Legal Audit Remunerasi di Rumah Sakit, Updata 2025

A. Ringkasan Legal Audit
Objek audit: Kebijakan/Perdir/SK Direktur, pedoman teknis, SOP, serta praktik penghitungan & pembayaran imbal jasaTenaga Medis/Tenaga Kesehatan di RS.
Tujuan: memastikan kebijakan dan implementasi sesuai norma:
- Output-based & kesepakatan (Permenkes 13/2025 Pasal 221),
- Unit cost + clinical pathway (Permenkes 13/2025 Pasal 222),
- keseimbangan hak RS (UU 17/2023 Pasal 191 b) dan hak tenaga (UU 17/2023 Pasal 273(1)c; PP 28/2024 Pasal 721 c),
- parameter “layak” & faktor pemberian (PP 28/2024 Pasal 725–726),
- kepatuhan proporsi belanja (jika BLU/BLUD: Permenkes 12/2013 Pasal 28; Permenkes 85/2015 Pasal 24),
- konsistensi dengan struktur tarif (jasa sarana vs jasa pelayanan; Pasal 15–19), dan
- ketentuan pendapatan RS pemerintah untuk operasional (UU 17/2023 Pasal 195).
Output audit: temuan kepatuhan, gap, risiko hukum, rekomendasi perbaikan, dan audit trail dokumen & data.
B. Dasar Hukum (Kriteria Audit)
Kriteria audit adalah pasal yang Anda cantumkan, diringkas menjadi “kewajiban/kriteria uji”:
- Permenkes 13/2025 Pasal 221
- Imbal jasa berbasis satuan hasil; mempertimbangkan jumlah pasien dan jenis layanan; disepakati antara pimpinan fasyankes/pemberi kerja dengan tenaga.
- Permenkes 13/2025 Pasal 222
- Penghitungan dapat memakai unit cost dengan clinical pathway untuk diagnosis/perawatan.
- UU 17/2023 Pasal 191 huruf b
- RS berhak menerima imbal jasa pelayanan serta menentukan remunerasi/insentif/penghargaan sesuai peraturan.
- UU 17/2023 Pasal 273(1) huruf c dan PP 28/2024 Pasal 721 huruf c
- Tenaga berhak atas gaji/upah, imbal jasa, dan tunjangan kinerja yang layak.
- PP 28/2024 Pasal 725–726 + Penjelasan 725
- Rezim pemberian tergantung kepemilikan (milik masyarakat vs pemerintah), ada THR, dan faktor kelayakan: pendidikan, kompetensi, masa kerja, beban kerja, produktivitas/kinerja, risiko, jenjang karier, tempat bertugas, dll. “Layak” = mampu memenuhi kebutuhan hidup wajar.
- Permenkes 12/2013 Pasal 28(bila BLU RS)
- Proporsi: biaya pegawai maks 44%; operasional+investasi min 56% (komponen remunerasi termasuk jasa pelayanan, insentif, dll).
- Permenkes 85/2015 Pasal 24(3)(bila BLUD)
- Belanja barang/jasa & belanja modal min 40% dengan memperhatikan keberlangsungan pelayanan.
- Ketentuan tarif (Pasal 15–19)
- Tarif terdiri dari jasa sarana dan jasa pelayanan; rumus jasa sarana berdasar total biaya sarana/volume; tarif rawat jalan/ inap/ darurat berdasar BEP dan asas kepatutan.
- UU 17/2023 Pasal 195(RS Pemerintah Pusat/Daerah)
- Pendapatan RS dipakai langsung untuk biaya operasional RS dan bukan pendapatan negara/daerah.
C. Metodologi Audit (Cara Uji)
1) Uji Dokumen (documentary compliance test)
- SK/Perdir imbal jasa, pedoman teknis, SOP, lampiran rumus, kamus data, dokumen tarif RS, perjanjian kerja/PKB (untuk RS milik masyarakat), regulasi internal BLU/BLUD (bila relevan).
2) Uji Substansi (substantive test)
- uji perhitungan: unit cost, poin/koefisien, pembentukan “pool” jasa pelayanan, distribusi per profesi/unit, pembuktian “satuan hasil”.
3) Uji Implementasi (walkthrough & sampling)
- telusur 1 siklus periode (misal 1 bulan): data pasien → klaim/pendapatan → pemisahan jasa sarana/jasa pelayanan → pool → distribusi → pembayaran → pencatatan akuntansi.
4) Wawancara kunci
- Direktur/Keuangan/SDM, SPI, Komite Medik/Komite Tenaga Kesehatan, Casemix, Unit Akuntansi Biaya/Costing, Farmasi/Lab (untuk validasi biaya).
D. Matriks Audit Kepatuhan (Checklist Legal Audit)
Gunakan tabel berikut sebagai working paper audit.
1) Legalitas Kebijakan & Kesepakatan (Pasal 221; PP 725(1))
Kriteria: imbal jasa berbasis satuan hasil dan disepakati tertulis antara RS/pemberi kerja dengan tenaga.
Bukti yang wajib ada:
- Perdir/SK Direktur tentang kebijakan imbal jasa (definisi, ruang lingkup, periode, formula, mekanisme keberatan).
- Dokumen kesepakatan: perjanjian kerja/PP/PKB atau lampiran kebijakan yang ditandatangani perwakilan tenaga/unit.
Pertanyaan audit: - Apakah “satuan hasil” didefinisikan (kunjungan, tindakan, episode perawatan, case-mix)?
- Apakah parameter “jumlah pasien” dan “jenis layanan” dipakai dalam rumus?
Temuan umum (red flag): - Kebijakan hanya “pembagian persentase” tanpa definisi satuan hasil dan tanpa dokumen kesepakatan.
2) Unit Cost & Clinical Pathway (Pasal 222)
Kriteria: perhitungan dapat menggunakan unit cost berbasis clinical pathway diagnosis/perawatan.
Bukti wajib:
- Daftar clinical pathway (minimal high-volume/high-cost).
- Dokumen unit cost (metodologi, periode, asumsi, sumber data biaya, update cycle).
Pertanyaan audit: - Apakah pathway disahkan (komite terkait) dan digunakan untuk costing?
- Apakah unit cost memuat komponen biaya (SDM, BMHP/obat, penunjang, overhead) dan dapat ditelusuri?
Red flag: - Unit cost dibuat “sekali” tanpa pembaruan, tidak ada sumber data biaya/overhead, atau pathway hanya formalitas dan tidak dipakai dalam hitung.
3) Pemisahan Jasa Sarana vs Jasa Pelayanan (Pasal 15–16)
Kriteria: tarif pelayanan terdiri atas jasa sarana dan jasa pelayanan; jasa pelayanan adalah imbalan bagi pemberi pelayanan.
Bukti wajib:
- Dokumen tarif resmi RS yang memisahkan komponen.
- Mapping pendapatan layanan ke “pool” jasa sarana dan “pool” jasa pelayanan.
Pertanyaan audit: - Apakah imbal jasa tenaga diambil dari komponen jasa pelayanan, bukan “menggerus” biaya sarana tanpa penguncian?
Red flag: - Pembayaran jasa pelayanan tanpa rekonsiliasi tarif/komponen; RS tidak bisa menjelaskan sumber pool.
4) Kepatutan Tarif & BEP (Pasal 18)
Kriteria: rawat jalan reguler = BEP; non-reguler > reguler (kepatutan); rawat inap kelas II = BEP; IGD > BEP (kepatutan).
Bukti wajib:
- Dokumen perhitungan BEP & dasar asas kepatutan.
Pertanyaan audit: - Apakah kebijakan imbal jasa mempertimbangkan perubahan tarif/BEP agar tidak menciptakan defisit sarana?
Red flag: - Imbal jasa naik tapi tarif/BEP tidak pernah dihitung ulang → risiko keberlanjutan dan sengketa.
5) Rumus Jasa Sarana (Pasal 19)
Kriteria: jasa sarana dihitung total biaya sarana/volume kegiatan.
Bukti wajib:
- Total biaya sarana, volume kunjungan, volume rawat inap per kelas, volume IGD.
Pertanyaan audit: - Apakah data volume valid (SIMRS) dan konsisten dengan laporan keuangan?
Red flag: - Volume berbeda antara SIMRS, casemix, dan keuangan; membuka ruang manipulasi “satuan hasil”.
6) Hak RS Menentukan Remunerasi vs Hak Tenaga “Layak” (UU 191; UU 273; PP 721; PP 725 Penjelasan)
Kriteria: RS boleh menentukan skema; namun harus memastikan tenaga menerima penghasilan “layak”.
Bukti wajib:
- Struktur penghasilan: gaji/upah + imbal jasa + tunjangan kinerja + THR.
- Bukti kebijakan penjamin “kelayakan minimal” (misal batas bawah, ketentuan penyesuaian, atau indikator kelayakan).
Pertanyaan audit: - Apakah ada uji kelayakan (living wage approach/benchmark wajar) sesuai penjelasan 725?
Red flag: - Skema sangat variatif tanpa perlindungan minimal; berpotensi perselisihan hubungan kerja.
7) Faktor Penetapan (PP 726)
Kriteria: pemberian mempertimbangkan pendidikan, kompetensi, masa kerja, beban kerja, produktivitas/kinerja, risiko, jenjang karier, tempat tugas, dll.
Bukti wajib:
- Matriks koefisien/bobot (competency/risk/shift/remote).
- Indikator kinerja yang terukur dan sumber datanya.
Pertanyaan audit: - Apakah faktor 726 diterjemahkan menjadi parameter objektif dan audit-able?
Red flag: - “Koefisien” diputuskan ad hoc tanpa definisi; rawan tuduhan diskriminatif.
8) Badan Hukum Kepemilikan Fasyankes (PP 725)
Kriteria:
- milik masyarakat: sesuai perjanjian kerja/PP/PKB;
- milik pemerintah: sesuai ketentuan peraturan;
- penugasan program pemerintah: insentif;
- THR: sesuai ketentuan.
Bukti wajib: - Dokumen status RS (milik masyarakat/pemerintah, BLU/BLUD), dokumen kepegawaian, dasar pemberian insentif program.
Red flag: - RS milik masyarakat menerapkan skema sepihak tanpa PP/PKB; RS pemerintah membuat komponen yang tidak punya dasar.
9) Proporsi Belanja (BLU/BLUD) – Keberlanjutan Pelayanan (Permenkes 12/2013; Permenkes 85/2015)
Kriteria: guardrail belanja pegawai vs operasional/investasi.
Bukti wajib:
- Realisasi belanja pegawai vs total pendapatan BLU (maks 44%).
- Belanja barang/jasa + modal minimal 40% (BLUD).
Red flag: - Imbal jasa mendorong belanja pegawai melampaui batas → risiko temuan auditor eksternal.
10) Pendapatan RS Pemerintah untuk Operasional (UU 195)
Kriteria: pendapatan digunakan langsung untuk biaya operasional dan bukan PAD/pendapatan negara/daerah.
Bukti wajib:
- Kebijakan akuntansi, alur kas, dan bukti penggunaan.
Red flag: - Setoran/penarikan yang tidak sesuai desain UU 195 atau pencatatan yang tidak menggambarkan “langsung untuk operasional”.
E. Uji Petik (Sampling) yang Disarankan
Agar audit kuat, lakukan sampling minimal:
- 10 kasus rawat jalan, 10 rawat inap, 10 IGD (campur reguler/non-reguler; kelas II/III).
- 3 clinical pathway high-volume + 3 high-cost → uji: pathway → unit cost → tarif → jasa pelayanan → pembayaran.
- Rekonsiliasi 1 bulan: pendapatan layanan (casemix + non-casemix) vs pool jasa pelayanan vs pembayaran.
- 5 pegawai berbagai profesi/unit → uji faktor PP 726 (beban, risiko, lokasi, kompetensi) apakah konsisten.
F. Daftar Temuan yang Paling Sering Muncul (Risk Register Hukum)
- Tidak ada “kesepakatan” yang membuktikan Pasal 221 → risiko perselisihan hubungan kerja.
- Tidak ada/lembaran formal clinical pathway & unit cost (Pasal 222) → kebijakan tidak punya dasar teknis.
- Campur aduk jasa sarana vs jasa pelayanan → rawan temuan auditor (tarif tidak konsisten).
- Koefisien tidak objektif (PP 726) → risiko diskriminasi/ketidakadilan, konflik internal, gugatan.
- Tidak ada definisi “layak” dan tidak ada pengaman batas bawah → bertentangan semangat PP 725 + penjelasan.
- Proporsi belanja BLU/BLUD terlanggar → temuan kepatuhan keuangan dan keberlangsungan pelayanan.
- Data volume/satuan hasil tidak valid (SIMRS vs casemix vs keuangan) → risiko fraud/overpayment.
Sumber : Dr Galih Endradita M





