Masa Depan Dewan Pengawas Rumah Sakit

Masa-Depan-Dewan-Pengawas-Rumah-Sakit.png

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur tentang Dewan Pengawas (secara singkat)

Pasal 831

  1. Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk dewan pengawas Rumah Sakit.
  2. Dewan pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
  3. Dewan pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melaksanakan pengawasan penyelenggaraan Rumah Sakit secara internal.

Pasal 832

Ketentuan lebih lanjut mengenai dewan pengawas Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri.

PP 28 Tahun 2024 Pasal 831 ayat 1 penggunaan frasa “dapat membentuk” memberikan diskresi kepada pemilik (pemerintah pusat/daerah atau badan hukum penyelenggara RS) untuk membentuk Dewan Pengawas

PP 28 Tahun 2024 Pasal 831 Ayat 2 “suatu unit nonstruktural yang bersifat independen” Regulasi ini juga menekankan independensi Dewan Pengawas, yang bukan bagian dari struktur manajemen namun langsung bertanggung jawab kepada pemilik RS. Dari perspektif tata kelola sektor publik, konsep Dewan Pengawas RS serupa dengan dewan komisaris/pengawas pada BUMN atau Badan Layanan Umum lain. Landasan hukumnya pun saling terkait: UU RS memberikan payung sektor kesehatan, sementara regulasi BLU (Permendagri, Permenkeu) menyediakan kerangka tata kelola keuangan. Tidak ditemukan pertentangan norma; justru terdapat kekosongan sanksi jika RS tidak membentuk Dewan Pengawas karena sifatnya opsional dalam PP 28/2024. Ini menjadi catatan bahwa secara hukum tidak ada kewajiban absolut, namun berbagai regulasi mendorong pembentukan Dewan Pengawas sebagai praktik good governance. Perlu dicatat pula, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda mengamanatkan peningkatan kinerja layanan publik; dengan adanya Dewan Pengawas RS, tujuan ini lebih mudah dicapai melalui mekanisme kontrol internal yang diatur hukum

Dewan Pengawas Rumah Sakit

Dalam rangka memperkuat tata kelola rumah sakit yang akuntabel, transparan, dan berintegritas, pemilik Rumah Sakit memiliki kewenangan untuk membentuk Dewan Pengawas. Dewan ini merupakan unit nonstruktural dan independen yang secara langsung bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit. Kehadiran Dewan Pengawas bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh penyelenggaraan rumah sakit berjalan sesuai dengan kebijakan, regulasi, dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

Dewan Pengawas berfungsi sebagai representasi pemilik Rumah Sakit dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan nonteknis atas penyelenggaraan pelayanan rumah sakit secara internal. Fungsi ini mencakup pembinaan dalam aspek kebijakan, keuangan, tata kelola, kepatuhan terhadap regulasi dan etika, serta perlindungan terhadap hak dan kewajiban pasien dan institusi. Dalam pengambilan keputusan, Dewan Pengawas bersifat kolektif kolegial, artinya setiap keputusan harus merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh anggota Dewan.

Dalam pelaksanaan fungsinya, Dewan Pengawas memiliki sejumlah tugas strategis yang mencakup:

  1. Menentukan arah kebijakan rumah sakit;
  2. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis dan rencana anggaran rumah sakit;
  3. Melakukan pengawasan terhadap kendali mutu dan kendali biaya;
  4. Menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak dan kewajiban pasien serta rumah sakit;
  5. Mengawasi penerapan etika rumah sakit, etika profesi, serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
  6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan secara langsung oleh pemilik rumah sakit.

Bagi rumah sakit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), Dewan Pengawas juga menjalankan fungsi pengawasan atas pengelolaan keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dewan Pengawas wajib melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada pemilik rumah sakit paling sedikit satu kali dalam satu semester dan dapat menyampaikan laporan sewaktu-waktu apabila diminta.

“Dari sisi hubungan dengan pemilik, Dewan Pengawas menjadi kepanjangan tangan pemilik dalam pengawasan RS. Dewan wajib melapor kinerja pengawasannya secara periodik kepada pemilik (minimal setiap semester). Dewan juga dapat memberi rekomendasi kepada pemilik, misalnya rekomendasi perbaikan pengelolaan RS atau bahkan masukan terkait pengangkatan/pemberhentian direktur bila kinerja tidak memenuhi standar. Namun, perlu dicatat bahwa kewenangan final biasanya tetap di tangan pemilik

Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Dewan Pengawas diberikan kewenangan untuk:

  • Menerima dan mengevaluasi laporan kinerja dan keuangan rumah sakit;
  • Menerima hasil pemeriksaan dari Satuan Pemeriksa Internal (SPI) dan memantau tindak lanjut rekomendasinya;
  • Meminta penjelasan dari unsur pimpinan atau manajemen rumah sakit mengenai pelaksanaan pelayanan;
  • Meminta informasi dari komite atau unit nonstruktural terkait penyelenggaraan rumah sakit;
  • Berkoordinasi dengan pimpinan tertinggi rumah sakit dalam penyusunan dokumen Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Tata Kelola Korporasi (corporate governance); serta
  • Memberikan rekomendasi perbaikan dalam pengelolaan rumah sakit.

Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya secara administratif, pimpinan tertinggi rumah sakit dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas dengan persetujuan Dewan Pengawas. Sekretaris ini bertugas mengelola ketatausahaan Dewan Pengawas namun bukan merupakan anggota Dewan, dan tidak dapat mewakili atau bertindak sebagai Dewan Pengawas.

Tata kerja Dewan Pengawas ditetapkan oleh pemilik rumah sakit dan dituangkan secara resmi dalam dokumen hospital bylaws atau corporate governance, yang merupakan bagian dari sistem pengaturan internal institusi.

Pelaksanaan tugas Dewan Pengawas didukung melalui pendanaan yang bersumber dari anggaran rumah sakit. Anggota Dewan Pengawas dan sekretarisnya dapat menerima imbalan, dengan besaran yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan rumah sakit dan/atau mengikuti ketentuan yang berlaku.

Keanggotaan Dewan Pengawas dapat berasal dari dua unsur, yakni unsur pemilik rumah sakit dan tenaga ahli yang relevan dengan bidang perumahsakitan. Unsur pemilik ditunjuk langsung oleh pemilik rumah sakit. Jumlah anggota Dewan Pengawas dibatasi maksimal lima orang, termasuk ketua. Untuk menunjang efisiensi dan efektivitas kerja, Dewan Pengawas dapat membentuk komite audit atau tim ad-hoc sesuai kebutuhan.

” Komposisi multi-unsur ini dirancang untuk menjamin independensi dan keluasan perspektif Dewan Pengawas. Adanya unsur eksternal (profesi, asosiasi, tokoh masyarakat) memastikan Dewan tidak didominasi kepentingan birokrasi pemilik saja, melainkan memperhatikan standar profesional dan aspirasi publik”

Untuk menjaga kualitas dan integritas Dewan Pengawas, setiap calon anggota harus memenuhi sejumlah persyaratanantara lain:

  • Memiliki integritas, dedikasi, serta pemahaman terhadap isu-isu rumah sakit;
  • Tidak pernah dinyatakan pailit atau terlibat dalam kebangkrutan badan usaha;
  • Tidak pernah dihukum karena tindak pidana;
  • Tidak memiliki konflik kepentingan dengan rumah sakit; dan
  • Persyaratan tambahan lainnya sesuai ketentuan pemilik rumah sakit.

Khusus bagi rumah sakit yang menerapkan PPK-BLU atau PPK-BLUD, ketentuan mengenai keanggotaan Dewan Pengawas mengikuti aturan perundang-undangan yang mengatur badan layanan tersebut.

Dewan Pengawas dalam menjalankan fungsinya harus menjunjung tinggi etika rumah sakit. Pembentukan Dewan Pengawas dilakukan melalui Keputusan Pemilik Rumah Sakit, dan masa jabatannya diatur dalam Peraturan Internal Rumah Sakit sesuai dengan kebijakan institusi.

Problem Dewan Pengawas saat ini

Meskipun regulasi telah ada, implementasi Dewan Pengawas masih menghadapi kelemahan. Pertama, sifat opsional dalam UU (“dapat membentuk”) membuat beberapa pemilik RS tidak membentuk Dewan Pengawas sama sekali. Observasi di NTB tahun 2023 menunjukkan sejumlah RS belum memiliki Dewan Pengawas, atau ada yang memiliki namun komposisinya tidak sesuai aturan. Kelemahan kedua, kapasitas dan efektivitas Dewan Pengawas bervariasi. Penelitian studi kasus di RSUD dr. H.M. Rabain (BLUD Muara Enim) menemukan Dewan Pengawas di sana belum menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, bahkan belum berkontribusi positif terhadap good governance RS.

Temuan ini mengindikasikan kelemahan dari sisi sumber daya manusia Dewan (kompetensi, pemahaman peran) maupun dukungan sistem (Standard Operating Procedure pengawasan yang belum matang). Kelemahan ketiga, kewenangan Dewan Pengawas terbatas pada pengawasan dan rekomendasi, tanpa eksekusi langsung. Dewan tidak memiliki kuasa eksekutif, sehingga efektivitas pengawasan sangat bergantung pada kemauan manajemen menindaklanjuti rekomendasi. Jika direktur RS tidak kooperatif, Dewan bisa sulit memaksakan perbaikan kecuali melalui pemilik. Keempat, ada potensi konflik kepentingan atau independensi tergerus bila proses penunjukan anggota tidak transparan. Misalnya, penunjukan “tokoh masyarakat” yang sebenarnya masih memiliki afiliasi kepentingan dengan rumah sakit dapat melemahkan obyektivitas Dewan. Ketiadaan aturan tegas tentang remunerasi dan sanksi juga jadi titik lemah: anggota Dewan biasanya bukan pegawai tetap, dan ada kemungkinan kurang aktif jika insentif minim. Selain itu, belum semua Dewan Pengawas mengikuti standar audit internal pemerintah (APIP) atau berkoordinasi efektif dengan Satuan Pengawas Internal (SPI) RS – seperti dicatat pada studi di atas sehingga fungsi kontrol bisa tumpang tindih atau tidak optimal.

 

Sumber : Dr Galih Endradita M

Admin PERSI JATIM faradilla

Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.