Kajian Etik Terapan Rumah Sakit dalam Tata Kelola Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit

Kajian-Etik-Terapan-Rumah-Sakit-dalam-Tata-Kelola-Sumber-Daya-Manusia-di-Rumah-Sakit.png

Oleh : Galih Endradita, Edy Suyanto

  1. Staf Pengajar Program Studi Kedokteran, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)
  2. Ketua KSM Forensik dan Medikolegal, RSUD dr. Soetomo, Surabaya
  3. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI), PERSI Wilayah Jawa Timur

Area didalam Kode Etik Rumah Sakit yang berkaitan dengan Tatakelola SDM rumah sakit meliputi:

  • Pasal 1 Kode Etik Rumah Sakit, PERSI 2022
    “Rumah sakit wajib menaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) dan wajib menyusun kode etik sendiri dengan mengacu pada KODERSI dan tidak bertentangan dengan prinsip moral dan peraturan perundangan yang berlaku, serta diimplementasikan dalam seluruh kebijakan dan kegiatan perumahsakitan”
  • Pasal 4 Kode Etik Rumah Sakit, PERSI 2022
    “Rumah sakit wajib menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang aman, mengutamakan kepentingan pasien dan keluarga, mutu pelayanan, non-diskriminasi, relevan, dan adekuat sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit”
  • Pasal 7 Kode Etik Rumah Sakit, PERSI 2022
    “Rumah sakit wajib mengawasi proses pelayanan dan bertanggung jawab terhadap semua kejadian di rumah sakit. Dalam penyelenggaraan rumah sakit  dilakukan audit berupa audit kinerja dan audit klinis”
  • Pasal 8 Kode Etik Rumah Sakit, PERSI 2022
    “Rumah sakit wajib secara terintegrasi menerapkan tata kelola rumah sakit yang baik (good corporate governance), tata kelola klinis yang baik (good clinical governance), dan tata kelola etik yang baik (good ethical governance) yang menjamin asuhan pasien diberikan sesuai norma moral, bisnis, sosial, dan hukum yang berlaku”

Didalam pelaksanaan tata kelola SDM, Konsil Kedokteran Indonesia, menjelaskan dalam ketentuan Buku Saku Praktik Dokter dan Dokter Gigi Tahun 2018 disebutkan:

KELAIKAN PRAKTIK “Fitness to practice” adalah kondisi yang menjelaskan bahwa seorang dokter/ dokter gigi memenuhi standar kompetensi dari aspek pengetahuan, keterampilan, perilaku dan memenuhi standar kesehatan secara fisik dan mental yang dibutuhkan dalam melaksanakan praktik kedokteran yang aman dan efektif.

Secara umum praktik kedokteran meliputi fungsi:

  1. Membuat diagnosis dan keputusan yang aman
  2. Memperlihatkan tingkat keterampilan dan pengetahuan yang aman untuk praktik
  3. Bersikap tepat dan pantas (appropriate)
  4. Tidak menimbulkan risiko infeksi pada pasiennya
  5. Tidak melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) terhadap keselamatan pasien

Kelaikan praktik dinilai secara berkala setiap 5 (lima) tahun perpanjangan untuk STR dan SIP dan 3 (tiga) tahun untuk SPK dan RKK. Tujuan penilaian kelaikan ini adalah untuk melindungi masyarakat dari dokter/dokter gigi yang tidak laik praktik (“unfit”). Setelah memenuhi persyaratan kelaikan praktik, seorang dokter/dokter gigi wajib memperhatikan 5 “K” untuk dapat melaksanakan praktik yang baik meliputi:

  1. Kompetensi Klinis dan Komunitas
  2. Keselamatan Pasien dan Mutu Pelayanan
  3. Komunikasi, Kemitraan dan Kerja Tim
  4. Kepercayaan Pasien dan Masyarakat
  5. Keselamatan dan Pengembangan Diri

Implementasi kelaikan praktik menjadi dasar bagi Direktur Rumah Sakit melakukan perpanjangan kewenangan klinis seorang dokter dan selanjutnya perpanjangan kewenangan klinis ini menjadi dasar perpanjangan MOU antara dokter pemberi pelayanan dan rumah sakit dalam kajian MOU dokter mitra. Dalam mengimplementasikan KELAIKAN PRAKTIK “Fitness to practice”, rumah sakit menggunakan komite medik dan komite etik dan hukum rumah sakit yang masing- masing diatur dalam Permenkes 755 tahun 2011 tentang komite medik dan Permenkes 42 tahun 2018 tentang komite etik dan hukum rumah sakit.

Komite Medik

Komite medik dalam mengimplementasikan KELAIKAN PRAKTIK “Fitness to practice”, dalam 2 sistem meliputi:

  1. Secara berkala melalui Kredensial dan Rekredensial di Sub Komite Kredensial dari Komite

Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege). Subkomite kredensial yang bertugas menapis profesionalisme staf medis, untuk melaksanakan tugas ini, Sub Komite Kredensial melakukan pemeriksaan dan pengkajian:

    • Kompetensi
    • Kesehatan fisik dan mental
    • Perilaku
    • Etik profesi

Sub komite melakukan pemeriksaan dan pengkajian dalam upaya memberikan penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat untuk kemudian dilaporkan dan disampaikan ke komite medik, untuk selanjutnya disampaikan pada direktur sebagai rekomendasi pembuatan keputusan berkaitan pemberian kewenangan klinis seorang dokter.

  1. Secara insidental melalui Sub Komite Etik dan Disiplin dari Komite Medik Dalam menjalankan tugas disiplin, etik dan perilaku profesi, dilakukan:
    • Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran
    • Pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
    • Rekomendasi pendisiplnan perilaku profesional di rumah sakit
    • Pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan medis

Didalam tindakan pendisiplinan perilaku profesional, rekomendasi dapat berupa:

    • peringatan tertulis;
    • limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege);
    • bekerja dibawah supervisi dalam waktu tertentu oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk pelayanan medis tersebut;
    • pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) sementara atau Pelaksanaan Keputusan subkomite etika dan disiplin profesi tentang pemberian tindakan disiplin profesi diserahkan kepada kepala/direktur rumah sakit oleh ketua komite medik sebagai rekomendasi, selanjutnya kepala/direktur rumah sakit melakukan eksekusi

Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit

Komite etik dan hukum dalam ketentuan Pasal 13 Permenkes No 42 tahun 2018 tentang Komite Etik dan Hukum berwenang memberikan rekomendasi kepada Kepala atau Direktur Rumah Sakit mengenai sanksi terhadap pelaku pelanggaran Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan pedoman Etika Pelayanan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Komite Etik dan Hukum dapat membentuk panitia adhoc. Panitia adhoc ditetapkan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit berdasarkan usulan ketua Komite Etik dan Hukum. Panitia adhoc dapat berasal dari  Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit lain.

Setiap Rumah Sakit harus memiliki Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan Pedoman Etika Pelayanan. Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan Pedoman Etika Pelayanan harus mampu mengatur dan mendorong seluruh sumber daya manusia di Rumah Sakit bekerja sesuai etika umum, etika profesi, Etika Pelayanan, dan Etika Penyelenggaraan. Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan Pedoman Etika Pelayanan disusun oleh Komite Etik dan Hukum dan ditetapkan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit.

Kesimpulan 

Direktur melaksanakan tata kelola manajemen, tata kelola klinis dan tata kelola etik sesuai kaidah etika rumah sakit sebagai tersebut dalam kode etik rumah sakit, PERSI tahun 2022. Berkaitan dengan staf dokter, pada perjanjian dokter mitra, direktur rumah sakit membuat keputusan perpanjangan dan atau tidak dilakukan perpanjangan berdasarkan kaidah kelaikan praktik “fitness to practice”, kaidah ini menjadi dasar keputusan direktur setelah mendapatkan rekomendasi dari komite medik dan atau komite etik dan hukum sesuai code of conduct pada masing masing rumah sakit.

Admin PERSI JATIM faradilla

Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.