Permintaan Pasien dan Keluarga dipahami sesuai Pasal 189 dan 192 UU Nomor 17 Kesehatan 2023

Permintaan-Pasien-dan-Keluarga-dipahami-sesuai-Pasal-189-dan-192-UU-Nomor-17-Kesehatan-2023.png

Pasal 189 dan Pasal 192 merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

  • Pasal 189 ayat (1) huruf k mengatur kewajiban Rumah Sakit, yaitu menolak keinginan pasien apabila bertentangan dengan standar profesi, etika, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Pasal 192 ayat (1) menegaskan bahwa Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien/keluarga menolak atau menghentikan pengobatan yang bisa berakibat kematian pasien, asalkan penjelasan medis sudah diberikan secara komprehensif.

Artinya, dua pasal ini saling melengkapi:

satu sisi mengatur batas kewajiban RS dalam mengikuti keinginan pasien, dan sisi lain memberi perlindungan hukum bagi RS bila pasien menolak terapi setelah informed consent yang memadai.

Pasal 189 ayat (1) huruf k – UU No. 17 Tahun 2023

  • Substansi: Rumah sakit wajib menolak keinginan pasien bila permintaan tersebut:
    • Bertentangan dengan standar profesi (contoh: prosedur yang tidak diakui atau berbahaya).
    • Bertentangan dengan etika medis.
    • Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

👉 Artinya, rumah sakit tidak boleh mengakomodasi permintaan pasien yang melanggar hukum/etika/standar medis, misalnya meminta tindakan medis yang tidak sesuai indikasi atau bertentangan dengan hukum (contoh: euthanasia).

Pasal 192 ayat (1) – UU No. 17 Tahun 2023

  • Substansi: Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum bila pasien/keluarga:
    • Menolak pengobatan, atau
    • Menghentikan pengobatan yang sedang berlangsung,
      meskipun keputusan tersebut berpotensi menyebabkan kematian pasien,
      asalkan rumah sakit/dokter sudah memberikan penjelasan medis yang komprehensif (informed consent).

👉 Artinya, perlindungan hukum bagi RS berlaku bila dokter sudah menjalankan kewajiban memberikan informasi dengan lengkap dan terdokumentasi.

Keterpaduan Kedua Pasal

  • Pasal 189 → Membatasi rumah sakit agar tidak sembarangan mengikuti permintaan pasien.
  • Pasal 192 → Memberikan perlindungan hukum bila pasien/keluarga mengambil keputusan menolak/menghentikan terapi, setelah diberikan informasi lengkap.

Keduanya menciptakan keseimbangan:

  • RS wajib tetap berpegang pada standar profesi & hukum,
  • Pasien/keluarga tetap berhak menentukan pilihan,
  • RS terlindungi secara hukum bila prosedur informed consent dilakukan dengan benar dan terdokumentasi (misalnya lewat form pemberian informasi & form penolakan/penghentian pengobatan yang tadi kita buat)

Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan Rumah Sakit

1. Membangun Sistem Informed Consent yang Kuat

  • Pastikan setiap tindakan medis yang signifikan (terutama berisiko tinggi) didahului dengan pemberian informasi medis komprehensif.
  • Gunakan form standar pemberian informasi dengan checklist (diagnosis, manfaat, risiko, konsekuensi jika ditolak, alternatif, biaya).
  • DPJP wajib menjelaskan secara langsung, jelas, dan dapat dipahami oleh pasien/keluarga.
  • Dokumentasi harus ditandatangani oleh pasien/keluarga, DPJP, dan saksi RS.

2. Menolak Permintaan yang Tidak Sesuai Standar (Pasal 189)

  • Buat SOP penolakan permintaan pasien bila bertentangan dengan standar profesi, etika, atau hukum.
  • Contoh kasus: pasien minta antibiotik tanpa indikasi, minta tindakan ilegal (euthanasia), atau prosedur berbahaya tanpa dasar medis.
  • Dokter wajib memberikan alasan tertulis mengapa permintaan ditolak, agar transparan dan bisa dipahami pasien.

3. Mekanisme Penolakan/Penghentian Pengobatan oleh Pasien (Pasal 192)

  • Bila pasien/keluarga menolak atau menghentikan pengobatan:
    1. Pastikan dokter telah memberikan informasi medis lengkap.
    2. Minta pasien/keluarga mengisi Form Pernyataan Penolakan/Penghentian Pengobatan (dengan alasan checklist).
    3. Dokter dan saksi RS ikut menandatangani form sebagai bukti dokumentasi.
    4. Simpan form tersebut sebagai bagian dari rekam medis pasien.

4. Perlindungan Hukum Rumah Sakit

  • Dengan dokumentasi lengkap, RS terlindungi secara hukum bila terjadi akibat medis serius (misalnya kematian pasien).
  • Pastikan semua dokumen tersimpan di rekam medis dan mudah diakses bila diperlukan untuk pembuktian hukum.
  • RS wajib melakukan audit internal secara berkala atas kepatuhan pemberian informasi dan dokumentasi penolakan.

5. Edukasi dan Pelatihan SDM

  • Adakan pelatihan rutin bagi dokter dan perawat tentang:
    • Teknik komunikasi efektif dalam memberikan informasi medis.
    • Cara mengisi dan menjelaskan form pemberian informasi & form penolakan.
    • Etika dan hukum terkait permintaan pasien.
  • Libatkan tim hukum/medikolegal RS untuk memberi simulasi kasus.

6. Monitoring & Evaluasi

  • Komite Medik / Komite Etik & Hukum RS harus memantau kasus-kasus penolakan atau penghentian pengobatan.
  • Laporan harus ditinjau secara berkala untuk evaluasi kepatuhan dan pencegahan sengketa hukum.
  • Bila ada pola tertentu (misalnya banyak pasien menolak terapi karena biaya), RS bisa merumuskan langkah korektif (subsidi, BPJS, rujukan).

 

Sumber : Dr Galih Endradita M

Admin PERSI JATIM faradilla

Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.