BATIK SEBAGAI MEDIA TERAPI PSIKOLOGIS

October 26, 2022 by bengklsl871
Keberadaan-batik-cukup-akrab-ditelinga-kita-dengan-kota-kota-seperti-Lamongan-Madura-Pekalongan-Solo-Surakarta-Banyumas-Purbalingga-Yogyakarta-Lasem-Semarang-Tasikmalaya-Tulungagung-Pnorogo-Indramayu-C.png

Keberadaan batik cukup akrab ditelinga kita dengan kota-kota seperti: Lamongan, Madura, Pekalongan, Solo, Surakarta, Banyumas, Purbalingga, Yogyakarta, Lasem, Semarang, Tasikmalaya, Tulungagung Pnorogo, Indramayu, Ciamis, Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolai, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Kudus, Wonogiri, Jakarta, Tegal, dan Cirebon. Hampir disetiap perbincangan tentang motif, filosofi dan pusat perbatikan di Jawa persepsi kita langsung terarah pada kota-kota tersebut.

Sebagai bentuk ekspresi budaya, Batik juga dianggapsebagai simbol kompleksitas dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, dan norma yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur tingkah laku masyarakat. Simbol-simbol tersebut dibuat dengan sengaja dan dipilih berdasarkan fenomena masyarakat yang populer saat itu. Para pengrajin batik kemudian mengemasnya dengan bentuk motif lebih pada unsur flora dan fauna sebagai barang komoditas. Lebih dari itu tersirat makna-makna dan nilai filosofis tertentu yang terkandung didalamnya.

Sebagaimana dicontohkan pada motif “Godong Kluweh”. Pada awalnya motif tersebut dihadirkan hanya sebatas sebagai ekspresi berkesenian para pengrajinnya, semata. Dikemudian hari motif tersebut diberi makna oleh beberapa kalangan masyarakat sebagai peringatan agar senantiasa mencintai alam dan lingkungan. Pada kebenarannya, saat ini keberadaan mengenai makna motif Godong Kluweh menjadi beragam makna, semisal: bentuk ajakan pada konsumer untuk mencintai agama, bangsa dan negara; bentuk kritik agar lebih memperhatikan kelestarian hutan. Himbauan pada masyarakat agar bisa membuat energi alternatif, motivasi bagi seseorang untuk bisa terus berkesenian, dan harapan terhadap masyarakat subapa lebih menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi sayur daun kluweh, dan lain sebagainya.

Kebebasan dalam menafsirkan makna dan filosofi batik tersebut berimbas pada ambiguitas pemaknaan di sebktor konsumer dan pengrajin batik sendiri. Sedangkan untuk kembali pada tafsiran lama, mereka sudah tidak bisa menemukan lagi keberadaannya. Lebih dari itu, makna baru bisa dibilang sebagai makna denotatif (asal) yang, otentik.

Disisi lain, hasil seni batik pada prinsipnya merupakan sebuah benda seni budaya yang nota bene ekspresi emotif. Namun, dengan merebaknya budaya industri kreatif yang melanda penjuru masyarakat, membuat Batik tidak ubahnya benda komoditas, semata. Sebagian pengrajin Batik malah tidak peduli lagi dengan hasil batik yang mereka cipta, apakah dianggap sebagai ekspresi emotif atau sekedar barang jadi. Kepentingan mereka adalah murni profit atau menghasilkan laba tanpa harus peduli dengan substansi batik yang selama ini ada.

Melihat fenomena diatas, keilmuan psikologi hadir untuk memberikan nuansa baru mengenai wacana batik (baik dalam proses membatik maupun dari hasil karya yang dibuat). Ditinjau dari proses membatik, seseorang dituntut untuk membuat karya yang kreatif sebelum dituangkan dalam kain mori sebagai media karya seni. Dalam hal ini, fungsi otak kanan dihadirkan dalam diri sesorang pembatik agar ia bisa menghasilkan sebuah karya yang indah.

Bagi seorang pemula, atau bagi seseorang yang setiap harinya dituntut menggunakan fungsi otak kiri yang logis, strategis, dan analitis mungkin ia akan merasa kesulitan dalam berkarya. Namun jika ia berusaha untuk terus berusaha melatih diri dalam menciptakan sebuah karya yang indah maka ia sebenarnya juga berhasil dalam melatih fungsi otak kanan mereka. Hal ini penting untuk dilakukan seseorang yang mengerti dan merasa bahwa dirinya setiap hari disibukkan oleh pekerjaan yang menuntut fungsi otak kiri bekerja secara “keras”. Maka, alangkah baiknya, sesekali ia memilih untuk menyibukkan diri dalam berkarya sebagai pembatik diwaktu senggang, agar fungsi otak kanan mereka bekerja secara optimal.

Selain melatih diri untuk menggunakan otak kanan, fungsi penting dalam membatik (berkarya batik) adalah sebagai media terapi. Disini penulis menyebutnya sebagai “Art Therapy”. Perlu penulis tekankan bahwa Art Therapy dengan media batik, mampu memberikan manfaat bagi seseorang yang mengalami depresi,atau juga bermanfaat bagi seseorang yang berpisah dari orang tercinta (baik bercerai, maupun meninggal dunia) agar mereka bangkit berkarya, dan memaknai ulang arti kekecewaan, kemarahan, dan kesedihan yang mereka rasakan.

Copyright by Markbro 2025. All rights reserved.