Era Digital dan Kesehatan Mental Anak: Tantangan yang Perlu Kita Hadapi!

Seiring waktu berlalu, penggunaan media sosial telah meningkat. Platform tersebut sekarang dikenal oleh anak-anak dan orang dewasa. Karena media sosial tampaknya sudah menjadi kebutuhan, rasanya aneh jika kita tidak menggunakannya setiap hari. Media sosial adalah tempat hiburan, sumber informasi, dan cara untuk pengguna dari berbagai tempat berinteraksi. Media sosial juga dapat berdampak negatif, termasuk pada kesehatan mental. Banyak orang belum menyadari fakta ini, terutama bagi generasi muda yang menghabiskan banyak waktu di platform tersebut.
Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan dalam prevalensi gangguan mental secara umum, terdapat perbedaan dalam prevalensi beberapa jenis gangguan mental. Namun, hanya 2,6 persen remaja yang mengalami masalah kesehatan mental yang meminta dukungan atau konseling dalam 12 bulan terakhir. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memiliki akses ke layanan kesehatan mental, karena hanya sebagian kecil dari remaja yang mengalami masalah ini yang mendapatkan bantuan. Lebih dari sepertiga pengasuh utama remaja mengatakan mereka paling sering menghubungi petugas sekolah.
Meskipun sebagian besar remaja dengan masalah kesehatan mental tidak mendapatkan dukungan yang diperlukan, hanya sedikit pengasuh utama yang mengakui bahwa remaja mereka memerlukan bantuan untuk masalah perilaku dan emosional. Di antara efek negatif yang mereka alami selama pandemi COVID-19, sebagian kecil remaja melaporkan gejala seperti kecemasan, depresi, kesepian, dan kesulitan berkonsentrasi lebih dari sebelumnya. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan tindakan yang digunakan untuk meningkatkan dan memaksimalkan potensi, bakat, dan sifat bawaan seseorang dengan tujuan mencapai kebahagiaan pribadi, memberikan dampak positif pada orang lain, dan mencegah gangguan mental.
Mereka dapat mengalami tekanan yang lebih buruk lagi jika mereka tertipu di internet atau dilecehkan oleh pengguna lain. Di media sosial, komentar negatif, penghinaan, atau ejekan dapat memperburuk kesehatan mental mereka. Dalam situasi yang ekstrem, tekanan mental ini dapat menyebabkan seseorang merasa sangat putus asa sehingga mereka mempertimbangkan untuk melakukan tindakan bunuh diri atau mengambil tindakan bunuh diri. Media sosial seharusnya berfungsi sebagai alat komunikasi dan hiburan, tetapi bagi mereka yang tidak dapat mengelola dampak negatif interaksi sosial online, mereka dapat menjadi sumber penderitaan dan tekanan.
Strategi untuk Mengatasi Isu Kesehatan Mental Akibat Media Sosial
- Temuan ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental seseorang; orang-orang yang menghabiskan lebih dari dua jam setiap hari untuk menggunakan situs jejaring sosial dapat mengurangi risiko masalah kesehatan mental.
- Kesehatan mental kita bergantung pada hubungan kita dengan orang lain. Menghabiskan banyak waktu di media sosial dapat menyebabkan seseorang kurang berinteraksi dengan lingkungannya karena merasa nyaman dengannya. Namun, ini dapat membahayakan kesehatan mental. Berinteraksi secara langsung dengan orang lain dapat membantu mengatasi masalah mental karena Anda akan merasa didengar, dipahami, dan didukung oleh orang lain saat menghadapi kesulitan.
- Melakukan aktivitas yang membutuhkan fokus dan konsentrasi, seperti bekerja, belajar, atau mengejar hobi, bisa menjadi cara efektif untuk mengatasi dampak negatif penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental. Saat seseorang terlibat dalam kegiatan produktif ini, mereka cenderung mengurangi jumlah waktu yang mereka habiskan di media sosial, dan mereka juga bisa merasakan pencapaian dan kepuasan pribadi, yang secara keseluruhan dapat meningkatkan mood dan kesehatan mental secara keseluruhan.
- Salah satu langkah penting dalam menangani gangguan mental yang disebabkan oleh penggunaan media sosial adalah mengunjungi psikolog atau psikiater. Psikiater adalah profesional kesehatan mental yang dilatih untuk mendampingi individu dalam menghadapi berbagai masalah emosional dan psikologis.
Sumber: Kemenkes





