PEMBUATAN KEPUTUSAN ETIK PADA KASUS SULIT DAN DILEMA ETIK DI RUMAH SAKIT
Rumah sakit dalam memberikan pelayanan, kerap sekali berhadapan dengan kasus yang sulit dan dilema etik dalam membuat keputusan. Kasus yang sulit merupakan kasus yang kompleks dimana pelayanan dilakukan oleh dokter spesialis berupa tim kerja yang dipimpin oleh DPJP utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs, dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif-terpadu-efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif, membangun sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat semua DPJP. Sedangkan DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) adalah seorang dokter, sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal pasien masuk sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit.
Dilema etik adalah keadaan atau situasi dimana yang dihadapi seorang dokter, dokter diperhadapkan kepada pengambilan keputusan yang baik mengenai tindakan yang layak yang harus dilakukan kepada pasien. Dilema etik dapat timbul dari keputusan yang akan diambil memiliki dimensi etik yang komplek misalkan etik kedokteran dengan etik dan perilaku di rumah sakit.
Dalam penanganan asuhan medis tidak jarang dijumpai kesulitan dalam pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan adanya suatu unit kerja yang dapat membantu memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis tersebut. Didalam ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No 755 Tahun 2011 tentang komite medik disebutkan pertimbangan pembuatan keputusan etik diberikan oleh sub komite etik dan disiplin. Dimana Staf medis dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis pada suatu kasus pengobatan di rumah sakit melalui kelompok profesinya kepada komite medik. Subkomite etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan pembahasan kasus dengan mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk memberikan pertimbangan pengambilan keputusan etis tersebut.Namun ketentuan didalam Permenkes No 755 tahun 2011 tetap dalam konteks “pertimbangan” dimana DPJP menggunakan unsur pertimbangan dalam membuat keputusan. Unsur pertimbangan berbeda dengan unsur pembuatan keputusan.
Apabila rumah sakit memiliki dokter spesialis forensik dan medikolegal, berdasarkan ketentuan Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 66 tahun 2020 menjelaskan tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal. Didalam ketentuan tersebut, kasus dilema etik dan keputusan etik pada kasus yang sulit dapat dimintakan keputusan pada dokter spesialis forensik dan medikolegal, dalam perspektif “dimintakan keputusan” maka terjadi proses alih tanggungjawab terhadap konseksuensi keputusan yang diberikan. Pada akhirnya dokter spesialis forensik medikolegal dapat dimintakan keterangan ahli sebagaimana tersebut didalam Pasal 179 ayat (1) KUHAP
”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”
Kewenangan klinis dokter spesialis forensik medikolegal berkaitan pembuatan keputusan etik meliputi:
- Pembuatan Keputusan Etik pada kasus klinis sulit
- Pembuatan Keputusan Etik pada
- reproduksi,
- awal kehidupan dan teknologi reproduksi,
- transgender
- Pembuatan Keputusan Etik pada
- Dilema di Akhir Kehidupan,
- DNR,
- withdrawing- withholding, dan
- penentuan mati otak/MBO
- Penyelenggaran sidang etik, disiplin dan medikolegal (hukum kedokteran)
Apabila kasus yang sulit dan dilema etik berkaitan pelayanan meminta dokter membuat keputusan yang bertentangan dengan etik dan moral, di Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021, dilakukan dapat ditolak dan edukasi dilakukan komite etik dan hukum. Didalam ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No 42 Tahun 2018, komite etik dan hukum rumah sakit dapat memberikan rekomendasi keputusan berkaitan dengan kasus sulit dan dilema etik apabila tidak bisa diputuskan oleh dokter.
Kesimpulannya :
apabila dokter menghadapi kasus sulit dan dilema etik, maka dokter dapat meminta pertimbangan pada Sub Komite Etik dan Disiplin dari komite medik, dan atau apabila rumah sakit memiliki dokter spesialis forensik medikolegal, maka kepada yang bersangkutan dokter dan atau DPJP meminta dibuatkan keputusan pada dilema etik dan kasus sulit. Pada keadaan kasus sulit dan dilema etik tidak bisa diputuskan, maka komite etik dan hukum dapat mengambil alih dan membuat keputusan sesuai ketentuan Permenkes No 42 Tahun 2018.