Tanda-Tanda Gangguan Penglihatan pada Anak yang Tak Boleh Diabaikan

Dalam proses sosialisasi, seseorang belajar dan menginternalisasi prinsip, kebiasaan, dan perilaku yang diharapkan dari masyarakat. Proses ini juga memungkinkan mereka untuk memahami peran sosial mereka, membangun hubungan dengan orang lain, dan beradaptasi dengan lingkungan sosial mereka. Ini terjadi sepanjang hidup seseorang dan dimulai pada usia dini. Keluarga, sekolah, teman sebaya, dan media massa adalah faktor sosialisasi utama yang memengaruhi persepsi dan perilaku seseorang. Tidak hanya sosialisasi membantu individu menjadi bagian dari masyarakat, tetapi juga memungkinkan masyarakat berfungsi secara harmonis dengan adanya norma umum.
Sosialisasi juga terdiri dari dua bagian utama. Sosialisasi primer terjadi di dalam keluarga dan pada tahap awal kehidupan, dan sosialisasi sekunder terdiri dari pengalaman di luar keluarga, seperti di sekolah dan di tempat kerja. Proses ini sangat penting untuk integrasi sosial dan membantu orang menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dalam era kemajuan teknologi digital, efeknya sangat terasa, dengan efek yang baik maupun buruk. Gaya belajar mengalami perubahan besar, terutama untuk siswa. Diharapkan siswa akan lebih mudah menemukan informasi dengan teknologi seperti smartphone atau laptop. Namun, dianggap terlalu dini bagi anak-anak usia sekolah dasar untuk mulai menggunakan perangkat digital.
Anak-anak disarankan untuk berpartisipasi dalam permainan kelompok dan aktivitas fisik pada usia ini. Penggunaan gawai yang berlebihan dapat membahayakan mata anak-anak. Mengingat 80% informasi yang diterima anak selama 12 tahun pertama kehidupannya diperoleh melalui penglihatan, gangguan kesehatan mata menjadi masalah besar. Salah satu dari lima indera yang kita miliki, mata adalah organ penglihatan yang paling penting. Ini diperlukan untuk kegiatan sehari-hari. Akibatnya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mata secara teratur dan teratur, terutama di usia dini, agar gangguan penglihatan dapat dideteksi lebih awal. Masalah kesehatan mata seperti miopia dan rabun jauh semakin meningkat, terutama selama pandemi, dan membutuhkan perhatian khusus.
Beberapa penyebab gangguan penglihatan adalah:
- Salah satu penyebab sakit mata pada anak yang memerlukan perhatian khusus adalah ulkus orbital. Kondisi ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyerang jaringan lemak, otot, dan tulang di sekitar bola mata. Infeksi ini dapat berasal dari rongga sinus, gigi, atau akibat cedera pada mata. Gejala selulitis orbital pada anak yang perlu diwaspadai termasuk gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda, demam tinggi, nyeri kepala, kesulitan untuk menggerakkan dan membuka mata, keresahan karena kondisi mata, mata merah, sakit, keluar cairan, Antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati sakit mata anak yang disebabkan oleh selulitis orbital. Dokter mungkin akan merekomendasikan operasi jika kondisi memburuk dan antibiotik tidak berhasil. Selulitis orbital dapat menyebabkan komplikasi serius seperti sepsis dan meningitis jika tidak ditangani segera.
- Jenis masalah mata yang sering terjadi pada anak-anak adalah bintit, yang ditandai dengan munculnya benjolan kecil di dalam atau sekitar kelopak mata. Infeksi bakteri biasanya menyebabkan masalah ini. Jika anak tidak menjaga kebersihan matanya atau sering mengucek matanya dengan tangan yang kotor, bintitan lebih mungkin terjadi. Bintitan biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan dalam 1-2 minggu, tetapi ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan. Orang tua dapat mengompres mata anak dengan air hangat selama 5-10 menit, 3-4 kali sehari, dan mengingatkan anak untuk tidak menyentuh benjolan. Mereka juga harus waspada jika bintitan disertai dengan rasa sakit yang hebat, pembengkakan, penurunan penglihatan, atau keluarnya nanah atau darah. Jika hal ini terjadi, segera bawa anak ke dokter untuk perawatan.
- Salah satu penyebab sakit mata pada anak adalah konjungtivitis, yang sering disebut mata merah. Ini terjadi karena peradangan pada selaput transparan konjungtiva, yang kaya akan pembuluh darah dan melindungi bola mata. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peradangan ini meliputi:
- Paparan bahan kimia yang dapat mengiritasi mata
- Infeksi bakteri
- Reaksi alergi
- Kontak dengan debu, serbuk sari, dan asap
- Gejala yang biasanya muncul pada anak dengan konjungtivitis meliputi:
- Ketidaknyamanan pada mata yang menyebabkan anak mengucek mata sering
- Bengkak di kelopak mata
- Kesulitan yang disebabkan oleh rasa perih dan gatal
- Bercak atau kerak pada mata
- Sangat sulit untuk membuka mata, terutama saat baru bangun
- Mata yang berair dan berwarna merah
- Sensitivitas terhadap cahaya, juga dikenal sebagai fotofobia
- Penglihatan yang tidak jelas
Terapi konjungtivitis bergantung pada sumbernya. Dokter mungkin meresepkan antibiotik dalam bentuk tetes atau salep jika konjungtivitis akibat reaksi alergi.
- Penyekat Saluran Air Mata. Orang tua harus waspada jika anak berusia di bawah satu tahun mengalami keluarnya air mata yang terus-menerus karena ini dapat menunjukkan sumbatan pada saluran air mata. Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir dan biasanya sembuh sendiri saat anak berusia satu tahun. Selain air mata yang tidak berhenti mengalir, gejala lain yang dapat menunjukkan sumbatan adalah:
- Bengkak di sekitar mata
- Munculnya kerak pada mata
- Kesusahan untuk membuka mata
Perawatan di rumah dapat dilakukan, seperti mengompres dengan air hangat, memberikan pijatan lembut, membersihkan kotoran di mata, dan menggunakan antibiotik jika terjadi infeksi. Namun, jika infeksi serius terjadi dan tidak merespons antibiotik, operasi mungkin diperlukan untuk menghilangkan sumbatan saluran air mata.
- Kondisi yang disebut kalazion menyebabkan benjolan di kelopak mata anak karena pembengkakan kelenjar minyak. Kalazion tidak sakit, dan pembengkakannya lebih lambat daripada bintitan. Kalazion lebih sering terjadi pada anak-anak dengan masalah kulit seperti rosacea atau eksim. Disarankan untuk menjaga kelopak mata bersih, menggunakan kompres hangat, dan pijatan lembut untuk mengurangi benjolan. Jika prosedur tersebut tidak menyembuhkan kalazion, operasi mungkin diperlukan.
Sumber: Kemenkes





