Modeling Integrasi Kredensialing BPJS Kesehatan dan Penilaian Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia

Latar Belakang
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuntut rumah sakit rujukan tingkat lanjutan untuk memenuhi persyaratan kredensialisasi oleh BPJS Kesehatan serta memiliki sertifikat akreditasi dari lembaga independen yang ditunjuk Kementerian Kesehatan. Namun saat ini, kedua proses tersebut masih berjalan secara paralel tanpa integrasi sistematis, yang menyebabkan:
- Duplikasi proses verifikasi data dan dokumen.
- Beban administratif tinggi bagi fasilitas pelayanan kesehatan.
- Tidak optimalnya pemanfaatan data kredensial dalam pembinaan mutu berkelanjutan.
Dengan diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta implementasi Standar Akreditasi Rumah Sakit 2024 (STARKES) dan transformasi digital sistem kesehatan (SatuSehat), diperlukan model integrasi kredensialisasi dan akreditasi rumah sakit untuk mendorong efisiensi, efektivitas, dan keselarasan kebijakan nasional.
Tujuan Umum
Mewujudkan sistem integrasi kredensialisasi BPJS Kesehatan dan akreditasi rumah sakit sebagai satu kesatuan sistem penjaminan mutu dan pelayanan dalam ekosistem JKN
Tujuan Khusus
- Menyelaraskan elemen-elemen penilaian antara BPJS dan lembaga akreditasi.
- Mengembangkan platform data bersama untuk kredensial dan akreditasi.
- Menurunkan beban administratif rumah sakit dan mempercepat proses verifikasi mutu.
- Meningkatkan pemanfaatan data pelayanan, klaim INA-CBGs, dan indikator mutu dalam proses akreditasi
MODEL 1: Integrasi Paralel Terkendali (Coordinated Parallel Model)
Konsep:
Kredensialisasi BPJS dan Akreditasi RS tetap berjalan secara independen, namun dengan pengaturan koordinasi waktu, indikator, dan pelaporan yang terintegrasi melalui sistem informasi dan SOP nasional
Ciri Utama:
- Tidak menyatukan lembaga atau instrumen.
- Tapi ada sinkronisasi jadwal, indikator, dan pelaporan.
- Digunakan sebagai model transisi saat lembaga belum siap integrasi penuh.
Implementasi:
- BPJS dan Lembaga Akreditasi menggunakan indikator minimum yang sama (mutu, SDM, sarana, komitmen pelayanan).
- RS hanya perlu mengisi satu kali pengisian data (shared credentialing form).
- Disepakati periode sinkronisasi ulang tiap 3 tahun.
Keunggulan:
- Praktis, cepat diterapkan.
- Tidak memerlukan perubahan struktural.
- Memudahkan RS karena dokumen kredensial bisa menjadi dokumen pendukung survei akreditasi.
MODEL 2: Integrasi Fungsional Berbasis Platform Digital (Shared Credential-Akreditasi Portal)
Konsep:
Seluruh proses kredensialisasi dan akreditasi dilakukan melalui satu platform digital nasional (misalnya dashboard integrasi HFIS + STARKES), di mana RS mengunggah data satu kali untuk dinilai oleh dua lembaga secara berbeda.
Ciri Utama:
- Data sekali input (once data entry) → diverifikasi oleh dua lembaga (BPJS & Lembaga Akreditasi).
- Platform berisi modul upload dokumen, pemantauan indikator mutu, grafik analisis UR & INA-CBGs, dan validasi SIMRS.
- Data dari platform dapat digunakan juga untuk pelaporan ke Kemenkes (Satu Sehat).
Implementasi:
- Dibangun satu sistem informasi nasional berbasis API, menggabungkan HFIS, e-Claim, dan sistem dashboard akreditasi.
- Hasil kredensialing otomatis menjadi bagian desk review survei akreditasi.
- Ada fitur “status kredensial” dan “status akreditasi” real-time
Keunggulan:
- Efisiensi besar dalam verifikasi.
- Mendorong digitalisasi RS dan interoperabilitas data.
- Transparansi tinggi; hasil bisa digunakan oleh pasien publik, BPJS, dan Kemenkes
MODEL 3: Integrasi Lembaga Kolaboratif (Joint Evaluation Authority Model)
Konsep:
Dibentuk unit kerja gabungan (misal: Joint Accreditation-Credentialing Taskforce) yang melakukan penilaian mutu dan kesiapan fasilitas dalam satu kesatuan evaluasi, mencakup dimensi teknis (BPJS) dan mutu (Akreditasi).
Ciri Utama:
- Penilaian dilakukan oleh tim bersama yang terdiri dari surveior akreditasi dan verifikator kredensial BPJS.
- Diperlukan standar kerja bersama (joint SOP) dan pengembangan instrumen gabungan (hybrid instrument).
- Bisa diterapkan sebagai model pilot di RS Vertikal atau RS rujukan nasional
Implementasi:
- Proses dimulai dari desk review bersama → survei lapangan → forum hasil.
- Format laporan mencantumkan: nilai mutu pelayanan, efisiensi, risiko finansial, kepatuhan regulasi.
- Hasil evaluasi digunakan bersama untuk rekomendasi kontrak BPJS dan pembinaan mutu oleh Kemenkes.
Keunggulan:
- Hemat biaya dan waktu (sekali survei).
- Meningkatkan sinergi pengawasan dan pembinaan.
- Membangun pendekatan holistik: klinis, manajerial, dan pembiayaan
Perbandingan Ketiga Model Alternatif
| Aspek / Model | Model 1: Paralel Terkendali | Model 2: Berbasis Platform Digital | Model 3: Lembaga Kolaboratif |
|---|---|---|---|
| Integrasi Proses | Parsial | Parsial – Digital | Menyeluruh |
| Perubahan Regulasi Dibutuhkan | Minimal | Sedang | Tinggi |
| Interoperabilitas Sistem | Sedikit | Tinggi | Tinggi (bila digital) |
| Efisiensi Sumber Daya | Sedang | Tinggi | Tinggi |
| Kompleksitas Implementasi | Rendah | Sedang | Tinggi |
| Cocok untuk RS | Semua RS | RS digital / RS tipe B/A | RS vertikal / pilot RS besar |
Kesimpulan Strategis
- Jika implementasi cepat dan realistis yang diinginkan → Model 1 (paralel terkendali) sangat cocok.
- Jika ingin efisiensi data dan pelaporan jangka menengah → Model 2 dapat dibangun berbasis SIMRS/SatuSehat.
- Jika ingin transformasi sistemik jangka panjang → Model 3 sangat strategis, namun memerlukan dukungan regulasi lintas sektor.
Telaah Regulasi
Model yang Diusulkan: Integrasi Paralel Terkendali (Model 1)
Dipilih sebagai tahap awal karena memiliki keunggulan:
- Cepat diimplementasikan tanpa perubahan struktur lembaga.
- Memberikan efisiensi dengan menyatukan indikator minimum dan pelaporan data.
- Dapat ditingkatkan menjadi integrasi fungsional atau kolaboratif pada fase berikutnya
Komponen Kebijakan yang Diajukan:
| No | Kebijakan Usulan | Penjelasan / Rincian |
|---|---|---|
| 1 | Surat Keputusan Bersama Kemenkes dan BPJS Kesehatan | Penetapan integrasi kredensial-akreditasi sebagai kebijakan nasional. |
| 2 | Standar Minimum Kredensialisasi yang Sejalan dengan STARKES 2024 | Menyusun indikator kredensial (SDM, sarpras, mutu layanan) yang identik dengan elemen STARKES. |
| 3 | Penyesuaian instrumen STARKES untuk menerima hasil kredensial BPJS | Menambahkan komponen verifikasi hasil kredensial pada tahap desk review atau self-assessment akreditasi. |
| 4 | Platform Data Terpadu (HFIS–STARKES–SatuSehat) | RS hanya perlu satu kali unggah data (once upload) untuk keperluan kredensial dan akreditasi. |
| 5 | Sinkronisasi Jadwal Kredensialisasi dan Akreditasi | Ditetapkan melalui kalender nasional survei, agar tidak terjadi tumpang tindih atau duplikasi. |
| 6 | Pembentukan Tim Teknis Nasional Integrasi | Beranggotakan Kemenkes, BPJS Kesehatan, Lembaga Akreditasi, dan asosiasi RS. Bertugas menyusun SOP & pemantauan. |
Dampak yang Diharapkan
| Aspek | Dampak Positif |
|---|---|
| Administrasi RS | Menurunnya beban birokrasi dan duplikasi pengumpulan dokumen |
| Mutu Pelayanan | Peningkatan ketepatan, konsistensi, dan efisiensi pemantauan mutu |
| Regulasi | Terwujudnya keselarasan antar kebijakan dalam sistem kesehatan nasional |
| Efisiensi Anggaran | Menurunnya biaya survei terpisah dan optimalisasi penggunaan hasil kredensial oleh lebih dari satu pihak |
| Digitalisasi | Meningkatkan interoperabilitas data lintas sistem (SatuSehat, HFIS, e-Claim, STARKES dashboard) |
Integrasi Kredensialisasi BPJS dan Akreditasi Rumah Sakit Tahun 2024
| No | Domain | Indikator Integratif | Sumber/Asal Data | Digunakan oleh | Relevansi STARKES |
|---|---|---|---|---|---|
| 1 | Legalitas & Kerja Sama | Status kontrak kerja sama aktif dengan BPJS Kesehatan | Surat Perjanjian Kerja Sama (SPKS) | BPJS & LA | Legalitas kelembagaan (Bab Manajemen Umum) |
| 2 | Akreditasi | Status akreditasi terakhir rumah sakit (aktif/masa berlaku) | Sertifikat Akreditasi | BPJS | Prasyarat kredensial |
| 3 | SDM | Rasio tenaga medis (dokter umum, spesialis, perawat) per tempat tidur | HFIS / Formulir Kredensial BPJS | BPJS & LA | SDM dan Kompetensi Klinik (Bab SDM) |
| 4 | Sarana & Prasarana | Ketersediaan ruang operasi, ICU, IGD, Laboratorium, Radiologi, dll. sesuai kelas RS | HFIS / Hasil Visitasi BPJS | BPJS & LA | Sarana Pelayanan & Keamanan Pasien |
| 5 | Jenis Pelayanan | Daftar jenis layanan spesialistik dan subspesialistik yang tersedia | HFIS / SIMRS | BPJS & LA | Ketersediaan Layanan Klinik (STARKES Pelayanan Klinik) |
| 6 | Sistem Informasi | Konektivitas SIMRS dengan INA-CBGs, e-Claim BPJS, dan SatuSehat | Bukti bridging sistem | BPJS & LA | Tata Kelola Informasi & Mutu |
| 7 | Pelaporan Wajib | Kepatuhan pengiriman laporan bulanan ke BPJS (Pasal 39 PMK 99/2015) | Dashboard BPJS | BPJS & LA | Monitoring & Audit Internal (Bab Manajemen Mutu) |
| 8 | Utilization Review | Kasus readmission 30 hari, ALOS di atas standar INA-CBGs, atau BOR ekstrem | Hasil UR BPJS | BPJS & LA | Indikator Klinis & Outcome Pelayanan |
| 9 | Keluhan & Kepuasan Pasien | Jumlah dan jenis keluhan yang masuk melalui kanal JKN Mobile | Data BPJS Care Center | BPJS & LA | Tata Kelola Komplain dan Penguatan Pelayanan Responsif |
| 10 | Kinerja Klaim INA-CBGs | Rasio klaim pending, rejected, dan selisih tarif | Dashboard e-Claim BPJS | BPJS & LA | Manajemen Keuangan & Efisiensi Pelayanan |
INDIKATOR MUTU
| No. | Indikator Mutu | Definisi Operasional | Formula / Numerator & Denominator | Target Nasional | Sumber Data |
|---|---|---|---|---|---|
| 1 | Average Length of Stay (ALOS) | Rata-rata lama rawat inap pasien BPJS dalam satu bulan | Jumlah total hari rawat inap pasien BPJS ÷ Jumlah pasien keluar hidup (BPJS) | ≤ 5 hari | e-Claim BPJS, SIMRS |
| 2 | Readmission Rate (30 hari) | Proporsi pasien yang dirawat ulang untuk diagnosis yang sama dalam 30 hari | Jumlah pasien readmisi 30 hari ÷ Total pasien keluar hidup | ≤ 5% | BPJS UR, SIMRS |
| 3 | Bed Occupancy Rate (BOR) | Tingkat keterisian tempat tidur rawat inap dalam periode tertentu | (Jumlah hari TT terisi ÷ Jumlah TT tersedia × Jumlah hari) × 100% | 60–85% | Laporan harian SIMRS, HFIS |
| 4 | Kepatuhan Hand Hygiene | Persentase tenaga kesehatan yang melakukan cuci tangan sesuai 5 momen WHO | Jumlah observasi hand hygiene yang patuh ÷ Total observasi | ≥ 85% | Audit internal mutu RS |
| 5 | Kepatuhan Identifikasi Pasien | Persentase tindakan medis yang dilakukan dengan verifikasi dua identitas pasien | Jumlah tindakan dengan ID benar ÷ Total tindakan diperiksa | ≥ 95% | Survei tracer, audit mutu |
| 6 | Kepatuhan Pemberian Edukasi Pasien | Persentase pasien yang menerima edukasi saat masuk dan keluar rawat inap | Jumlah pasien teredukasi ÷ Total pasien rawat inap keluar | ≥ 90% | RM Elektronik, audit mutu |
| 7 | Klaim Pending Rate | Proporsi klaim BPJS yang ditolak atau dikembalikan untuk perbaikan | Jumlah klaim pending ÷ Total klaim dikirim | ≤ 5% | e-Claim INA-CBGs |
| 8 | Pelaporan Komplain Pasien | Rasio jumlah komplain resmi pasien terhadap total kunjungan | Jumlah komplain ÷ Total kunjungan rawat jalan dan inap | ≤ 1% | JKN Care Center, SPGDT RS |
| 9 | Kepatuhan Pelaporan Bulanan ke BPJS | Frekuensi pengiriman laporan rutin ke BPJS sesuai Pasal 39 PMK 99/2015 | Jumlah bulan pelaporan dilakukan ÷ 12 bulan | 100% | Dashboard BPJS, HFIS |
| 10 | Indeks Kepuasan Pasien JKN | Skor rata-rata hasil survei kepuasan pasien JKN terhadap pelayanan RS | Rata-rata skor (1–5) | ≥ 4,0 | BPJS Satisfaction Survey |
Penggunaan dalam Proses Integratif
| Proses | Indikator Utama |
|---|---|
| Desk Review Akreditasi | Indikator 3, 4, 5, 6 |
| Evaluasi Kredensial BPJS | Indikator 1, 2, 7, 9 |
| Monitoring Kinerja RS oleh Kemenkes | Indikator 8, 10 |
| Pembinaan Mutu Berkelanjutan | Seluruh indikator |
Sumber : Dr Galih Endradita M





