjadi karena penurunan testosteron ini. Kadar testosteron yang rendah juga bertanggung jawab atas pembesaran prostat. Karsinogen dan berbagai zat berbahaya lainnya yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan kematian dalam berbagai cara. Rokok telah terbukti meningkatkan risiko kanker mulut, paru-paru, sistem pernapasan, kandung kemih, pankreas, dan ginjal.

 

Sumber: Kemenkes


Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.