Pelindungan Hukum bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan (Permenkes 13 tahun 2025 Pasal 244–265)

Pelindungan-Hukum-bagi-Tenaga-Medis-dan-Tenaga-Kesehatan-Permenkes-13-tahun-2025-Pasal-244–265.png

Pelindungan hukum bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan merupakan salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan berkeadilan. Bagian Kelima mengatur secara rinci mengenai hak pelindungan hukumpencegahan permasalahan hukum, serta penanganan ketika Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan menghadapi masalah hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 244 sampai dengan Pasal 265.

1. Prinsip Umum Pelindungan Hukum

(Pasal 244–246)

Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan berhak mendapatkan pelindungan hukum selama menjalankan praktik sesuai standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, etika profesi, dan kebutuhan kesehatan pasien (Pasal 244 ayat (1)).

Pelindungan hukum ini bertujuan untuk:

  • memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan;
  • menjamin tenaga kesehatan dapat bekerja tanpa paksaan dan ancaman dari pihak lain; dan
  • menjamin tenaga kesehatan bekerja sesuai kewenangan dan kompetensi keprofesiannya (Pasal 244 ayat (2)).

Pelindungan hukum diberikan oleh:

  • Pemerintah Pusat,
  • Pemerintah Daerah, dan
  • pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Pasal 245 ayat (1)),

dengan koordinasi oleh:

  • Direktur Jenderal di tingkat Pemerintah Pusat,
  • dinas kesehatan di tingkat Pemerintah Daerah, dan
  • unit khusus atau fungsi hukum di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Pasal 245 ayat (2), (4), dan (5)).

Ruang lingkup pelindungan hukum meliputi:

  • pelindungan dalam rangka pencegahan agar Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan tidak melakukan pelanggaran; dan
  • pelindungan bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang sudah menghadapi permasalahan hukum (Pasal 246).

2. Pelindungan Hukum dalam Rangka Pencegahan

(Pasal 247–252)

2.1. Peran Pemerintah Pusat

Pemerintah Pusat melakukan pelindungan hukum secara preventif melalui (Pasal 247 ayat (1)):

  • penetapan kebijakan pelindungan hukum;
  • penetapan standar profesi, standar kompetensi, dan standar pelayanan;
  • penerbitan SIP dalam kondisi tertentu;
  • penyediaan dan pengelolaan kanal pengaduan;
  • pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pelindungan hukum.

Kebijakan kanal pengaduan ditetapkan oleh Menteri (Pasal 247 ayat (2)).

2.2. Peran Konsil

Konsil berperan dalam pelindungan preventif melalui:

  • penerbitan STR Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan; dan
  • dukungan peningkatan mutu praktik dan kompetensi teknis keprofesian (Pasal 248).

2.3. Peran Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah menjalankan pelindungan hukum preventif dengan (Pasal 249):

  • melaksanakan kebijakan pelindungan hukum yang ditetapkan Pemerintah Pusat;
  • menerbitkan SIP bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan;
  • melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan standar profesi, kompetensi, dan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya.

2.4. Peran Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan serangkaian tindakan pelindungan hukum preventif, antara lain (Pasal 250 ayat (1)):

  1. Menetapkan dan mensosialisasikan dokumen kunci, seperti:
    • pedoman pelayanan, SPO, panduan praktik klinik, dan/atau clinical pathway;
    • jenis pelayanan yang dapat dilimpahkan kewenangannya antar Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan;
    • pedoman perilaku pegawai, termasuk Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
  2. Melakukan evaluasi kompetensi melalui proses kredensial, menerbitkan surat penugasan klinis, dan rincian kewenangan klinis.
  3. Memastikan tenaga memiliki dasar legal dan bekerja aman, antara lain:
    • memiliki STR dan SIP;
    • praktik sesuai kewenangan klinis;
    • memperoleh persetujuan tindakan (informed consent), kecuali dalam kondisi gawat darurat;
    • bekerja dalam lingkungan yang aman secara fisik, mental, moral, dan sosial budaya.
  4. Menyediakan kanal pengaduan bagi pasien/keluarga dan menangani keluhan secara tepat.
  5. Menyediakan kanal pengaduan internal terkait perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, termasuk kekerasan, pelecehan, dan perundungan, serta menindaklanjutinya (Pasal 250 ayat (1) huruf e–f).
  6. Memfasilitasi pelindungan tanggung gugat profesi secara proporsional bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang berisiko menghadapi tuntutan hukum (Pasal 250 ayat (1) huruf g–ayat (3)).

Pimpinan fasilitas dapat membentuk unit khusus yang menangani pencegahan dan penanganan permasalahan hukum (Pasal 250 ayat (4)).

2.5. Hak Menghentikan Pelayanan karena Perlakuan Tidak Layak

Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan apabila mendapatkan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat, termasuk kekerasan, pelecehan, dan perundungan (Pasal 251 ayat (1)).
Dalam kondisi ini, mereka wajib mendapat pelindungan hukum dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat (Pasal 251 ayat (2)).

Penghentian pelayanan tidak berlaku bila tindakan tersebut diperlukan untuk penyelamatan nyawa atau pencegahan kedisabilitasan dalam keadaan gawat darurat dan/atau bencana (Pasal 251 ayat (3)–(4)).

2.6. Mitigasi Potensi Permasalahan Hukum

Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan juga wajib melakukan mitigasi potensi permasalahan hukum yang mungkin dihadapi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan (Pasal 252 ayat (1)), antara lain melalui:

  • penanganan keluhan pasien/keluarga dengan cepat dan tepat;
  • pendekatan kekeluargaan;
  • pembinaan bagi tenaga yang melakukan pelanggaran etika dan disiplin (Pasal 252 ayat (2)).

Penanganan keluhan dilakukan dengan cara:

  • aktif mendengarkan keluhan; dan
  • mencari solusi dan memberikan jawaban kepada pasien/keluarga (Pasal 252 ayat (3)).

3. Pelindungan Hukum bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang Menghadapi Permasalahan Hukum

(Pasal 253–265)

3.1. Bentuk Pelindungan Hukum

Bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang menghadapi permasalahan hukum, pelindungan diberikan melalui (Pasal 253):

  • penyelesaian perselisihan;
  • penegakan etika profesi;
  • penegakan disiplin keilmuan/profesi; dan
  • penegakan hukum.

3.2. Penyelesaian Perselisihan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan, dengan diutamakan alternatif penyelesaian sengketa (ADR) berupa negosiasi, konsiliasi, dan mediasi (Pasal 254 ayat (1)–(3)).
Proses ADR dapat dilakukan secara berjenjang: di tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat (Pasal 254 ayat (4)).

  • Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, pimpinan membentuk tim yang terdiri dari unit hukum internal dan penasehat ahli/mediator (Pasal 255 ayat (1)). Tim ini menerima pengaduan, melakukan kajian hukum, dan menyelenggarakan negosiasi, konsiliasi, atau mediasi. Hasilnya dituangkan dalam akta perdamaian (Pasal 255 ayat (3)–(4)).
  • Di Pemerintah Daerah, dibentuk tim yang terdiri dari dinas kesehatan, Tenaga Medis/Tenaga Kesehatan, serta penasehat ahli/mediator (Pasal 256 ayat (1)). Mekanismenya serupa, dengan akta perdamaian sebagai output (Pasal 256 ayat (3)–(4)).
  • Di Pemerintah Pusat, tim terdiri dari Kementerian Kesehatan, Konsil, dan penasehat ahli/mediator (Pasal 257 ayat (1)), dengan mekanisme pengaduan dan mediasi yang sama (Pasal 257 ayat (3)–(4)).

Jika di tingkat internal Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak tercapai penyelesaian, kasus dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, dan bila perlu oleh Pemerintah Pusat (Pasal 255 ayat (5), Pasal 256 ayat (5), Pasal 257).

3.3. Penegakan Etika dan Disiplin Profesi

Penegakan etika profesi dilakukan melalui penegakan kode etik profesi, melibatkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan organisasi profesi sesuai peraturan perundang-undangan (Pasal 258 ayat (1)).

Penegakan disiplin keilmuan/profesi dilaksanakan melalui (Pasal 258 ayat (2)):

  • putusan Majelis Disiplin Profesi atas pengaduan pasien/keluarga; dan/atau
  • rekomendasi Majelis Disiplin Profesi.

Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib:

  • memberikan data lengkap ketika Majelis Disiplin Profesi melakukan verifikasi;
  • memfasilitasi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan selama proses persidangan di Majelis Disiplin Profesi (Pasal 259 ayat (1)).

Jika terbukti terjadi pelanggaran disiplin profesi, pimpinan fasilitas berkoordinasi dengan Konsil dan Pemerintah Daerah untuk melakukan pembinaan (Pasal 259 ayat (2)).

3.4. Penegakan Hukum dan Bantuan Hukum

Dalam konteks penegakan hukum, pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan bantuan hukum kepada Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang menghadapi sengketa, dalam bentuk (Pasal 260 ayat (1)):

  • konsultasi hukum; dan/atau
  • pendampingan dalam penyelesaian sengketa.

Bantuan hukum dapat diberikan oleh pihak internal maupun eksternal, dan pimpinan wajib mengalokasikan anggaran untuk pendanaan proses hukum serta ganti rugi (Pasal 260 ayat (2)–(3)). Bantuan eksternal dapat melibatkan asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan/atau manfaat pelindungan tanggung gugat profesi (Pasal 260 ayat (4)).

Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat juga berperan dalam fasilitasi dan advokasi permasalahan hukum tenaga kesehatan (Pasal 261–263), termasuk kemungkinan pemberian bantuan hukum kepada tenaga yang menjalankan praktik mandiri (Pasal 262).

3.5. Peran Majelis Disiplin Profesi sebelum Proses Pidana/Perdata

Dalam hal Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan menghadapi permasalahan hukum pidana atau perdata, terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi kepada Majelis Disiplin Profesi (Pasal 264).

Jika Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik tanpa rekomendasi tersebut, yang bersangkutan berhak melakukan upaya hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 265).

Pengaturan pelindungan hukum dalam Pasal 244–265 menunjukkan bahwa negara tidak hanya menuntut profesionalisme Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, tetapi juga memberikan perlindungan menyeluruh mulai dari pencegahan, penanganan keluhan, penyelesaian sengketa, penegakan etika dan disiplin profesi, hingga pendampingan dalam proses hukum. Dengan demikian, terbangun keseimbangan antara tanggung jawab profesionalkeselamatan pasien, dan hak pelindungan hukum tenaga kesehatan.

. Tabel Pelindungan Hukum dalam Rangka Pencegahan

Aktor Bentuk Pelindungan / Peran Utama Dasar Pasal
Pemerintah Pusat – Menetapkan kebijakan pelindungan hukum tenaga kesehatan
– Menetapkan standar profesi, kompetensi, dan pelayanan
– Menerbitkan SIP dalam kondisi tertentu
– Menyediakan & mengelola kanal pengaduan nasional
– Melakukan pembinaan & pengawasan pelindungan hukum
Pasal 244 ayat (2), Pasal 245 ayat (1)–(3), Pasal 247 ayat (1)–(2)
Konsil – Menerbitkan STR Tenaga Medis & Tenaga Kesehatan
– Mendukung peningkatan mutu praktik & kompetensi teknis keprofesian
Pasal 245 ayat (3), Pasal 248
Pemerintah Daerah – Melaksanakan kebijakan pelindungan hukum dari Pemerintah Pusat
– Menerbitkan SIP Tenaga Medis & Tenaga Kesehatan
– Melakukan pembinaan & pengawasan standar profesi, kompetensi, dan pelayanan di Fasyankes wilayahnya
Pasal 245 ayat (1), (4), Pasal 249
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan – Menetapkan & sosialisasi pedoman pelayanan, SPO, panduan praktik klinik, clinical pathway
– Menetapkan jenis pelayanan yang dapat dilimpahkan kewenangan
– Menetapkan pedoman perilaku pegawai
– Melakukan kredensial & menerbitkan surat penugasan klinis + rincian kewenangan klinis
– Memastikan tenaga punya STR & SIP, praktik sesuai kewenangan, informed consent, dan bekerja di lingkungan aman
– Menyediakan kanal pengaduan pasien & menanganinya
– Menyediakan kanal pengaduan internal (kekerasan, pelecehan, perundungan) & mitigasi risiko
– Memfasilitasi pelindungan tanggung gugat profesi (penuh bila hanya praktik di satu Fasyankes)
– Dapat membentuk unit khusus pencegahan & penanganan masalah hukum
Pasal 245 ayat (1), (5), Pasal 250 ayat (1)–(4)
Tenaga Medis & Tenaga Kesehatan – Berhak atas pelindungan hukum jika bekerja sesuai standar & etika
– Dapat menghentikan pelayanan bila mendapat perlakuan tidak sesuai harkat & martabat (kekerasan, pelecehan, perundungan), kecuali dalam kondisi gawat darurat/penyelamatan nyawa
– Berhak memperoleh pelindungan hukum ketika menghentikan pelayanan
Pasal 244 ayat (1), Pasal 251 ayat (1)–(4)

2. Tabel Pelindungan Hukum Saat Menghadapi Permasalahan Hukum

Aktor Bentuk Pelindungan / Tugas Dasar Pasal
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Alternatif penyelesaian sengketa (ADR):
– Membentuk tim (unit hukum + penasehat ahli/mediator)
– Menerima pengaduan pasien/keluarga
– Mengkaji & mengidentifikasi aspek hukum
– Melakukan negosiasi, konsiliasi, mediasi
– Menuangkan hasil dalam akta perdamaian
– Berkoordinasi dengan Pemda bila tidak selesai di internal

Penegakan disiplin & etika:
– Memberikan data lengkap ke Majelis Disiplin Profesi
– Memfasilitasi tenaga selama proses persidangan
– Melakukan pembinaan setelah ada putusan pelanggaran disiplin

Penegakan hukum & bantuan hukum:
– Memberikan bantuan hukum (konsultasi & pendampingan)
– Menyediakan anggaran proses hukum & ganti rugi
– Dapat melibatkan asosiasi Fasyankes & polis tanggung gugat profesi

Pasal 255, Pasal 259, Pasal 260
Pemerintah Daerah – Membentuk tim ADR di tingkat daerah (dinkes, tenaga kesehatan, penasehat ahli/mediator)
– Menerima pengaduan dari tenaga kesehatan, pasien/keluarga, pimpinan Fasyankes
– Melakukan identifikasi & kajian hukum, negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan menyusun akta perdamaian
– Berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat bila sengketa belum terselesaikan
– Melakukan fasilitasi & advokasi masalah hukum tenaga kesehatan
– Dapat memberikan bantuan hukum atas permintaan Fasyankes atau tenaga yang praktik mandiri
Pasal 256, Pasal 261, Pasal 262
Pemerintah Pusat – Membentuk tim ADR nasional (Kemenkes, Konsil, penasehat ahli/mediator)
– Menerima pengaduan dari tenaga kesehatan, pasien/keluarga, Fasyankes, dan/atau Pemda
– Melakukan kajian hukum, negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan menyusun akta perdamaian
– Melakukan fasilitasi & advokasi masalah hukum atas permintaan Pemda
– Dapat langsung turun tangan pada kasus berskala nasional/meresahkan masyarakat
Pasal 257, Pasal 263
Konsil – Terlibat dalam tim ADR di tingkat Pemerintah Pusat
– Terlibat dalam koordinasi penegakan disiplin profesi bersama Majelis Disiplin Profesi dan Fasyankes
Pasal 245 ayat (3), Pasal 257 ayat (1), Pasal 259 ayat (2)
Majelis Disiplin Profesi (MDP) – Menangani dugaan pelanggaran disiplin profesi
– Mengeluarkan putusan dan/atau rekomendasi disiplin
– Menjadi rujukan wajib sebelum perkara pidana/perdata berjalan (rekomendasi lebih dulu dimintakan)
Pasal 245 ayat (3), Pasal 258 ayat (2), Pasal 259 ayat (2), Pasal 264
Tenaga Medis & Tenaga Kesehatan – Dapat mengajukan pengaduan/permohonan pelindungan ke Fasyankes, Pemda, atau Pemerintah Pusat
– Berhak memperoleh bantuan hukum (pendampingan & konsultasi) dari Fasyankes/ Pemda/ Pemerintah Pusat
– Dapat melakukan upaya hukum jika ditetapkan sebagai tersangka tanpa rekomendasi MDP terlebih dahulu
Pasal 253–254, Pasal 260–263, Pasal 265

 

Sumber : Dr Galih Endradita M

Admin PERSI JATIM faradilla

Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.