Step-Down vs TDABC: Strategi Penghitungan Biaya Satuan Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan KMK No. 346 Tahun 2025

Dalam upaya memperkuat efisiensi dan transparansi pembiayaan layanan kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor 346 Tahun 2025. Regulasi ini menetapkan pedoman penghitungan biaya satuan pelayanan di rumah sakit sebagai acuan strategis dalam penentuan tarif layanan kesehatan yang rasional, adil, dan akuntabel.
Dua pendekatan utama yang ditetapkan dalam KMK tersebut adalah Step-Down Costing (top-down) dan Time-Driven Activity-Based Costing (TDABC) (bottom-up). Keduanya memiliki karakteristik, keunggulan, dan keterbatasan masing-masing. Artikel ini akan mengulas perbandingan antara kedua metode serta implikasi strategisnya bagi rumah sakit di Indonesia.
Step-Down Costing: Efisiensi Agregat dari Perspektif Makro
Pengertian
Step-Down Costing merupakan metode penghitungan biaya berdasarkan distribusi biaya tidak langsung secara bertahap dari unit non-klinis (umum dan penunjang) ke unit klinis. Metode ini menggunakan dasar alokasi seperti luas ruang, jumlah SDM, atau volume pelayanan sebagai pembobot distribusi biaya.
Keunggulan
- Relatif mudah diterapkan meski dengan data terbatas
- Memberikan estimasi biaya rata-rata yang bermanfaat dalam penyusunan anggaran
- Cocok untuk rumah sakit kelas D hingga B yang belum terintegrasi penuh dengan sistem informasi biaya
Kelemahan
- Kurang mencerminkan variasi penggunaan sumber daya antar pasien
- Risiko terjadinya distorsi alokasi biaya, terutama pada unit yang sangat aktif atau sangat pasif
TDABC: Akurasi Mikro untuk Manajemen Klinis dan Tarif Individual
Pengertian
TDABC adalah metode yang menghitung biaya layanan berdasarkan durasi waktu aktual aktivitas pelayanan dan biaya per menit dari sumber daya yang digunakan. Metode ini menggabungkan prinsip activity-based costing dengan pemetaan waktu secara rinci.
Keunggulan
- Sangat akurat dalam mencerminkan konsumsi sumber daya tiap pasien
- Dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan dan variasi praktik klinis
- Ideal untuk pengembangan tarif berbasis paket (seperti INA-DRG, KJSU)
Kelemahan
- Kompleks dan membutuhkan sistem informasi biaya yang terintegrasi
- Membutuhkan pelatihan dan keterlibatan SDM lintas unit secara aktif
TABEL PERBANDINGAN METODE STEP-DOWN COSTING vs. TDABC
| Aspek | Step-Down Costing (Top-Down) | TDABC (Bottom-Up, Time-Based) |
|---|---|---|
| Tujuan Utama | Mengalokasikan biaya total ke unit pelayanan berdasarkan proporsi tertentu | Menghitung biaya aktual berdasarkan aktivitas dan waktu aktual yang dikonsumsi |
| Pendekatan | Agregat dan alokatif | Mikro, detail, dan berbasis aktivitas |
| Unit Analisis | Pusat biaya (umum → penunjang → klinis) | Aktivitas individual dalam alur pelayanan |
| Kompleksitas Data | Relatif lebih sederhana | Sangat rinci dan kompleks |
| Kebutuhan Sistem Informasi | Dapat dilakukan secara manual dengan spreadsheet | Membutuhkan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) yang mendetail |
| Contoh Alokasi | Biaya listrik RS dibagi berdasarkan luas ruang/unit | Biaya ruang dihitung per menit penggunaan aktual dalam satu sesi layanan |
| Keluaran Utama | Biaya per hari rawat / kunjungan per unit klinis | Biaya per aktivitas pelayanan per pasien |
| Kelebihan | – Mudah dilakukan di RS dengan keterbatasan data- Cocok untuk penetapan tarif umum | – Sangat akurat dan reflektif terhadap konsumsi aktual sumber daya- Cocok untuk analisis efisiensi klinis dan tarif spesifik |
| Kekurangan | – Kurang akurat untuk jenis layanan kompleks- Bisa mengaburkan pemborosan | – Sulit diterapkan tanpa sistem pencatatan waktu dan aktivitas- Membutuhkan pelatihan dan SDM terlatih |
| Contoh Layanan Cocok | Rawat jalan, rawat inap umum | Hemodialisis, bedah, ICU, layanan bernilai tinggi |
| Penggunaan dalam Tarif Nasional | Sebagai dasar untuk tarif agregat rumah sakit | Sebagai dasar untuk tarif berbasis nilai (value-based care) |
Kapan Menggunakan Masing-Masing Metode?
| Kondisi RS | Metode Direkomendasikan | Alasan |
|---|---|---|
| RS kecil atau menengah tanpa SIMRS | Step-Down | Praktis, tidak memerlukan detail waktu |
| RS pendidikan atau RS vertikal | TDABC | Perlu akurasi biaya untuk pembelajaran dan kebijakan |
| Evaluasi efisiensi antar unit | TDABC | Dapat menelusuri aktivitas pemborosan spesifik |
| Menyusun tarif BLU umum | Step-Down | Cocok untuk alokasi tarif rata-rata |
| Menyusun tarif paket individual (BPJS, KJSU, INA-DRG) | TDABC | Diperlukan data rinci untuk pembobotan tarif |
Integrasi Strategis dan Rekomendasi
Pendekatan hybrid (menggabungkan keduanya) dapat digunakan secara strategis:
- Gunakan Step-Down untuk estimasi dan anggaran tahunan rumah sakit
- Gunakan TDABC untuk audit biaya layanan klinis, klaim BPJS, dan evaluasi efisiensi
- Kembangkan sistem informasi manajemen biaya secara bertahap untuk mendukung transisi ke TDABC
Dengan diberlakukannya KMK No. 346 Tahun 2025, rumah sakit di Indonesia didorong untuk tidak lagi menggunakan pendekatan intuitif atau historis dalam menentukan tarif pelayanan. Melalui pemanfaatan Step-Down Costing dan TDABC, rumah sakit dapat menyusun struktur tarif yang lebih rasional, berbasis data, dan akuntabel serta mendorong pengelolaan layanan yang efisien dan berorientasi pada mutu.
Kunci keberhasilan implementasi metode ini terletak pada komitmen manajemen rumah sakit, kesiapan data dan sistem informasi, serta kapasitas SDM lintas unit. Langkah ini merupakan bagian dari transformasi sistem kesehatan nasional menuju layanan berbasis nilai (value-based care) yang lebih berkelanjutan
Sumber : Dr Galih Endradita M





